Vaksin AstraZeneca Mengandung Babi, Pemerintah Diminta Hati-hati
Polemik mengenai penggunaan vaksin AstraZeneca masih bergulir. Salah satu yang menjadi masalah adalah kandungan babi yang terdapat di dalam vaksin tersebut.
Kalangan anggota DPR RI dan DPD RI berharap agar vaksin halal tetap diusahakan agar tidak terjadi polemik di masyarakat.
Polemik penggunaan vaksin AstraZeneca disebabkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan haram lantaran dalam AstraZeneca terdapat kandungan babi. Tetapi
MUI tetap memperbolehkan penggunaan AstraZeneca lantaran kondisinya mendesak.
Ketua DPD RI LaNyala Mattalitti menyakini fatwa MUI berdasarkan fiqh daruroh. Artinya, penetapan kebolehannya berdasarkan darurah syariah, jika tidak digunakan akan terjadi resiko yang besar. Penggunaan vaksin ini harus berdasarkan pada keadaan yang mendesak," tutur LaNyalla dalam pernyataan tertulis Minggu 21 Maret 2021.
LaNyalla tetap berharap pemerintah mengupayakan vaksin yang halal untuk digunakan. Salah satunya dengan mengembangkan Vaksin Nusantara.
"Harapannya pengembangan Vaksin Nusantara betul-betul dapat diwujudkan untuk pengendalian Covid-19 sehingga kita punya alternatif. Selain itu, hal ini juga bisa membantu mengatasi polemik mengenai kehalalan vaksin di tengah masyarakat," tuturnya.
Pernyataan serupa juga dilontarkan anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay. Ia menyebut polemik tentang kandungan babi yang terdapat di dalam vaksin asal Inggris yang dibuat di Korea tersebut dapat menimbulkan keraguan bagi umat Islam.
"Bila pemerintah dan MUI tidak hati-hati dalam menyikapi polemik ini, saya khawatir akan menurunkan animo warga Islam untuk mengikuti program vaksinasi Covid-19," kata Saleh Partaonan Daulay.
Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Idonedia (MUI) Arorun Niam saat dikonfirmasi Ngopibareng.id sehubungan dengan polemik kandungan babi dalam vaksin AstreaZeNeca, mengatakan, MUI memperbolehkan vaksin buatan Korea Selatan dipergunakan meskipun ada kandungan babi karena dasar hukumnya cukup jelas, yakni dalam keadaan darurat.
"Fatawa MUI yang memperbolehkan vaksin AstreaZenaca sudah melalui rujukun fikih yang bersumber pada Alquran dan Hadis," kata Asrorun, Minggu 21 Maret 2021.
Maka ia berharap polemik kandungan babi dalam vaksin AstreaZeneca segera diakhiri, supaya vaksinasi untuk memutus mata rantai Covid-19 bisa segera diselesaikan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya menyatakan, vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diproduksi oleh SK Bioscience di Kota Andong, Korea Selatan boleh digunakan dalam keadaan darurat meskipun mengandung tripsin yang berasal dari babi.
"Ketentuan hukumnya yang pertama vaksin Covid-19 AstraZeneca ini hukumnya haram karena dalam tahapan produksi memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam konferensi persnya, Jumat 19 Maret 2021.
"Walau demikian, yang kedua, penggunaan vaksin Covid-19 produk AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan," kata dia.
Asrorun mengungkap lima alasan mengapa vaksin tersebut boleh digunakan dalam keadaan darurat.
Alasan pertama, kata dia, saat ini Indonesia sedang dalam kondisi darurat syari, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya atau risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi Covid-19.
Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.
Lalu, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah sesuai dengan penjelasan yang disampaikan pada saat rapat komisi fatwa.
Alasan terakhir, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun di tingkat global.
Asrorun juga menegaskan, kebolehan penggunaan vaksin covid-19 produk AstraZeneca, akan tidak berlaku lagi jika lima alasan yang telah dipaparkan hilang.
"Pemerintah wajib terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci," pesan Asrorun.