Teringat Mao Saat Kuasai Beijing, Manuver China di Afghanistan
Ketika para pejuang Taliban menguasai Kabul, sejumlah unggahan yang membandingkan peristiwa pengambilalihan Beijing oleh Mao Zedong pada 1949 beredar di media sosial China. Di sinilah, China melakukan manuver atas fakta Afghanistan kini.
Taliban mengambil alih Afghanistan untuk kali pertama pada tahun 1996, dan saat itu pula, China menolak untuk mengakui kekuasaan mereka. Bahkan, China dan menutup kedutaan mereka selama bertahun-tahun di Afghanistan.
Tapi, sekarang Beijing berbalik memainkan manuver sebagai negara pertama merangkul milisi Taliban. Pergeseran sikap China terlihat ketika Menteri Luar Negeri Wang Yi menyambut delegasi Taliban di Tianjin, sekitar dua pekan lalu. Sebab, saat itu delegasi Taliban mengunjungi China.
Tepatnya, ketika kelompok itu telah menguasai wilayah strategis Afghanistan dan memenangkan pertempuran melawan pasukan keamanan.
Dukungan China pada Taliban
Dukungan Wang merupakan hal penting bagi Taliban dalam memerintah Afghanistan, dan memberikan legitimasi bagi sebuah organisasi yang telah lama dicap sebagai pendukung terorisme serta melakukan penindasan terhadap perempuan.
Kekhawatiran Beijing tentang ekstremisme Islam di kalangan minoritas Uighur semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini membuat China membangun pos polisi yang luas, yang berdekatan dengan Afghanistan.
Selain itu, persaingan yang semakin ketat dengan Amerika Serikat (AS) telah mendorong Presiden Cina Xi Jinping mengambil setiap kesempatan, untuk melawan dominasi Washington dan mendorong pasukan Amerika menjauh dari perbatasannya.
"China berharap Taliban dan pemerintah Afghanistan dapat bersatu dengan partai politik lain, dan dengan semua kelompok etnis serta membangun kerangka politik sesuai dengan kondisi nasional yang inklusif secara luas dan akan meletakkan dasar bagi perdamaian abadi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying, dilansir NDTV dari laman Bloomberg, Rabu 18 Agustus 2021.
Hua mengatakan, China akan berhenti mendukung pemerintahan Taliban, jika situasi di Afghanistan mengalami perubahan besar.
Diplomasi Mullah Abdul Ghani Baradar
Sebelumnya pada 28 Juli, Wang menekan Kepala Perunding Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar untuk membuat kesepakatan dengan Gerakan Islam Turkestan Timur.
China menyalahkan kelompok itu atas serangan teroris di wilayah Xinjiang.
Dalam pertemuan itu, Baradar berjanji bahwa Taliban tidak akan pernah membiarkan kelompok militan manapun menggunakan wilayah Afghanistan, untuk terlibat dalam tindakan yang merugikan China.
"Sikap China terhadap rezim yang dipimpin Taliban akan tergantung pada kebijakannya, misalnya, apakah Taliban akan menepati janjinya dan tidak menjadi sarang kekuatan ekstrem yang memiliki hubungan dengan China," kata seorang profesor di Middle Institut Studi Timur Universitas Studi Internasional Shanghai, Fan Hongda
Model Diplomasi China
Afghanistan bisa menjadi ujian terbesar bagi model diplomatik China yang mengedepankan pinjaman, komoditas dan kesepakatan infrastruktur ketimbang tuntutan untuk kebijakan liberal.
Menurut Stimson Center, jika Taliban mengejar kebijakan moderat terhadap perempuan dan mencapai stabilitas politik, Beijing kemungkinan mempertimbangkan untuk berinvestasi. Hal ini serupa yang telah dilakukan China di Pakistan.
China, Infus Ekonomi dan Infrastruktur
"Pendekatan China adalah, 'Melalui infus ekonomi kami menciptakan jalan, kami menciptakan infrastruktur, dan kami memastikan setiap orang memiliki pekerjaan'. Dan jika semua orang pergi bekerja jam sembilan pagi dan pulang jam 6 sore, mereka tidak punya waktu untuk memikirkan terorisme," ujar pernyataan Stimson Center.
Stabilitas Afghanistan adalah kunci untuk melindungi proyek Belt and Road yang diinisiasi China, senilai lebih dari 50 miliar dolar AS.
Proyek ini membangun rute darat penting dari dan ke Samudra Hindia.
Mengingatkan Mao Saat Kuasai Beijing
Ketika para pejuang Taliban menguasai Kabul, sejumlah unggahan yang membandingkan peristiwa pengambilalihan Beijing oleh Mao Zedong pada 1949 beredar di media sosial China.
Sedangkan media pemerintah Cina menyebut, penarikan pasukan AS dari Afghanistan adalah lonceng kematian bagi penurunan hegemoni AS.