Temui Legislator, IDI Jatim Minta Perlindungan Untuk Nakes
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur meminta perlindungan dari pemerintah kepada para tenaga medis yang turun langsung dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien terpapar virus corona atau Covid-19. Hal itu karena ada banyaknya kasus yang tenaga medis yang meninggal.
Berdasar data yang diterima, di luar Surabaya ada 76 dokter yang dinyatakan positif sedangkan 10 di antaranya meninggal dunia. Kemudian, untuk perawat berdasar informasi dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim ada 106 perawat yang positif, dan 10 diantaranya dinyatakan meninggal dunia.
“Kemudian ada bidan yang positif 52 orang, yang meninggal dua. Ini belum Surabaya, jumlahnya mungkin akan lebih banyak lagi kalau masuk Surabaya,” sebut Ketua IDI Jatim, Sutrisno, usai melakukan hearing dengan Pemprov Jatim dan Komisi E DPRD Jatim di Gedung DPRD Jatim, Surabaya, Senin 29 Juni 2020.
Karena itu, ia betul-betul meminta kepada pemerintah daerah dan para direktur rumah sakit untuk memberikan perlidungan kepada para nakes.
“Kenapa? Karena ibarat perang, tentaranya ya tenaga kesehatan itu. Jadi, kalau kepingin menang tentaranya harus dirawat, diopeni, diperhatikan. Supaya tenaganya pikirannya dan kemampuannya bisa terus melakukan pelayanannya,” jelasnya.
Sutrisno juga meminta agar ada screening rutin kepada kesehatan berupa swab tes selama seminggu atau dua minggu sekali. Apabila yang diketahui positif atau terindikasi positif harus mendapat waktu untuk istirahat. Dengan screening tersebut, diharapkan akan ketahuan, sehingga hanya yang sehat memberikan pelayanan.
Menurutnya, Covid-19 ini penyakit baru yang sulit diprediksi karena jenis virus yang masih baru, apalagi penyebarannya sangat mudah meski sudah menggunakan alat pelindung diri sekalipun.
Tak kalah penting, bagaimana agar para nakes ini terlindungi dari stigma yang berkembang. Sebab, banyak kasus penolakan dari warga baik perawatan atau dalam proses pemulasaraan jenazah.
“Kemudian insentif. Sebaiknya semua tenaga kesehatan, pemerintah maupun non pemerintah yang memberikan pelayanan Covid-19 dapat insentif dari pemerintah. Syukur-syukur dapat penghargaan atau asuransi. Itu untuk semua tenaga kesehatan di level manapun, mulai dari yang di rumah sakit primer sampai rumah sakit rujukan tipe A,” kata Sutrisno.
Dari data, saat ini insentif belum diterima oleh para dokter dan perawat dari kewajiban Kementerian Kesehatan Republik Indonesia karena berbagai permasalahan. Di sisi lain, Dinkes Jatim baru menyetor data 10 hari lalu.
“Belum turun, belum terealisasi. Oleh karena itu kami sampaikan dalam forum yang terhormat, sidang tadi, sesungguhnya penyerapan itu masih sangat rendah. Masih 1 koma sekian persen, itu jauh dari sekian triliun itu,” ujarnya.
“Inilah yang menjadi perhatian, menjadi keprihatinan, menjadi semacam atensi bagi kami, bagaimana supaya realisasi anggaran terutama untuk yang di lapangan. Untuk insentif ini bisa proporsional segera terealisasi bagi yang membutuhkan, sesuai haknya,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E, Hikmah Bafaqih menyampaikan, tak bisa terlalu menginterfensi terkait permasalahan insentif bagi dokter dan perawat karena merupakan kewenangan dari Kemenkes. Hanya dari informasi, selain dokter dan perawat tidak akan mendapat insentif.
“Pertanyaannya, sopir ambulance gak dapet. Berarti kita mengamanahkan APBD Provinsi ada untuk supir ambulance karena potensi terpapar. Ini yang tidak dicover menkes dan mereka berhubungan langsung dengan pasien atau meninggal Covid dan harus dicover APBD yang akan kita laporkan ke gubernur dan sekda untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.