Teng... Teng... Otopsi Yosua Terpantau 4 CCTV
Oleh: Djono W. Oesman
Tangis ibunda Yosua pecah, ketika makam Yosua dibongkar, Rabu, 27 Juli 2022. Dia nyaris ambruk. Lalu jenazah dibawa ke RSUD Sungai Bahar untuk diotopsi ulang.
Empat CCTV merekam otopsi di RS. Diharapkan berlangsung obyektif. Pemerintah, melalui Menko Polhukam, Mahfud MD optimis kasus ini diungkap dengan sebenar-benarnya.
Prof Mahfud kepada pers di Kampus UII, Sleman, Yogyakarta, Selasa 26 Juli 2022 mengatakan: "Karena, ini perintah Presiden."
Mahfud optimistis. Apalagi, Bharada E yang diumumkan Polri sebagai penembak Brigadir Yosua, muncul, menghadiri panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan, Selasa. Nama aslinya Richard Elieser.
Mahfud: "Pokoknya kita optimis itu akan terungkap dengan benar. Karena, itu perintah Presiden."
Dilanjut: "Sudah ada juga perintah dari Presiden, jangan main-main. 'Kan gitu. Harus dibuka sebenar-benarnya. Jangan sepihak. Semua harus dilihat dan dipertimbangkan. Itu saja."
Direktur RSUD Sungai Bahar, Aang Hambali, kepada wartawan, Selasa, mengatakan, ia sudah menyiapkan lokasi otopsi sejak diumumkan Polri, beberapa hari lalu. "Sekarang semuanya sudah siap," ujarnya.
Ruang otopsi dengan empat CCTV sudah siap digunakan. Disiapkan pula, ruangan untuk keluarga almarhum. Juga, ruangan untuk pengacaranya. Ruang untuk para dokter forensik. Ruang untuk para tamu.
Saluran air di wastafel ruang autopsi, sudah diperbaiki. Diyakini, air bakal lancar. Ruang otopsi juga dipasang korden baru warna krem. Korden akan ditutup saat pelaksanaan otopsi.
Aang Hambali: "Pelayanan rumah sakit untuk masyarakat umum tetap berjalan, namun ada pengetatan sedikit."
Ada delapan dokter ahli forensik. Mereka yang bekerja terhadap mayat. Tidak diumumkan, bagaimana koordinasi kerjanya, siapa ketuanya.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan Selasa, mengatakan, tujuh dokter dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI). Satu dokter forensik disediakan pihak keluarga Yosua.
Irjen Dedi mengatakan: "Hari ini semua tim dari Jakarta sudah berangkat ke Jambi."
Sebelum otopsi, sudah muncul kekesalan.
Koordinator Bidang Etika dan Profesi Dewan Etika, Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr Yulia Budiningsih kepada wartawan, Selasa menyatakan, kekesalan terhadap pengacara keluarga Yosua.
Sebab, pengacara menuduh, dokter forensik pemeriksa jenazah Yosua yang pertama, bekerja tidak profesional. Pengacara Martin Lukas mengatakan, penyebab kematian, tidak ditulis alias kosong. Data Yosua ditulis 'pelajar atau mahasiswa' usia 21. Yang benar, Yosua anggota Polri, usia 29 tahun.
Martin Lukas: "Kejanggalan-kejanggalan itu. Juga, jenazah sudah divisum dulu, barulah kemudian memberitahu keluarga. Di mana-mana, visum itu, kan, dilakukan berdasarkan persetujuan keluarga. Bukan dilakukan dulu, baru kemudian izin."
Pengacara keluarga Yosua lainnya, Komaruddin Simanjuntak, kepada pers, mengatakan: Ada banyak luka sayat di tubuh Yosua. Jari tangan putus. Juga, rahang bergeser. Juga ada bekas lilitan di leher.
Komaruddin: "Bukti foto-foto dan video (yang merekam kondisi jenazah Yosua ketika di rumah duka di Jambi) sudah kami serahkan ke Bareskrim Polri, sebagai laporan pembunuhan berencana."
Sebaliknya, dr Yulia Budiningsih kepada pers di Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Pusat, mengatakan: "Kok, jadi forensik yang disalah-salahin, yang dihujat-hujat?"
Dilanjut: "Saya jadi miris. Yang periksa itu boleh juga disidik, dokter itu lulusan mana, karena kasihan banget dia itu. Dia merasa dihujat-hujat orang. Karena dia sudah bekerja sebaik-baiknya, tolong jangan dicaci maki dulu, jangan disalah-salahin dulu."
Dilanjut: "Kalau dari pengacara keluarga, kan gitu kan. Pak Kamarudin punya cerita sendiri. Padahal beliau tidak memeriksa jenazahnya dari awal. Kelihatan masyarakat sudah tersihir ke arah sana, gitu sih."
Pernyataan Yulia ini sebagai balasan pernyataan pihak kuasa hukum keluarga Yosua. Counter. Boleh saja. Karena, Yulia sama-sama dokter forensik dengan dokter forensik yang melakukan otopsi Yosua pertama kali. Jadi, Yulia membela kolega.
Tapi, antara lain, akibat hasil otopsi pertama itulah kasus ini kemudian melebar ke mana-mana. Dianggap janggal. Oleh masyarakat biasa, sampai pejabat tinggi negara.
Kejanggalan kronologi, dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD di awal perkara ini diumumkan Polri. Bahkan, Presiden Jokowi mewanti-wanti agar kasus ini diusut secara benar.
Kalimat dr Yulia: "... kasihan banget dia itu..." Ditujukan kepada dokter forensik pemeriksa pertama jenazah Yosua. Kasihan, karena kata Yulia, dokter tersebut dihujat-hujat. Entah oleh siapa. Mungkin netizen, mungkin kolega.
Perkara ini yang semula tampak sederhana. Pembunuhan biasa. Ternyata jadi rumit. Serumit benang kusut.
Tapi, semua pihak bersemangat mengurai benang kusut ini. Diurai secara obyektif dan transparan. Salah satu pengurai problem adalah otopsi ulang jenazah Yosua, hari ini. Mungkin, itu kuncinya.
Seperti kata Prof Mahfud, semua pihak bersikap optimis. Berharap, perkara hukum ini diungkap secara obyektif dan adil. Agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri dan pemerintah tetap seperti semula. (*)
Penulis adalah Wartawan Senior