Cukong-cukong Pilkada! Begini Hak Rakyat dalam Pesta Demokrasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kajiannya bahwa 82 persen Calon Kepala Daerah dibiayai oleh Cukong. Artinya KPK memberikan “Warning” kemungkinan terjadinya rasuah dalam setiap pilkada. Tentu saja apa yang dilakukan KPK itu sangat pada tempatnya.
Pembiayaan Pilkada memang relatif besar. Justru karena itulah peranan cukong menjadi penting. Kalau tidak mereka, siapa lagi yang mampu membantu? Demokrasi kita sejak berlaku UUD Amandemen 2002 adalah demokrasi liberal, keterlibatan milyarder sah-sah saja.
Demokrasi liberal itu mahal, demikian kata para ahli politik. Tetapi sampai saat ini, demokrasi adalah sistem terbaik untuk menjamin lahirnya pemimpin yang kredibel, prigel dan berintegritas. Jadinya kita sudah terlanjur memilih demokrasi yang “mahal“. Salah siapa, tanya saja pada rumput yang bergoyang.
Sudah terlanjur, jadi jalan terus saja, siapa tahu KPK menemukan cara efektif menjerat para kepala daerah yg korup nanti. Jangan sampai angka 82 persen tadi menjadi korup semua.
Siapa yang paling bertanggung jawab? Kalau KPK gagal yang jadi sasaran amarah rakyat adalah KPK.
Jangan salahkan rakyat kalau terjadi rasuah. Karena Pilkada adalah pesta lima tahunan. Terima uang sebesar Rp100 ribu atau Rp200 ribu lima tahun sekali apa salahnya ?. Namanya saja pesta lebih tepat lagi pesta demokrasi. Pembiayaan besar bukan untuk meraih suara rakyat, mungkin untuk “beaya lain”, semut tahu jawabannya.
Saya punya keyakinan komisioner KPK yang menyatakan “82 persen biaya Pilkada dari cukong tadi “, bukan sekadar warning, tetapi juga minta dukungan rakyat agar KPK bertaji lagi. Tentu saja rakyat siap mendukung KPK.
Dr. KH As'ad Said Ali
(Pengalamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta)
Advertisement