Tentang Kader Ulama Pewaris Para Nabi
KH Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, Bangkalan, mempunyai catatan ringatan dalam "Mengenang KH Imam Syuhada".
Hal itu sebagai penghargaan pada seorang ulama pesantren yang pernah berinteraksi langsung dengannya, juga dengan para kiai muda lainnya dalam aktivitas berdakwah di Surabaya dan Jawa Timur secara umum.
Berikut catatan singkat Wakil Rais Syuriah PCNU Kota Surabaya:
Saya punya kebiasaan setiap 22 Oktober menulis profile kiai. Kali ini saya menulis perjalanan saya dengan Kiai Imam Syuhada yang baru wafat Sabtu kemarin.
Foto di bawah dengan kolase yang paling besar adalah foto Kiai Syuhada, Gus Maghfur dan saya, saat konferensi pers hasil keputusan Bahtsul Masail PWNU. Saya tidak ingat tahun berapa. Yang jelas saat itu saya jelek (banget), item, kurus, kumis plus kumus, mrongos lagi. Gak apa-apa saya mending mengaku kejelekan sendiri dibanding entar dikomentari lebih buruk oleh para netizen.
Saya bersyukur saat ikut istri ke Surabaya berjumpa dengan para kiai lulusan pesantren. Ada Lembaga Bahtsul Masail di NU Surabaya dan Kajian bulanan Fathul Muin di Rungkut. Berjumpa pula dengan ustaz di Kordinasi Masjid Surabaya Timur dan ngaji kepada Kiai Abdul Aziz Bay, Allahu yarhamhu.
Rumah mertua saya memang tidak ada pondoknya, justru dalam kondisi seperti itu saya bisa buka kitab-kitab besar kala itu. Andaikan ngaji di Pondok sendiri mungkin cuma belajar kitab yang akan dibaca saja, tidak sempat menelaah kitab perkitab. Sekali lagi, jangan dikira saya keluar dari Pondok cuma santai-santai di kota besar.
Sebab kiai-kiai sering telpon atau sms saya untuk memberi tugas "Tolong carikan jawaban tentang ini, tentang itu" dan seterusnya. Sehingga bagi saya ini seperti tugas mata kuliah. Cuma bukan di bangku kuliah.
Selain Kiai Syuhada ada Kiai Asyhar, Pondok Al Fatih Osowilangun Surabaya, Kiai Abdurrahman Navis dan lainnya. Beliau-beliau juga tahu kapan waktunya 'diorbitkan'. Meskipun saya sering diajak berjumpa dengan wartawan tapi saya tahu kondisi kapan waktunya bicara. Ketika Kiai Syuhada menyuruh saya menambahkan keterangan saya cuma menjawab singkat "Sudah cukup, Kiai". Tapi dari Beliau-beliau saya banyak belajar public speaking dan cara menjawab pertanyaan mana yang prioritas dan mana yang cukup dijawab basa basi.
Metode para kiai yang mendidik lalu merekom ke publik sama seperti yang diajarkan oleh Nabi setelah Nabi bertahun-tahun mengkader para Sahabat, lalu Nabi bersabda:
ﻭﺃﻓﺮﺿﻬﻢ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻭﺃﻗﺮﺅﻫﻢ ﺃﺑﻲ ﻭﺃﻋﻠﻤﻬﻢ ﺑﺎﻟﺤﻼﻝ ﻭاﻟﺤﺮاﻡ ﻣﻌﺎﺫ ﺑﻦ ﺟﺒﻞ (ﻋ) ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ.
Paling ahli ilmu waris dari umatku adalah Zaid bin tsabit, paling ahli Al Qur'an adalah Ubay bin Ka’b dan paling mengerti halal dan haram adalah Muadz bin Jabal (HR Abu Ya'la dari Ibnu Umar)
Kiai Syuhada sudah banyak mengkader ustaz-ustaz muda sejak tahun 2000an. Semua ini adalah amal jariyah bagi beliau. Semoga Allah melipatgandakan semua kebaikan beliau, meluaskan alam kuburnya dan mencurahkan nikmat-nikmat di alam kubur hingga ke surgaNya. Amin.
Demikian uraian KH Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, Bangkalan.
Semoga bermanfaat.