Terganjal Jadi PNS, Guru Honorer Luruk DPRD-Pemkot
Puluhan guru honorer yang tergabung dalam Forum Honorer Kategori 2 Kota Probolinggo beramai-ramai ngeluruk ke gedung DPRD Kota Probolinggo dilanjutkan ke kantor Pemkot Probolinggo, Selasa, 2 Oktober 2018. Dalam aksi bertajuk “1.000 Doa” itu, para guru honorer mendesak diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) tanpa melalui tes.
Mereka beralasan, sudah mengabdi relatif lama sebagai guru honorer tetapi nasibnya memprihatinkan. Paling tidak dilihat dari tingkat kesejahteraan (gaji) yang jauh di bawah upah minimum Kota Probolinggo.
“Kami juga meminta agar pemerintah membatalkan proses penerimaan CPNS 2018 untuk formasi guru dari jalur umum karena persyaratan itu dinilai diskriminatif,” ujar Ketua Forum Guru Honorer Kota Probolinggo, Wahdiyatun Nisa.
Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), juga mereka kritisi karena dinilai memupus impian guru honorer menjadi PNS.
Dalam SK itu, kata Nisa, terdapat persyaratan yang mengharuskan peserta seleksi calon PNS (CPNS) maksimal berusia 35 tahun. “Padahal, rata-rata usia guru honorer sudah lebih dari 35 tahun,” katanya.
Dikatakan, para guru honorer, juga tenaga medis honorer menolak pemberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Managemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Aturan ini membuka peluang para guru dan tenaga kesehatan honorer untuk diangkat menjadi ASN bila tidak lolos dalam seleksi CPNS.
Nisa menambahkan, kebijakan moratorium yang sempat berlaku sudah sangat memusingkan para guru honorer untuk mengikuti seleksi CPNS. Menurutnya, daripada pemerintah membuka CPNS untuk umum, lebih baik dahulukan para guru dan tenaga kesehatan honorer yang sudah lama mengabdi.
Nisa menggambarkan betapa kesejahteraan guru honorer sangat jauh dari cukup. “Kami menerima gaji Rp 150-300 ribu per bulan, itu pun terkadang dibayar rapelan dalam tiga bulan,” ujarnya.
Karena itu ia mendesak pada Pemkot Probolinggo per 1 Januari 2019 agar gaji Pegawai Tidak Tetap/Guru Tidak Tetap (PTT/GTT) setara UMK Probolinggo.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kota Probolinggo, Roy Amran menanggapi tuntutan guru honorer mengatakan, akan menindaklanjuti. “Kami akan berkoordinasi dengan Komisi III yang membidangi masalah ini,” ujarnya.
Bahkan politisi Partai Nasdem itu berjanji, akan mendiskusikan soal nasib PTT dan GTT ini dengan Walikota Probolinggo, Rukmini. “Mudah-mudahan bisa gol, gaji PTT dan GTT setara UMK,” ujar Roy.
Belum puas mendatangi DPRD, para guru honorer mendatangi Pemkot Probolinggo. Tuntutan mereka pun sama seperti yang diungkapkan kepada DPRD. (isa)