Tenang VS Tegang, Renungan Islam Kekinian
Setiap zaman mempunyai tingkat dinamika tersendiri. Kini, zaman yang penuh gemuruh, terkadang membuat orang tegang. Namun, di tengah itu pula ada seseorang yang mencari ketenangan.
Ustadz Ach Dhofir Zuhry, seorang pengasuh Pesantren di Malang dan mentor bagi para aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menyampaikan renungan tentang Islam kekinian, berikut:
Selain sumber daya jasmani, manusia juga dianugerahi sumber daya rohani berupa keyakinan hati, kemantapan tekad, ketenangan pikiran, kepercayaan diri dalam melangkah dan mengambil keputusan.
Secara gampang, dua sumber arus utama itu adalah energi tenang dan energi tegang. Dan, kabar buruknya, kita lebih sering di luar kendali terjebak dan atau bahkan sengaja menjerat diri pada energi tegang dalam setiap aktivitas dan rutinitas.
Energi tegang dicirikan dengan (misalnya) ketegangan otot, stres berlebih, cemas, jantung berdebar, depresi dan kekakuan sikap yang dipicu hormon-hormon ketegangan berupa adrenalin dan kortisol. Tegang dalam bersikap tidak lantas berarti kuat, apalagi tegas. Ia rapuh dan gampang dibakar. Keras itu gampang dipecahkan. Kaku itu mudah dipatahkan.
Misal, Anda bangun tidur dalam keadaan lelah, otot kaku dan temperatur batin yang kacau karena semalam terpaksa lembur kerja yang tak hanya menyita fisik tapi juga pikiran dan mental. Namun demikian, manakala aroma kopi atau teh hangat yang disajikan penuh kasih-sayang oleh isteri Anda melintasi syaraf dan kerongkongan, sejenak Anda dihingapi ketenangan. Energi tenang mulai dipompa ke sekujur tubuh Anda. Kini sumber daya positif siap mengantar Anda menuju tempat kerja.
Sembari mengantar anak-anak ke sekolah, kemacetan lalu lintas pagi, telepon dari klien dan rekan kerja, serta teror dari atasan, praktis menguras habis secangkir semangat yang Anda bawa dari rumah. Anda bisa menebak apa yang terjadi kemudian dengan produktivitas kerja Anda?
Yang tadinya fine-fine saja, kini sepanjang jalan klakson-klakson pengendara lain terdengar berdentum seolah ingin menabrak Anda, seluruh pengguna jalan seakan memusuhi Anda, semua mitra kerja yang menyapa dan tersenyum ramah nampak seakan hendak menerkam Anda, dan memasuki ruang kerja tak ubahnya menghadapi hukuman pancung.
Pertanyaan sederhana bisa kita ajukan: mengapa gangguan kecil dan sandungan ringan seakan menjadi rintangan besar? Mangsa gundukan tanah tampak bagai gunung sehingga frustrasi meninggi? Ya, energi tegang pemicunya. Sebenarnya, yang menjalani hukuman mati bukan Anda, tapi vitalitas, kreativitas dan produktivitas Anda.
Nah, inilah yang kelihatannya Anda tunggu-tunggu: bagaimakah cara meraih dan mempertahankan energi tenang justru dalam situasi tegang penuh tekanan? Baik, seruput teh hangat Anda, tarik napas dalam-dalam dan lepaskan ketegangan Anda perlahan-lahan, kalau perlu lahan perlaha, he.
Energi manusia secara kuat dipengaruhi oleh biologi waktu atau kronobiologi yang mengukur naik-turunnya energi manusia berdasarkan tatakelola dan penggunaan waktu secara alami, tepat dan berdaya guna. Kenaikan dan penurunan atau aliran energi tegang dan energi tenang terjadi bukan semata karena kerja berat dan aktivitas padat, tapi juga sikap mental kita kepada waktu. Prinsip ini disebut ritme ultradian atau saya menyebutnya sebagai seni mengelola energi dalam waktu.
Bagaimana mengatur ritme kerja, kapan harus jeda ngopi dan istirahat, bagaimana mendayagunakan hormon endorfin agar tetap semangat dan produktif bahkan di usia todak produktif, bagaimana bisa mencapai hasil lebih banyak dengan sedikit ketegangan dan minus tempramen, cara apakah yang harus ditempuh untuk mengurangi sampah dunia maya dan radiasi gawai dalam dunia kerja serta yang terpenting: bagaimana agar tetap bahagia dalam bekerja?
Nah, jika Anda mencintai apa yang Anda lakukan, jika Anda mencintai tugas-tugas dan kewajiban, Anda tidak perlu (merasa) bekerja pada siapapun dan tertekan oleh apapun sepanjang hidup Anda. Orang-orang bahagia tidak menunggu dan berhitung apa yang akan terjadi, mereka hanya berfokus memberikan penghargaan pada dirinya (self-esteem) dengan cara bekerja sebaik-baiknya, menghargai waktu saat ini dengan setinggi-tingginya dan bersyukur dalam doa sedalam-dalamnya. Inilah mantra dalam bekerja.
Saat bekerja dalam tekanan dan tenggat waktu yang mepet, saya justru mengambil jeda tidur siang 45 menit, menjauhkan gawai, berdoa dan membaca satu-dua ayat favorit saya dari Kitab Suci sebelum dan setelah bangun tidur untuk sekadar reenergize semangat. Anda tahu hasilnya apa?
Ketentraman, kemakmuran dan kebahagian tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, satu tarikan nafas dengan rasa syukur untuk melakukan apapun yang kita cintai. Cinta adalah energi tenang itu sendiri. Segala yang Anda lakukan dengan cinta akan diwarnai dengan energi kulaitas. Anda akan tetap tenang dalam situasi sulit. Dan, kabar baiknya, tenang adalah ciri pemenang, gegabah adalah ciri orang kalah, selalu tegang adalah gaya para pecundang. Hemat saya, jika tersedia waktu hanya 4 jam untuk Anda menebang pohon, maka gunakanlah 3 jamnya untuk mengasah kapak.
*) Dikutip dari akun facebook-nya.
Advertisement