Tentang Hawa Nafsu, Ini Penjelasan Kiai Said Aqil Siroj
Pada setiap diri seseorang terdapat ego yang dinamakan dengan hawa nafsu atau kepentingan. Hawa nafsu ada dua macam: hawa nafsu ghadabiyah dan hawa nafsu syahwatiyah.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, hawa nafsu ghadabiyah ialah hawa nafsu yang mendorong seseorang berambisi, seperti berambisi menjadi presiden atau anggota DPR RI.
“Hawa nafsu ghadabiyah, yaitu hawa nafsu yang mendorong kita untuk berambisi,” kata Kiai Said, pada acara Pengukuhan dan Rapat Kerja Lembaga Pengembangan Pertanian PBNU di Gedung PBNU, Rabu 20 Februri 2019.
"Jangan (kemudian) orang kaya gitu dianggapnya hubbud dunya (cinta dunia), rakus, tamak (karena) sehari-hari dihabiskan untuk cari uang. Kalau niatnya baik, caranya baik, tujuannya baik, (ya) cari uang itu baik, mengumpulkan kekayaan itu baik. Makna baik itu luas sekali,” tutur Kiai Said Aqil Siroj.
Namun demikian, sambung Kiai Said, jika niat, cara, dan tujuannya baik, seperti untuk mendapatkan ridla Allah, maka namanya menjadi himmah (cita-cita).
“Jadi ‘saya harus jadi presiden’ itu kalau niatnya baik, caranya baik, tujuannya baik itu namannya himmah,” ucapnya.
Kedua, lanjut Kiai Said adalah hawa nafsu syahwatiyah atau hasrat, seperti seseorang yang terdorong memiliki banyak harta. Namun, lanjutnya, jika ditempuh dengan niat, cara, dan tujuannya benar, maka bukan lagi disebut hawa nafsu syahwatiyah, melainkan adzimah.
“Jadi, baik, kalau ada orang tiap hari mikirkan pertanian. (misalnya orang) bangun tidur, shalat shubuh, wirid-wirid sebentar (lalu) mikirkan kerjaan, kemudian shalat dzuhur, makan siang, doa-doa sebentar, mikirkan ekonomi lagi, ashar begitu lagi. (hal seperti itu) Baik, asal niatnya baik, caranya baik, tujuannya baik.
"Jangan (kemudian) orang kaya gitu dianggapnya hubbud dunya (cinta dunia), rakus, tamak (karena) sehari-hari dihabiskan untuk cari uang. Kalau niatnya baik, caranya baik, tujuannya baik, (ya) cari uang itu baik, mengumpulkan kekayaan itu baik. Makna baik itu luas sekali,” tutur Kiai Said.
Ia pun menyebutkan beberapa sahabat nabi yang memiliki banyak harta, seperti Abu Bakar as-Shiddiq, Abdurrahman bin ‘Auf, Utsman bin Affan. Begitu juga para pendiri NU seperti Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah merupakan orang-orang kaya. (nuo/adi)