Terima Kasih ke Polisi Malah Jadi Kecut
Uang tip ke polisi, disoal. Di Polsek Palmerah, Jakarta Barat. Warga nama Rezky Achyana, lapor kehilangan buku tabungan. Usai dilayani, ia bilang terima kasih. Polisinya menyindir. Sindiran SARA. Jadi masalah.
----------
Kapolsek Palmerah, AKP Dodi Abdulrohim, cepat bertindak. Anak buahnya yang disoal Rezky sudah ditegur. Bahkan disanksi internal.
AKP Dodi saat dikonfirmasi pers, Jumat (25/11/2022) membenarkan kasus itu. Polisi yang bersangkutan, Brigadir RYP diproses internal.
Konstruksi masalah, Kamis, 24 November 2022 Rezky melapor ke Polsek Palmerah, kehilangan buku tabungan bank. Ada dua petugas SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) di situ. Rezky dilayani. Dibuatkan surat laporan kehilangan.
Rezky kepada wartawan menjelaskan:
"Setelah selesai, surat laporan sudah jadi, saya terima. Terus, saya bilang: Terima kasih."
Dibalas oleh polisi: "Terima kasih aja?"
Rezky: "Ya, pak. Terima kasih."
Saat Rezky berjalan, meninggalkan petugas, kata Rezky, petugas nyeletuk:
"Pelit. Padang pelit."
Rezky merasa sakit hati, ia mengunggah kejadian itu ke sosmed. Jadi heboh. Lalu Rezky dipanggil ke Polsek Palmerah untuk klarifikasi. Di situ Kapolsek Palmerah, AKP Dodi minta maaf ke Rezky. Sebaliknya, Rezky memaafkan.
Esoknya, kasus itu naik ke tingkat Polres. Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pasma Royce kepada wartawan, Jumat (25/11) mengatakan: "Kita sesuai prosedur, sudah memberikan proses sanksi dan penempatan khusus kepada petugas SPKT bersangkutan."
Esoknya lagi, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti kepada pers, Sabtu (26/11) mengatakan:
"Kasus ini sungguh keterlaluan karena menunjukkan semangat reformasi kultural Polri sama sekali tidak dipraktikkan dalam melayani pengaduan masyarakat."
Dilanjut: "Bahkan dua orang anggota menunjukkan sikap rasis, terkesan mengharapkan pelayanannya dibayar pungli."
Benarkah uang tip pungli? 'Kan bernilai ala kadarnya? Apakah itu suap, yang masuk wilayah korupsi?
Dikutip dari jurnal ilmiah Harvard University Library bertajuk: "Here's a Tip: Prosocial Gratuities Are Linked to Corruption", tip beda dengan suap atau korupsi. Tapi sejenis.
Harvard Library di situ mengutip riset karya tiga akademisi Amerika, Michael Lynn (Cornell University) George M Zinkhan (The George Washington University) Judy Harris (Towson University) bertajuk: "Consumer Tipping: A Cross-Country Study, Journal of Consumer Research (1993) menyatakan hal sederhana:
Suap adalah korupsi, yang dibayarkan di muka, sebelum sesuatu kesepakatan dilakukan. Tanpa pembayaran, kesepakatan dibatalkan. Sedangkan, tip dibayarkan setelah sesuatu kesepakatan dilakukan.
Bedanya pada waktu (timing) kejadian. Tapi, tip yang ditentukan nilainya, atau sudah ada tarif yang disepakati bersama, atau nilai tarif diketahui publik, meski sebelum sesuatu kesepatan dilakukan, berarti sama dengan suap.
Kendati, tip murni (tanpa nilai tarif) yang berlangsung lama, konsisten, terus-menerus, maka lama-lama berubah jadi keharusan. Sehingga jadi suap, masuk wilayah korupsi.
Ada contoh menarik di Amerika soal ini. Sampai kasus itu difilmkan sebagai kisah nyata, bertajuk "American Greed: The Fugitives". Jadi film serial televisi, dan ditonton paling banyak di Amerika pada 2012.
Dikutip dari Majalah terbitan Amerika, Prison Legal News, 15 September 2010, bertajuk: "Five People Convicted in Oregon Prison Food Bribery Scandal", fokus mengisahkan Farhad Monem.
Monem warga negara Amerika kelahian Teheran, Iran, 30 Juli 1958. Ketika ia masih kecil, diajak ortu hijrah ke Amerika, lantas jadi warga negara Amerika.
Saat remaja ia dipanggil Fred oleh teman-temannya. Jadilah namanya Farhad Fred Monem. Setelah dewasa, nasibnya bagus. Ia pekerja keras dan konsisten di sebuah penjara di Negara Bagian Oregon. Dimulai dari pekerja rendahan, sampai ia dipercaya sebagai staf.
