Terima Wakaf dan Diwakafkan untuk Umat, Ini Karomah Habib Sholeh
Habib Sholeh Tanggul! Demikianlah tokoh agama dari Hadramaut Arab, Habib Soleh Bin Muhsin Al Hamid, ini biasa disapa. Nama Tanggul demikian lekat di belakang namanya. Tanggul adalah sebuah nama desa atau kecamatan di Jember, Jawa Timur.
Tercatat, ia tidak hanya mewarnai perjalanan Jember dari sisi lahiriah, tetapi turut menyumbang pada dinamika Jember dari sisi yang tak mudah diterka dan disimak dengan mata biasa, karena ia pembangun hati dan jiwa.
Bahkan, dapat ditera, kawasan tapal kuda Jawa Timur berhutang banyak kepadanya. Hingga kini, makamnya di kompleks Masjid Riyadus Shalihin Tanggul, selalu dikunjungi peziarah. Bahkan, pada acara peringatan haulnya pada tanggal 10 Syawal setiap tahun, sepanjang jalan menuju masjid dipenuhi lautan manusia.
Sebenarnya, nama resmi habib yang satu ini adalah Habib Sholeh bin Muhsin Hamid. Ia lahir di Korbah Ba Karman, termasuk wilayah Wadi ‘Amd, sebuah desa di Hadramaut, pada tahun 1313 H atau 1895 M. Ayahnya bernama Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid yang dikenal dengan sebutan Bakri Al-Hamid, seorang ulama.
Ibunya bernama ‘Aisyah, berasal dari keluarga Abud Ba Umar termasuk dari kalangan ahli agama di Al-‘Amudi. Ia menempuh pelajaran agama dari beberapa ulama. Di antaranya belajar Alquran pada Syekh Said Ba Mudhij, di Wadi ‘Amd dan menimba ilmu fiqih dan tasawuf dari sang ayah sendiri Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid.
Diperkirakan Habib Sholeh Tanggul menetap di Tanggul, Jember, sebelum tahun 1925 M. Pada usia 26 tahun, tepat bulan Juni tahun 1921 M, Habib Sholeh meninggalkan tanah kelahirannya menuju Indonesia. Ia ditemani Syekh Fadli Sholeh Salim bin Ahmad Al-Asykariy. Setiba di Indonesia, ia singgah di Jakarta beberapa hari.
Selanjutnya ia pun menuju Lumajang karena sepupunya Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid yang tinggal di Lumajang, meminta Habib Sholeh untuk singgah di kediamannya. Habib Sholeh pun tinggal sementara di Lumajang. Tak diketahui seberapa lama di Lumajang, ia lalu pindah ke Tanggul, Jember. Selanjutnya, ia pun tinggal dan menetap di Tanggul.
Sebelum terjun membina lahir dan batin masyarakat, Habib Soleh Tanggul melakukan serangkaian pembinaan diri yang sangat ketat. Tercatat, ia melakukan uzlah lebih dari 7 tahun untuk mengenal diri dan Tuhannya. Ia baru keluar dari khalwatnya setelah sang guru Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf Gresik mengajaknya, lalu memintanya datang ke kediamannya di Gresik.
Sesampainya di rumah Habib Abubakar, Habib Sholeh diminta untuk mandi di jabiyah (kolam mandi khusus di kediaman Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf). Awalnya, ia begitu gundah dengan amanat yang tersandang di pundaknya, sebagaimana yang diberikan sang guru. Namun, setelah berziarah ke Madinah, ia pun semakin mantap menapakkan diri jalan pengabdian yang telah dirintisnya.
Ia mengawalinya dengan membangun musala di tempat kediamannya. Di musala itulah kegiatan agama mulai dari salat berjamaah, membaca Al-Quran dan pengajian digelar. Pengajiannya demikian membumi, misalnya setiap selesai salat Ashar, ia akan mengkaji Nashaihud Dinniyah, karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, dan menerangkan atau menguraikannya ke dalam bahasa keseharian masyarakat sekitar, yakni bahasa Madura. Orang-orang yang datang mengaji kepadanya pun demikian melimpah.
Beberapa tahun kemudian, ia mendapatkan hadiah sebidang tanah dari seorang simpatisannya, H. Abdur Rasyid. Tanah itu lalu diwakafkan oleh Habib Sholeh kepada umat. Di atas tanah inilah, dibangun Masjid Riyadus Shalihin. Begitu rampung dibangun, kegiatan pembinaan hati dan jiwa masyarakat pun semakin semarak.
Selain dengan pengajian-pengajian formal, ia membuka diri sebagai tumpahan segala persoalan masyarakat. Tak heran, banyak orang berdatangan kepadanya, mulai dari rakyat jelata hingga pembesar negara. Ia dikenal sangat memuliakan tamu yang datang kepadanya. Ia menimba air wudlu dan mandi sendiri buat tamu-tamunya. Ia akan menyuguhkan makanan terbaik dan tidak akan memakan suguhannya itu sebelum sang tamu memakannya.
Tak heran, rumah Habib Sholeh selalu dikunjungi tamu, mulai sekadar silaturrahmi, sampai minta berkah doa. Tidak hanya dari Tanggul Jember, tetapi luar Jawa. Bahkan tamu-tamu juga datang dari luar negeri, seperti Belanda, Afrika, Cina, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Sebuah sumber menyebut mantan wakil Presiden Adam Malik merupakan satu dari banyak pejabat yang sering sowan ke rumahnya. Satu bukti kemasyhurannya, kalau Habib Sholeh ke Jakarta, warga yang menjemputnya demikian banyak, melebihi penjemputan pejabat negara sekelas presiden.