Teologi Welas Asih, Cikal Bakal Lahirnya Rumah Sakit Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bercerita tentang cikal bakal berdirinya pusat-pusat pelayanan kesehatan Muhammadiyah yang saat ini berjumlah sekitar 600an buah yang tersebar seluruh Indonesia.
Menurut Haedar semua bermula pada tahun 1923, Muhammadiyah sudah mendirikan 3 lembaga, yaitu: rumah sakit, waktu itu berawal dari poliklinik atau balai pengobatan.
Sejak tahun 1924, dr Soetomo orang Muhammadiyah yang juga tokoh Boedi Oetomo, mempelopori berdirinya rumah sakit PKU Muhammadiyah di Surabaya.
Saat itu dr. Soetomo mengatakan bahwa rumah sakit atau poliklinik cerminan dari Al-Maun yang menggambarkan dan menandakan sebagai teologi welas asih, yakni nilai-nilai ketuhanan yang menggerakkan hati orang beragama untuk selalu mencintai sesamanya terutama yang miskin yatim.
“Dan ini kata dr. Soetomo, hal tersebut berlawanan dengan apa yang beliau sebut sebagai teologi darwinisme. Siapa yang kuat dia yang menang, siapa yang kuat ia yang akan makmur, siapa yang kuat ia akan memperoleh segalannya,” terang Haedar dalam acara Nota Kesepahaman BPJS dan Muhammadiyah pada Jumat lalu.
Teologi welas asih sebagai lawan tanding teologi darwinisme merupakan modal umat Islam agar golongan mustadl’afin menjadi golongan yang berdaya saing menghadapi siklus kehidupan. Jika hanya mengandalkan pada hukum alam sebagaimana dalam ajaran darwinisme, maka mesti yang kuat bakal yang menang, sementara mereka yang lemah akan tersisih dalam kehidupan.
“Muhammadiyah ini menggerakkan teologi welas asih untuk mencegah darwinisme. Alhamdulilah setelah Indonesia merdeka, tugas konstitusi itu diambil alih negara. Maka saat ini negara memiliki otoritas untuk membela orang miskin, yatim, dan lemah dengan kekuatannya dari sisi uang maupun kekuasaan,” kata Haedar.
Jika negara tidak hadir dalam upaya membantu orang-orang yang lemah, kata Haedar, maka hal tersebut secara diametral bertentangan dengan konstitusi. Semangat membela kaum lemah yang harus digemborkan kembali sebagai paradigma baru dalam melayani umat.
Haedar berharap dengan adanya Nota Kesepahaman antara BPJS dan Muhammadiyah ini semakin memperkuat teologi welas asih bagi mustadl’afin.
Ia pun mengapresiasi kerja sama dan kemitraan yang terjalin baik dengan BPJS Kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kerja sama tersebut menjadi benang penegas bahwa kemitraan yang dijalin merupakan semangat bersama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.