Tekor, Lippo Group Jual Saham OVO
Lippo Group rela menjual lebih dari 70 persen aset saham yang ada pada aplikasi penyedia layanan digital OVO. OVO adalah perusahaan penyedia layanan keuangan digital yang didirikan, dirintis, dan dikembangkan oleh Lippo Group.
Pendiri sekaligus Chairman Lippo Group menyebut, sahamnya di PT Visionet International (OVO) hanya tersisa 30 persen. "Karena terus bakar uang, bagaimana kita kuat," ungkapnya.
Sebelumnya, muncul kabar yang menyebut bila Lippo Group akan hengkang dari OVO karena tidak kuat lagi menyuntik dana. Untuk OVO, Lippo Group harus mengeluarkan biaya 50 juta dollar AS (Rp700 miliar) per bulan.
Kabar ini pun langsung dibantah oleh Presiden Direktur PT Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra. Menurut Karaniya, OVO adalah perusahaan penyedia layanan keuangan digital yang didirikan, dirintis, dan dikembangkan oleh Lippo Group.
Sementara itu, Presiden Direktur Multipolar/Direktur Lippo Group, Adrian Suherman menegaskan Lippo terus berkomitmen mendukung pertumbuhan dan perkembangan OVO sebagai perusahaan fintech e-money Indonesia.
"Sebagai pendiri OVO, kami tentunya akan selalu aktif mendukung dan menjadi bagian dari perkembangan OVO," kata Adrian, dalam siaran pers.
Menurut Adrian, sebagai bagian dari pemilik OVO, Lippo Group membuka peluang bagi mitra untuk mendukung OVO agar dapat tumbuh dan berkembang.
Komitmen Lippo Group, kata dia, dengan membawa mitra baru adalah agar OVO terus dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Adrian memastikan bersama para pemegang saham lain, Lippo tetap merupakan bagianĀ dari OVO dan selalu mendukung kemajuan OVO yang berkembang pesat hanya dalam dua tahun.
Saat ini, OVO merupakan startup unicorn kelima di Indonesia. Dia memastikan Lippo terus mendukung upaya pemerintah, BI, dan OJK meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Wijanarko mengatakan belum mendengar soal aksi korporasi yang dilakukan Lippo terhadap saham Lippo dan belum ada laporan mengenai hal tersebut.
Namun demikian, menurut aturan Bank Indonesia, penyelenggara jasa sistem keuangan (PJSK) tidak boleh dikuasai dan dikendalikan investor asing.
Advertisement