Tentang Ibn Jarir dan Tafsir Thabari, Ini Fakta Tarikh Islam (1)
Thabarî, penganut Madzhab Syâfi’î. Selama sepuluh tahun di Baghdad, berfatwa dengan madzhab Syâfi’î. Setelah itu menjadi mujtahid muthlaq, tidak terikat dengan madzhab lain.
Berikut ulasan kaitan antara Tafsir Thabari dan tentang Ibn Jarir, bersama M Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU):
Namanya Muhammad ibn Jarîr. Meskipun ‘jomblo’ dan tidak punya anak, beliau punya ‘kunyah’: Abû Ja’far (bapaknya Ja’far). Ada dua nama ulama kondang lain yang jomblo tetapi punya ‘kunyah’ Abû: Nawâwî (Abû Zakariyâ) dan Ibn Taimiyyah (Abû al-Abbâs). Ini lumrah dalam tradisi Arab. Siti Aisyah, isteri Baginda Nabi, tidak punya anak, tetapi punya ‘kunyah’: Ummu Abdillâh.
Ibn Jarir orang Persia. Lahir pada 224 H di Amol, Thabaristan, daerah di selatan Laut Kaspia. Sekarang masuk wilayah Iran. Meninggalkan tanah kelahirannya sejak usia 12 tahun, berkelana menuntut ilmu, menetap dan wafat di Baghdad. Ibn Jarir dikenal dari daerah asalnya: Thabarî.
Thabarî sebelumnya penganut Madzhab Syâfi’î. Selama sepuluh tahun di Baghdad, beliau berfatwa dengan madzhab Syâfi’î. Setelah itu menjadi mujtahid muthlaq, tidak terikat dengan madzhab lain. Karya tulisnya banyak, yang terkenal Jâm’i al Bayân ‘an Ta’wîl Âyi al-Qur’ân (Tafsîr al- Thabarî) dan Târikh al-Rusul wa al-Mulûk (Târikh al-Thabarî).
Kenapa Perlu Belajar Tafsir?
Al-Qur’an petunjuk bagi manusia. Setiap orang, yang meyakini risalah Nabi Muhammad, akan berhubungan dengan al-Qur’an. Al-Qur’an ditulis dengan gaya bahasa Arab yang tinggi. Semua orang bisa membaca al-Qur’an, tetapi tidak semua orang bisa memahami isinya. Semua orang bisa mengerti maknanya, tetapi belum tentu mendapat petunjuk darinya. Tidak semua orang Arab, yang bicara dengan bahasa Arab, otomatis paham makna dan kandungan Al-Qur’an.
Bahkan, para sahabat Nabi yang utama, kadang tidak mengerti arti kata dalam al-Qur’an. Umar Ibn Khattâb, misalnya, tidak paham arti kata di dalam QS. ‘Abasa/80: 31: «وفاكهةً وأبّاً». Umar berkata, “Kalau Fâkihah saya tahu, tetapi apa arti kata Abbâ? Umar juga tidak ngerti arti kata dalam QS. al-Nahl/16: 47: « أو يأخذهم على تَخَوُّفٍ». Kepada sahabat yang lain, Umar bertanya, apa arti kata ‘takhawwuf’?
Kita bisa menyimpulkan, belajar tafsir penting sekali, apalagi bagi orang yang mengusung semboyan kembali kepada Al-Qur’an. Tidak semua ayat al-Qur’an ditafsirkan secara rinci oleh Rasulullah.
Rasulullah menafsirkan ayat ke-7 Surat al-Fâtihah «غير المغضوب عليهم ولا الضالين » : « المغضوب عليهم» adalah Yahudi, الضالين adalah Nasrani. Rasulullah menafsirkan ayat ke-238 surat al-Baqarah «حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى»: maksud «والصلاة الوسطى », kata Nabi, adalah salat asar. Tetapi, tidak semua ditafsirkan secara rinci oleh Rasulullah. Karena itu, kepada Abdullâh ibn Abbâs, Rasulullah berdoa: «اللهم فقهه فى الدين وعلمه التأويل» ( Ya Allah, ajarilah dia agama dan tafsir).
Berdasarkan dalil ini, tafsir dan ilmu tafsir penting. Dan tafsir yang otoritatif adalah tafsir berdasarkan riwayat yang disampaikan Nabi, diteruskan oleh Sahabat ke Tâbi’în dan seterusnya ke Tâbi’ al-Tâbi’în. Jenis tafsir ini namanya Tafsîr al-Ma’tsûr. Dalam kategori tafsir ini, kedudukan Tafsîr al- Thabarî menjulang tinggi. (Bersambung)
*) Dipetik dari akun facebook M Kholid Syeirazi.
Advertisement