Telantarkan Brantas, Soekarwo Digugat Dua Perempuan Surabaya
Dua perempuan Surabaya menggugat Gubernur Jawa Timur Soekarwo (Pakde Karwo), dan sejumlah lembaga pemerintahan lain, akibat tak terkendalinya sampah popok di Daerah Aliran sungai (DAS) Brantas.
Mereka menggugat pemerintah karena dianggap gagal dalam pengendalian dan melindungi DAS Brantas dari kerusakan lingkungan, ancaman kepunahan perikanan, akibat polusi plastik sampah popok.
Sampah popok juga jadi disebut menjadi momok PDAM Surabaya, Sidoarjo dan Gresik, mengingat Air Brantas yang jadi bahan baku PDAM, sudah tercemar.
Mega Mayang Mustika (35th) dan Riska Darmawanti (35th) melalui kuasa hukumnya Abdul Fatah dan Rulli Mustika Adya siang ini Senin 12 Februari 2019, mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
Keduanya, menggugat Gubernur Jawa Timur, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS)
Brantas.
"Ada Empat institusi yang akan digugat oleh Mega dan Riska di PN Surabaya melalui mekanisme Gugatan Citizen Law suit, yaknj Gubernur Jatim, PUPR, KLHK dan BBWS Brantas," ujar Rulli.
Dalam gugatannya, kedua perempuan itu menuntut pihak tergugat untuk memasang 2020 cctv disepanjang DAS Brantas agar bisa mengawasi pelaku pembuang popok.
Selain itu, keduanya juga meminta tergugat untuk melakukan clean up atau pembersihan tuntas sampah popok di DAS Brantas, hingga Sungai Brantas bersih total dan steril.
"Kami ingin agar air Kali Brantas sebagai sumber air minum dan sumber kehidupan bebas dari kontaminasi sampah popok, tidak layak sebagai bangsa yang besar meminum air bercampur sampah popok," kata Mega.
Keempat pihak itu, kata dia layak di Gugat. Sebab, Gubernur Jawa Timur dianggap tidak melakukan Tugas dan tanggungjawab mutlak dan kewenangan melakukan pengawasan, penanganan dan pengelolaan sampah Popok di DAS Brantas.
Mereka juga menggugat Menteri PUPR, yang dinilai telah gagal melindungi dan mencegah terjadinya pencemaran air di DAS Brantas akibat pembuangan sampah popok di DAS brantas.
Kemudian Menteri LHK gagal melakukan koordinasi dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di DAS Brantas.
Sementara BBWS Brantas belum melakukan pengelolaan dan pemeliharaan sumberdaya air DAS Brantas Team Advokasi Pencemaran Popok Sekali Pakai (Pospak).
"Selama ini pihak tergugat tidak melakukan kewajiban yang tercantum dalam UU 11/1974 tentang Pengairan, UU PPLH 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU Pengelolaan Sampah 18/2008, Perda 4/2010 tentang pengelolaan sampah regional Jatim dan PP pengelolaan sampah 81/2012, dampaknya Sungai Brantas Tercemar sampah popok," ujar Rulli.
Sementara itu, Koordinator Brigade Evakuasi Popok, Ajis, mendukung upaya Kedua perempuan ini menggugat pemerintah, karena menurutnya pemerintah telah gagal mengendalikan perilaku masyarakat yang membuang popok di DAS brantas.
"Semua jembatan yang melintasi di Sungai Brantas dan anak sungainya jadi tempat buang sampah popok," kata Ajis.
Ia menyebut, dampak jutaan sampah popok yang mencemari sungai, sampah popok tersebut telah berubah menjadi mikroplastik-serpihan plastic ukuran < 4,8 mm- dan ditemukan pada 80% ikan yang hidup di Sungai Brantas. (frd)
Advertisement