Tauhid Sosial Ramadan
Oleh: Fathorrahman Fadli
Andai saja ayat-ayat Ramadan yang tersaji dalam surat-surat Al-Quran itu kehilangan satu kata, rasa-rasanya bisa dipastikan akan sedikit sekali orang yang akan berpuasa. Apakah gerangan satu kata penting itu kisanak?
Andai saja ayat-ayat itu kehilangan satu kata, maka bisa dipastikan akan sedikit sekali orang berlomba untuk bersedekah guna mendulang pahala yang berlimpah di bulan Ramadhan. Apakah gerangan satu kata penting itu kisanak?
Andai kalimat-kalimat perintah puasa dalam Quran itu kehilangan satu kata, maka saya yakin akan sedikit sekali orang-orang Muslim di negeri ini yang mendadak sholeh, mendadak Ustad, memenuhi masjid-masjid, musala-musala, surau-surau, maupun langgar-langgar itu. Apakah gerangan satu kata penting itu kisanak?
Andai kata perintah berpuasa dalam bulan Ramadhan itu kehilangan satu kata, maka saya ragu, kaum yang menyebut dirinya muslim itu akan bangun dipagi buta hanya untuk makan sahur. Lalu sholat subuh berjamaah bermunajad kepada Allah Robbul Izzati. Meminta ampun kepada Allah atas dosa-dosa atas kepalsuan-kepalsuan yang telah mereka lakukan. Atas intrik-intrik yang mereka gerakkan dengan lupa bahwa itu berdosa. Atas maksiat dan mungkarat yang telah berasyik masuk mengikuti langkah-langkah setan ditengah alpa sebagai manusia yang lemah imannya.
Lalu kita pantas bertanya sekali lagi, Apakah gerangan satu kata penting itu kisanak?
Seorang Mufassir Quran yang masyhur abad ini, Muhammad Asad mengajukan satu kata sebagai pendorong orang-orang muslim itu menjadi tiba-tiba baik secara mendesak dan berjamaah. Kata itu berasal dari 3 huruf yaitu Kaf, Ta Ba ~atau Kutiba. Secara leksikal kata Kutiba itu bermakna diwajibkan. Saya laku berpikir, andai saja kata diwajibkan itu Allah ganti dengan disunnahkan kepadamu apa yang kira-kira akan terjadi dibulan Ramadhan? Andai kata diwajibkan itu Allah ganti dengan istilah dimubahkan kepadamu, apa yang akan terjadi di bulan Ramadhan?
Apalagi jika Allah ganti kata Kutiba itu dengan kata diharamkan kepadamu, maka Anda tentu akan menghindarinya, bukan?
Tauhid Sosial
Ramadan, jika ia datang seperti biasanya, maka ia tak lebih dari ceremony belaka. Ramai diawal, renggang ditengah dan sepi di akhir. Lihatlah masjid-masjid kita, lihatlah kesibukan ibu-ibu kita, lihatlah hiruk pikuk pasar-pasar tradisional kita, lihatlah Mall-Mall dan mini market mereka. Betapa ramai di awal puasa.
Umat ini menyumbang ratusan triliun US dollar untuk memuliakan kapitalis berkantong tebal nan menghisap itu. Ramadhan dari hari ke hari tidak mampu menggerakkan kesadaran umat Islam untuk bangkit dari sejumlah keterpurukan yang mendera diri mereka sendiri.
Ramadhan dari tahun ke tahun tidak mampu menggerakkan orang Islam itu untuk beranjak bangun dari tidur panjangnya. Mereka masih tetap menjadi konsumen nomer wahid di seluruh dunia. Padahal di depan matanya, jelas dan terang benar bahwa di bulan Ramadhan ada peningkatan belanja yang luar biasa besar. Tapi Ramadhan tidak pernah menggerakkan muslimin untuk membangun "Moslem Industrial Park" yang dikelola secara modern. Dengan tata kelola atau manajemen industrial yang mutakhir atau canggih. Umat ini masih terbirit-birit mengurusi tabrakan-tabrakan tafsir atas figih-figih yang menyesakkan dada. Beberapa ustad diantara hanya sebagai penyebar kebencian atas kelompok umat yang lain. Mereka asyik berantem dalam satu karung goni kebodohannya sendiri.
Ramadhan dari tahun ke tahun tidak mampu menggerakkan pikiran umat Islam untuk beranjak dari konsumen menjadi produsen. Mereka pasar yang sangat besar sekaligus bodoh.
Besar karena itu punya daya serap konsumsi yang sangat tinggi. Bodoh; karena seharusnya merekalah pemilik industri sejumlah bahan pokok yang mereka konsumsi setiap hari.
Akhirnya, mereka tak lebih adalah kerumunan umat yang tak berdaya, tidak cerdas, berfikir praktis nan pendek, dan hanya menjadi hamba-hamba kaum kapitalis.
Umat Islam adalah penyumbang utama pengisi pundi-pundi kekayaan kaum kapitalis itu. Mereka memperdaya Umat dengan sejumlah kemudahan mengakses sejumlah kebutuhan pokok dan kebutuhan hidup lainnya. Lalu isi dompet mereka mengalir secara sistematis dengan perasaan suka cita.
Produksi dan distribusi
Ada baiknya dalam Ramadhan kali ini, kita kembali belajar bagaimana cara berproduksi dan merebut kembali jalur distribusi sejumlah kebutuhan pokok Umat. Berfikirlah bahwa ketika emak-emak dan ibu-ibu kita, juga para mahmud (mamah muda) ribut soal langkanya minyak goreng, dunia pun goncang. Tahu goreng, tempe goreng, pisang goreng, ketela goreng, roti goreng, ikan goreng, bakwan goreng, bawang goreng, kacang goreng, tape goreng, lenyap seketika dari dapur umat. Emak-emak itu pun turun jalan untuk demonstrasi.
Apakah masalahnya selesai? Ternyata tidak. Yang menang tetapkan kaum kapitalis itu. Mereka penentu harga dipasaran. Mengapa? Merekalah penguasa Market Share bisnis minyak goreng ditanah air kita. Oleh karena itu mereka pula Market Leadernya. Artinya seluruh perputaran dan standard pricing sejumlah komoditas utama umat itu ada dalam tangan mereka. Lalu umat pun ikut dan manut dengan perasaan tidak berdaya. Apalagi negaranya yang makin rapuh moralitas dan integritas pelaksananya, hanya menjadi boneka dungu nan menyebalkan.
Anyway adalah suatu keharusan bagi umat Islam untuk berfikir menjadikan Ramadhan tahun ini sebagai iktibar untuk melakukan transformasi keyakinan kita pada Allah kedalam praktis sosial ekonomi yang sangat nyata dihadapi oleh umat sehari-hari. Jika tidak, maka Ramadhan yang datang hari ini adalah sama dengan hari-hari yang lalu.
*) Finance Director PT Insan Cita Mandiri Sejahtera.
Advertisement