Tawuran di Manggarai Jakarta, Tradisi Karena Dendam
Pintu sebuah warteg di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, jebol akibat dirusak oleh massa yang terlibat tawuran pada Rabu 4 September.
Warungnya terletak di sisi perlintasan rel kereta, yang menjadi titik awal tawuran antarwarga kawasan Manggarai hingga perbatasan ke Pasar Rumput, Jakarta Selatan.
"Warung sudah sempat saya tutup untungnya, cuma pintunya ya jebol begini kena tawuran," ujar pedagangnya
Was-was tetap dirasakan, namun ia menganggap hal itu sudah biasa sehingga tetap kembali berjualan pascatawuran terjadi.
Tak hanya itu, tawuran Manggarai sebabkan lintas kendaraan macet, sejumlah fasilitas umum rusak. Bahkan Kereta Rel Listrik (KRL) harus berhenti beberapa saat dan menyulitkan pekerja kantoran pulang gara-gara tawuran Manggarai Rabu sore.
Tawuran antarwarga di kawasan Manggarai terjadi sebanyak dua kali di tempat yang berbeda.
Menurut Kepala Polsek Setiabudi Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar (AKBP) Polisi TP Simangunsong, peristiwa pertama pukul 17.05 WIB di atas rel kereta api dekat Manggarai.
Peristiwa tersebut membuat PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) harus mengondusifkan pelanggannya karena terhambatnya perjalanan akibat tawuran itu.
Pelaku kekerasan antarwarga tersebut dipukul mundur oleh aparat Kepolisian dengan menggunakan gas air mata. Namun kembali pecah sekitar pukul 17.07 di JPO Jayakarta Jakarta Selatan.
Pada saat tawuran warga membawa senjata tajam dan saling lempar batu. Jumlah warga yang tawuran sekitar 300 orang dan akhirnya berhasil dihentikan oleh polisi.
Tawuran yang terjadi di Manggarai melibatkan tiga kelompok warga, yakni warga Tambak dan Megazen, Tebet (Jakarta Selatan) dan warga Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat.
Simangunsong menyebutkan warga Tambak, Jakarta Pusat, bergabung dengan warga Megazen ingin menyerang warga Menteng Tenggulun. "Jadi yang tawuran bukan warga Setiabudi, tapi ketiga kelompok warga tadi," katanya.
Mereka menyerang melewati perbatasan jalan dengan Setiabudi. Motif tawuran Manggarai hingga saat masih didalami oleh Satuan Polisi Pamong Praja beserta penyidik dari Kepolisian setempat.
Yang jelas akan ada pertemuan antara warga dengan camat dan lurah untuk mengatasi tawuran yang melibatkan tiga kelompok warga di Manggarai.
Namun di kawasan itu ada juga sebagian warga yang masih trauma terhadap tawuran. Mereka menutup Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Jayakarta dengan alasan mencegah terjadinya bentrokan susulan.
Pintu pagar jembatan yang menghubungkan permukiman Menteng Tenggulun dengan Jalan Sultan Agung, Manggarai, ditutup dan diikat dengan kawat. Warga tidak bisa melintasinya.
"Imbas kemarin, jadi pagar ditutup sama warga diikat pakai kawat, katanya cegah supaya enggak ada yang coba-coba masuk," kata petugas Pospol Subsektor Pondok Rumput, Aiptu Dhani saat ditemui di Pospol Subsektor Pondok Rumput.
Dendam
Tawuran antarwarga tersebut bukan terjadi kemarin saja tapi sudah sering terjadi dalam kurun beberapa tahun sebelumnya.
Ada semacam tradisi dendam kesumat antara Menteng Tenggulun dan Manggarai. Masalah kecil saja antara salah satu seorang masing-masing warga masyarakat di situ ada yang tersinggung, lantas jadi pertentangan antarwarga.
Dilatari berbagai motif, warga di kawasan tersebut seperti memiliki sinyal yang mereka ketahui jika nantinya terjadi tawuran.
Untuk mengantisipasi dan merendam, hingga Kamis malam, 5 September, Polres Metro Jakarta Selatan masih melakukan pengamanan di lokasi kejadian dengan memperkuat personel penjagaan.
