Tentang Ibn Jarir dan Tafsir Thabari, Ini Fakta Tarikh Islam (2)
Thabarî, penganut Madzhab Syâfi’î. Selama sepuluh tahun di Baghdad, berfatwa dengan madzhab Syâfi’î. Setelah itu menjadi mujtahid muthlaq, tidak terikat dengan madzhab lain.
Berikut ulasan kaitan antara Tafsir Thabari dan tentang Ibn Jarir, bersama M Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU). Bagian kedua:
Kenapa Tafsîr al- Thabarî?
Muhammad Husaîn al-Dzahabî, mantan menteri agama Mesir yang dibunuh oleh militan pecahan IM pada 1977, menulis kitab berjudul Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, tiga jilid. Di dalam kitab ini, dia menulis paragraf panjang tentang Ibn Jarîr dan Tafsîr Thabarî.
Ibn Jarîr disebut sebagai Bapak Tafsir karena dialah yang pertama kali menulis kitab tafsir, secara runtut, dari awal hingga akhir surat, dalam sebuah karya utuh dan dicetak sampai sekarang. Sebalum Ibn Jarîr, tidak ada karya tafsir yang sifatnya utuh. Sebagian pendapat dan tafsir Ibn Abbâs atas al-Qur’an, misalnya, dikumpulkan ke dalam sebuah kitab, berjudul «تنوير المقباس من تفسير ابن عباس». Ini bukan karya Ibn Abbâs, tetapi berdasarkan pendapat Ibn Abbâs.
Al-Fara’ menulis kitab «معاني القرأن», tetapi bukan karya tafsir utuh. Dari jajaran ulama salaf, dari generasi Tâbi’ al-Tâbi’în, pioneer penulisan kitab tafsir yang utuh adalah Ibn Jarîr. Tidak salah jika Ibn Jarîr dikukuhkan sebagai Bapak Tafsir.
Ibn Jarîr bukan sekadar pioneer, tetapi pendahulu yang hebat. Saking hebatnya, tidak ada tafsîr bi al-matsûr dan bi al-ra’y yang tidak mengutip Ibn Jarîr. Pujian ‘setinggi langit’ disampaikan para ulama. Jalâluddîn al-Suyûthî, penulis Tafsîr Jalâlaîn dan al-Durr al-Mantsûr, mengatakan tentang Ibn Jarîr: “Karya Ibn Jarîr adalah tafsir teragung dan terhebat, mengungguli karya-karya tafsir masa lampau.”
Imam Nawawi mengatakan: “Orang sepakat tidak ada karya tafsir sehebat Tafsîr al- Thabarî.” Abu Hâmid al-Isfarainî mengatakan: “Seandainya orang melanglang sampai Cina, dia tidak akan menemukan tafsir sekomplet Tafsîr al- Thabarî. Ibn Taimiyah, rujukan kaum salafi, mengatakan tentang Tafsîr al- Thabarî: “Kitab tafsir paling sahih yang ada di tangan manusia adalah Tafsîr al- Thabarî. Di dalamnya dikutip riwayat ulama salaf dengan sanad yang pasti dan tanpa ada bid’ah.”
Kenapa Membaca Tafsîr al- Thabarî?
Kitab ini tebal, terdiri dari 15 jilid tebal. Cetakan lain ada yang membagi ke dalam 26 juz. Kitab ini jarang di-balah (dibaca) di pesantren, tetapi banyak dikoleksi dan dijadikan rujukan Kiai. Karena tebal, tidak perlu terobsesi untuk mengkhatamkan kitab tafsir ini. Kenapa kitab ini perlu dibaca?
Secara pribadi saya senang sekali membaca kitab tafsir. Dulu saya pernah ngaji online kitab tafsir al-Durr al-Mantsûr karya Jalâluddîn al-Suyûthî, tetapi mandek. Faktornya: saya merasa belum siap secara batin. Musim pandemi banyak teman-teman ISNU beraktivitas di rumah. Mereka mengisi waktu dengan membuat grup One Day One Juz dan Tartil. Untuk menambah bobot, saya diminta membaca tafsirnya.
Saya pilih Tafsîr al- Thabarî semata-mata untuk tabarruk dan ‘ngalap ilmu’ dari salah satu mufassir terhebat dalam sejarah. Saya tidak punya pretensi untuk mengkhatamkan kitab ini, karena tujuannya memang bukan untuk khataman. Sekali lagi tujuannya adalah tabarruk sekaligus nyambung sanad. Tidak mungkin kita memahami al-Qur’an tanpa bersanad dengan ulama salaf, yang meneruskan ilmu dari Nabi ke Sahabat, dari Sahabat ke Tâbi’în, dari Tâbi’în ke Tâbi al-Tâbi’în, dan seterusnya. Hanya dengan cara ini kita bisa beragama secara bertanggung jawab: cara beragama yang otoritatif, bukan otoritarian.
Saya akan lampirkan edisi digital teks kitab Tafsîr al- Thabarî Juz 1. Tadi pagi ngaji pengantar. InsyaAllah minggu depan mulai masuk ngaji tafsir. Ngaji ini diakses dengan zoom. Mudah-mudahan berkah dan istiqamah.
MKS
*) Dipetik dari akun facebook M Kholid Syeirazi.
Advertisement