Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati Kasus Narkoba
Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen, dituntut dengan hukuman mati dalam kasus peredaran gelap narkoba. Jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menilai, Teddy Minahasa terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana urut.
Selain itu, Teddy Minahasa melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari lima gram.
"Menjatuhkan pidana mati terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan, Kamis 30 Maret 2023.
Teddy Minahasa dinilai terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, jaksa juga mengungkapkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi Teddy Minahasa. Hal memberatkan, ia merupakan anggota Polri dengan jabatan Kapolda Sumatra Barat. Sebagai penegak hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap narkotika.
Sementara tidak ada hal meringankan untuk Teddy Minahasa.
Awal Mula Kasus
Teddy Minahasa didakwa memperjualbelikan barang bukti sabu-sabu hasil sitaan Polres Bukittinggi sebanyak lima kg. Mulanya, kasus ini terjadi ketika Polres Bukittinggi mengungkap peredaran narkoba dan menyita barang bukti jenis sabu-sabu seberat 41,387 kg pada 14 Mei 2022.
Tindak pidana ini turut melibatkan sejumlah pihak. Para terdakwa dalam kasus ini adalah AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P. Situmorang, Linda Pujiastuti alias Anita, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.
Dody dituntut jaksa dengan pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan dalam perkara ini. Sedangkan Linda dituntut dengan pidana 18 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider 6 bulan penjara.
Sementara itu, Kasranto dan Syamsul Ma'arif sama-sama dituntut pidana 17 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider enam bulan penjara dalam kasus ini.