Bahkan didirikan posko pantau terpadu yang melibatkan anggota dari Polres Metro Jakarta Selatan, sejumlah Polsek, Koramil dan juga unsur muspida. "Total ada 100 personel yang disiagakan," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Polisi Bastomi Purnama.
Menurut Ketua RW 05 Manggarai Isnu Dwi Haryanto, sinyal tawuran kerap ditandai dengan pesan berantai dan letusan suar.
Dalam sepekan ini sudah tiga kali peristiwa tawuran terjadi. Pertama pada Senin 2 September, menjelang Maghrib, Selasa 3 September dini hari dan puncaknya Rabu sore 4 September. "Selalu ditandai dengan pesan berantai dan letusan suar," kata dia.
Lima jam menjelang tawuran berlangsung di atas jembatan rel kereta Jalan Tambak, Rabu sekitar pukul 17.00 WIB, jajaran Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) setempat telah menerima pesan berantai melalui WhatsApp.
Isinya, "'Akan terjadi penyerangan jam 5". "Saya membaca pesan itu dari salah satu warga yang ikut terlibat tawuran jam 13.00 WIB," kata dia.
Tujuan dari letusan suar (kembang api) dan dorlok (senapan buru dengan peluru gotri) adalah untuk memancing kedatangan lawan. Suara letusan itu berasal dari warga Tenggulun Menteng untuk memancing kedatangan massa dari warga RW 05, RW 06 dan RW 12 Manggarai.
Di sisi lain, Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Utama BNN Kombes Polisi Sulistyo Pudjo mengemukakan kecil kemungkinan pengedar narkoba merekayasa tawuran sebagai modus untuk mengelabui aparat.
"BNN perlu melihat dasar dari itu, apakah ada penelitian atau tidak. Bisa juga orang mengelabui masuknya narkoba melalui pintu masuk, bukan di kampung, tapi pantai atau pelabuhan. Pintu-pintu besar," kata dia.
Modus pengedar mengelabui aparat dengan merekayasa kejadian tawuran antarwarga seperti yang kerap terjadi di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, belum dikaji secara kualitatif maupun kuantitatif. Pihaknya sampai saat ini belum melihat hasil kajian terhadap upaya pelaku pengedar narkoba merekayasa kejadian tawuran untuk kepentingan bisnis narkoba.
Sebab, pasar narkoba dengan konsumen di lingkungan perkampungan hanya melibatkan barang bukti berskala kecil.
"Kalau kecil-kecil (narkoba) masuk sekampung, paling masuk segram, sepuluh gram, satu ons dan lainnya. Kemudian mereka merekayasa perkelahian antarkampung, secara penelitian kita belum melihat ke sana," katanya.
Namun Sulistyo membenarkan bahwa pelaku tawuran lekat dengan konsumen penyalahgunaan narkoba, khususnya jenis narkoba yang mengandung analgesik penghilang rasa sakit.
Peristiwa tawuran Manggarai seolah membangunkan kembali kesadaran aparat pemerintahan setempat untuk lebih menjaga keamanan.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan kini makin mengaktifkan dan memanfaatkan anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) sebanyak 560 personel untuk mencegah tawuran antarwarga.
Tak hanya itu, Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Jaksel) pun telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk mengetahui penyebab tawuran dan menangkap pelaku serta provokator.
"Di lokasi saat ini juga telah terpasang CCTV sehingga saya berharap jika ada bukti yang melakukan provokasi bisa diketahui agar ada efek jera," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jaksel Matsani.
Entah sampai kapan masalah yang sudah bertahun-tahun itu akan berakhir dan sirna sama sekali. Seluruh daya dan upaya pemerintah berserta pihak terkait diyakini akan dikerahkan untuk mencegah dan mengantisipasi agar tawuran antarwarga tidak terjadi lagi.
Di sisi lain, suatu peristiwa yang berulang dan berulang terus pasti ada penyebabnya. Karena itu, tampaknya perlu mencari akar masalahnya dan tentu saja menindak tegas provokatornya. (an/ar)
Advertisement