Nunggak SPP Siswa Tidak Diikutkan Ujian, KPAI: Itu Pelanggaran
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan terdampak Covid-19 terkait tunggakan SPP. Akibat telat membayar SPP para siswa tidak diperkenankan mengikuti ujian kenaikan kelas atau Penilaian Akhir Semester (PAT).
"Secara ekonomi, memang banyak orangtua mengalami kesulitan membayar SPP," tutur Komisioner KPAI bidang pendidikan Retno Listyarti.
"Ya, banyak orangtua siswa terdampak pandemic Covid-19. Sebagian sekolah swasta meringankan bayaran SPP dengan mengurangi SPP dari sebelum pandemik. Namun sebagian sekolah lagi bergeming tidak menurunkan SPP," tuturnya, dalam keterangan Senin 8 Juni 2020.
Pihak yayasan diduga tidak memiliki empati pada para orangtua yang terdampak ekonomi. Pihak yayasan tetap menuntut orangtua membayar penuh SPP jika anaknya ingin ikut Penilaian Akhir Semester (PAT) atau ujian kenaikan kelas.
Diduga, strategi ini digunakan oleh pihak yayasan untuk menekan orangtua agar ada uang masuk ke kas Sekolah/Yayasan.
Ancaman anak tidak bisa mengikuti ujian PAT jika orangtua tidak membayar tunggakan SPP adalah pelanggaran hak anak di bidang pendidikan.
Padahal semua pihak tahu bahwa pandemi Covid-19 berdampak besar pada ekonomi jutaan rumahtangga di Indonesia. Terjadi jutaan pemutusan hubungan kerja, bahkan para pengusaha seperti pengusuha café dan pedagang selain makanan dan bahan pokok mengalami kehilangan penghasilan.
“Hak Anak untuk ujian wajib dipenuhi pihak sekolah, meskipun orangtua menunggak SPP selama pandemic covid 19. Hak anak dilindungi oleh UU Sisdiknas dan UU Perlindungan Anak,” kata Retno.
Kewajiban membayar SPP adalah kewajiban orangtua, namun ketika orangtua tidak bisa membayar karena kesulitan secara ekonomi, maka hak anak untuk ujian harus tetap dipenuhi oleh pihak sekolah.
"Sekolah adalah lembaga pendidikan yang bersifat sosial, bukan mencari keuntungan semata. Menurut ketentuan perundangan, Yayasan pendidikan swasta berbadan hukum nirlaba," tuturnya.
“Namun, ketika sekolah juga mengalami kesulitan keuangan karena tunggakan SPP para orangtua siswa akibat pandemic, maka dana BOS dari APBN dapat dipergunakan secara fleksibel sesuai kebutuhan sekolah. Selain itu, para pengadu juga berharap pihak yayasan dapat mengurangi pembayaran SPP agar mereka dapat membayar jika diberikan potongan,” ujar Retno.
Lanjut Retno bagi sekolah-sekolah swasta papan atas, yang dapat dipastikan memiliki dana talangan, namun tidak mengurangi beban SPP orangtua siswa yang terdampak Covid-19. Padahal tunggakan ini mungkin hanya sementara dan dapat ditagih kembali ke orangtua siswa ketika ekonomi kembali pulih, maka maka Dinas Pendidikan setempat seharusnya dapat memediasi permasalahan ini.
Mediasi bertujuan agar harapan dan kenyataan kepentingan para pihak terlindungi, perlu ditengahi difasilitasi pihak berwenang. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang paling berwenang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Karena kelangsungan hidup sekolah swasta tertentu itu masih membutuhkan bantuan Pemerintah pusat dan Pemda melalui dana BOS dan BOSDA (APBD), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KJP (Kartu Jakarta Pintar).
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan monitoring penggunaan dana BOS, BOSDA dan bahkan perpanjangan izin operasional sekolah swasta setiap 5 tahun sekali. Oleh karena itu, yayasan yang membuka dan menyelenggarakan pendidikan itu tetap bertanggung jawab kepada pemerintah, dalam ketentuan peraturan perundangan tentang yayasan disebutkan bahwa yayasan itu milik masyarakat.
"Yayasan pendidikan juga dapat dicabut izin operasionalnya jika melanggar ketentuan peraturan perundangan.
"Jadi, Pemda memiliki pendekatan pengaruh kekuasaan yang kuat terhadap yayasan pendidikan di wilayahnya. Kewenangan dan kekuasan Pemda tersebut sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah, diantaranya yaitu PP No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Tentang Yayasan dan PP No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan," tuturnya.
Oleh karena itu, untuk menangani masalah tunggakan SPP di berbagai sekolah swasta yang berdampak pada psikologis anak-anak karena terancam tidak ikut ujian kenaikan kelas, maka KPAI mendorong permasalahan ini dapat diselesaikan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk jenjang pendidikan TK, SD dan SMP.
Sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA/SMK dan SLB dapat ditangani oleh Pemerintah Provinsi. Semua harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak.
Selain itu KPAI menerima pengaduan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ada ada satu keluarga inti beranggotakan 4 orang yang sedang menjalani isolasi di RS Wisma Atlet kebingungan mendaftarkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka sekeluarga sedang diisolasi, tempat seluruh dokumen anak ada di rumah dan bingung dengan sistem daring PPDB DKI Jakarta. Kasus yang terakhir ini, yang mengadukan adalah tetangganya.
Retno menyampaikan meskipun PPDB belum dimulai, tapi sampai 5 Juni 2020, KPAI sudah menerima sekitar 25 pengaduan terkait tunggakan SPP dan soal PPDB.