Tugasnya, membeli makanan (katering) untuk narapidana di sana. Belasan tahun bekerja giat, ia dipercaya untuk menyediakan makanan di 14 penjara di negara bagian itu. Jumlah narapidana di masing-masing penjara sekitar 500 orang.
Dengan dua kali makan per narapidana per hari (sarapan disiapkan lokal penjara), total Monem pesan katering 14.000 porsi per hari, rutin.
Dengan tugasnya itu, pada 2001 gajinya USD 60.000 per tahun. Penghasilan warga kelas menengah di sana. Ia tinggal bersama keluarga di Kota Salem, Oregon.
Desember 2006 mulai ada masalah. Narapidana penghuni 14 penjara di Oregon, sering sakit. Terutama sakit perut. Bergantian. Antara penjara yang satu dengan penjara lain. Kadang bersamaan di beberapa penjara. Di wilayah 'katering Monem'.
Januari 2007 FBI turun menyelidiki. Alhasil, diketahui penyakit narapidana disebabkan makanan. FBI diam-diam meneliti makanan yang datang setiap hari.
Terbukti, makanan itulah yang bermasalah. Ada yang menggunakan bahan berhaya untuk kesehatan. Ada yang menggunakan bahan kadaluarsa. Ada bahan baku buangan pabrik. Ada makanan yang sudah basi.
Penyelidikan 'naik' ke Monem. Lantas 'naik' lagi ke para penyedia makanan. Terbukti, empat orang pemilik restoran dijadikan tersangka. Mereka adalah Michael Levin, William Lawrence, Howard Roth, dan Douglas Levene.
Empat tersangka itu mengaku, mereka memberi uang tip ke Monem, pada belasan tahun silam (dari 2007). Dari uang tip ala kadarnya (tanpa tarif) lama-lama dinaikkan Monem jadi nilai tertentu. Kian tahun nilai tarif kian naik.
Meski para pemilik restoran 'dipalak' tip yang nilainya ditentukan Monem, mereka tetap melanjutkan kontrak. Karena menguntungkan. Caranya, kualitas makanan dikurangi. Menggunakan bahan-bahan murah. Toh, itu untuk narapidana.
Monem pun ditangkap. Dikonfrontir dengan empat tersangka, Monem mengakui perbuatannya. Diaudit, Monem dinyatakan merugikan negara USD 1,2 juta, selama sekitar tujuh tahun 'memalak' pemilik restoran.
Terjadi 'perang otot' antara Monem dengan FBI soal nilai kerugian negara. Monem mengakui menerima uang tip. Tapi, katanya, tidak sebesar itu. Buktinya memang sulit.
Waktu itu Monem belum ditahan. Proses hukum sedang berjalan. Mungkin aparat hukum bingung mencari bukti, selain pengakuan para pemilik restoran juga Monem. Nilai uang tip, 'kan berubah-ubah. Selama belasan tahun.
Akhirnya, jaksa menawari ke Monem, jika ia mengakui perbuatan (merugikan USD 1,2 juta) hukumannya diringankan. Hukuman tidak sampai tiga tahun. Sebaliknya, kalau tidak mengaku, akan diusut lebih lanjut. Hukuman pasti lebih berat.
Monem pikir-pikir. Akhirnya ia pilih melarikan diri. Menghilang dari Amerika. Ternyata, FBI mengetahui, Monem ada di Teheran. Ia jadi buron, termasuk oleh polisi Iran. Tapi pihak Amerika menilai, polisi Teheran ogah-ogahan menangkap Monem.
Diberitakan (lucu) meskipun tawaran jaksa bahwa hukuman Monem tak sampai tiga tahun, tapi itu 'kan hukuman penjara. Tempat kerja Monem selama puluhan tahun. Mungkin, Monem takut keracunan makanan, pula.
Monem kabur ke Iran sendirian. Isteri dan anak-anaknya ditinggal di Oregon. Maka, penegak hukum menangkap isteri Monem, Karen Monem. Diadili, dihukum enam bulan penjara.
4 Maret 2011 atau empat tahun berselang, Monem berkirim surat ke penegak hukum di Oregon. Ia menyatakan, mau kembali ke Oregon, asal hukumannya tiga bulan penjara.
Penegak hukum di Oregon membalas, lama hukuman tidak mungkin dinegosiasikan di muka. Monem tidak dalam kapasitas bernegosiasi. Monem adalah buronan Amerika.
Setelah itu, tak ada lagi cerita tentang Monem di Amerika. Kecuali, film tentangnya, "American Greed: The Fugitives" yang meledak di Amerika pada 2012.
Merujuk kisah Monem, sudah betul Kapolsek Palmerah menindak anak buahnya. Soal sindiran uang tip. Yang dalam gaya Surabaya, biasa diucapkan begini: "Terima kasih tok? Ya... kecut."
Di kasus ini, kecut bagi yang mengucapkan. Juga yang diucapi.
Bukan cuma itu. Terlebih soal celetukan SARA. (*)