Tempe Mahal dan Langka, DPRD Sorot Koordinasi dan Kepekaan OPD
Mahalnya tempe dan langkanya kedelai di pasaran membuat semua pihak geram. Tak terkecuali anggota DPRD Kota Surabaya, Mahfudz.
Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya itu menilai, mahalnya tempe dan langkanya kedelai di Kota Surabaya adalah salah dari Pemerintah Kota Surabaya yang tidak jeli melihat bahan-bahan dasar di Surabaya.
"Kalau saya lihat, yang tidak peka dan jeli ini Dinas Pertanian. Percuma jika disperindag melakukan operasi pasar, demi membuat harga tempe murah, tapi ternyata bahan dasar kedelai untuk tahu tempe itu tidak ada," kata Mahfudz, Jumat 8 Januari 2021.
Meski Indonesia menggantungkan diri ke impor kedelai, dinas-dinas daerah khususnya Surabaya, harus bisa melihat ancaman-ancaman gagal impor di tengah pandemi seperti ini.
Politisi PKB Surabaya itu menilai, Dinas Pertanian sejak awal pandemi Covid-19 harusnya sudah membuat list bahan-bahan dasar makanan warga yang kira-kira terdampak pandemi. Seperti beras, kedelai, cabai, bawang, telur, dan lainnya.
Bahkan Dinas Pertanian bisa berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan dan Kementerian terkait, untuk menyediakan cadangan impor jika di tengah pandemi bahan-bahan dasar itu kekurangan stok.
"Ini terlihat tak peka. Malahan dinas pertanian menyediakan bahan dasar makanan pokok pengganti beras, seperti singkong. Harusnya bukan hanya singkong yang disiapkan, tapi juga kedelai dan bahan dasar lainnya," katanya.
Padahal menurut Mahfudz, jika Dinas Pertanian bisa jeli melihat peluang habisnya stok kedelai, ia memastikan Surabaya tak akan terjadi kelangkaan tempe yang berdampak harga tempe naik di pasaran.
Apalagi di Surabaya, ada dua kampung yang memproduksi tempe, yakni Kampung Tempe di Dolly dan Jemursari. Jika para pelaku usaha ini diberi bahan dasar, bukan tak mungkin harga tempe akan tetap stabil di pasaran.
"Kalau dari awal sudah ada cadangan, sekarang pemkot tinggal berikan ke pelaku usaha Kampung Tempe itu. Mereka akan produksi, dan harganya pasti murah dan tak akan langka," katanya.