Indonesia Butuh Technopreneurship untuk Hadapi Pasar Bebas
Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd dalam conference International Conference on Technopreneur and Education (ICTE) 2018 yang diselenggarakan Universitas Nahdatul Ulama surabaya (Unusa ) menjelaskan bahwa Indonesia ke depan akan lebih banyak membutuhkan technopreneur untuk bersaing di pasar bebas ASEAN.
Menurutnya orang yang mempunyai bisnis atau owner dari sebuah perusahaan itulah yang dikatakam sebagai technopreneur. "Bayagan saya, jika nanti ada orang yang menyuruh tenaga ahli untuk membuat sesuatu. Yang menyuruh inilah technopreneurship, orang yang punya ide," ungkap Prof. Muclas Samani.
Ia juga menuturkan bahwa di Indonesia sendiri masih banyak mencetak tenaga ahli bukan mencetak orang yang memiliki ide untuk sebuah usaha. "Di indonesia masih banyak mencetak tenaga ahli, bukan orang yang punya ide. “ tuturnya.
Selain itu ia juga menekankan bahwa dalam technopreuner adalah ide yang penting selain modal dan juga tenaga ahli. Modal memang utama, tapi menurut saya ide yang paling baik," kata Muchlas.
Technopreneurship sangat penting untuk persiapan Indonesia menghadapi AEC. Technopreneurship relevan dengan kondisi Indonesia karena pada dasarnya pencapaian puncak technopreneurship ini adalah mampu mengelola sumber daya alam di Indonesia, sehingga bisa menjadi peluang bisnis yang mampu menyerap tenaga kerja, serta membantu memajukan perekonomian bangsa.
ICTE ini merupakan kali pertama yang diselenggarakan oleh Unusa. Meski baru perdana, mereka mendatangkan pakar-pakar dari berbagai penjuru dunia. Sebut saja Aslam Khan bin Samash Khan, B.A., M.E.S., M.SCpp (Director, English Language Teaching Association, Malaysia).
Kemudian Andrew Kelly (United State American Consulate General of Surabaya), Mahardhika Pratama, B.Eng., M.Sc.,PhD (Nanyang Technological University, Singapura). Prof. Dr. H. Muchlas Samani, M.Pd. (UNESA, Indonesia).