Tausiyah Pagi: Renungan tentang Kebencian
Media sosial telah menjadi bagian percepatan informasi. Sayangnya, justru dari media sosial itulah menjadikan masyarakat semakin tegang. Apalagi, berkembangnya berita bohong (hoaks), menjadikan suatu persoalan kecil bisa menjadi mengalami pembesaran.
KH Husein Muhammad mencoba memberikan renungan kecil dalam kondisi masyarakat kita, khususnya umat Islam, akhir-akhir ini:
Dalam kesendirian yang galau, seorang teman bertanya. Mengapa ada kebencian begitu parah?. Aku menjawab sekenanya.
Kebencian seseorang atau sekelompok orang terhadap yang lain, lebih terkait dengan pola pikir negatif yang melekat dalam diri. Dia/mereka memandang segala hal pada yang lain dari sudut keburukan dan ancaman yang berbahaya bagi eksistensi dirinya. Dia/mereka terus berusaha mencari kesempatan untuk menjatuhkan reputasi, nama baik dan karakter yang lain dengan segala cara dan dalam berbagai kesempatan.
Hari-hari pembenci diliputi oleh rasa cemas dan takut. Bayangan yang lain selalu menghantui dirinya. Akal sehat tumpul, tak bisa berpikir jernih dan tajam, karena emosi mendahului dan menguasai dirinya.
Sesungguhnya pembenci itu hidupnya tak tenang, gelisah dan menderita.
Mereka yang marah adalah mereka yang kalah.
Bahasa
Aku ingin menuliskannya lagi di sini, kata-kata sang Darwish pengembara, Syamsi Tabrizi, dalam 40 Kaedah Cinta:
ينبع معظم مشاكل العالم من أخطاء لغوية ومن سوء فهم بسيط. لا تأخذ الكلمات بمعناها الظاهري مطلقًا. وعندما تلج دائرة الحب، تكون اللغة التي نعرفها قد عفى عليها الزمن، فالشيء الذي لا يمكن التعبير عنه بكلمات، لا يمكن إدراكه إلا بالصمت.
"Kebanyakan problem di dunia ini berasal dari kesalahan (memahami) bahasa dan kesalahpahaman yang sederhana. Jangan sekali-kali mengambil makna literal dari suatu kalimat. Ketika kau mulai menginjak domain cinta, bahasa yang kita pahami menjadi usang. Hal-hal yang tak dapat diungkap melalui kata-kata hanya dapat dipahami melalui keheningan".
03.12.19
HM