Tauhid pun Berdimensi Kemanusiaan, Bukan Sekadar Keyakinan
Ajaran inti Islam adalah mengesakan Allah Subhanahu wa-ta'ala (SWT). Itulah ajaran Tauhid dalam Islam.
Tapi benarkah Tauhid hanyalah berdimen pada ritual atau keyakinan semata? Atau ada dimensi lain?
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan, Tauhid yang dipahami Muhammadiyah tidak hanya bersifat ontologis, tapi juga menyentuh level aksiologis. Bukan hanya doktrin vertikal antara seorang hamba dengan Allah, melainkan juga tuntunan horizontal antara manusia dengan manusia lainnya.
Dengan pemahaman seperti ini, tauhid menempati posisi sentral dalam pendalaman spiritual sekaligus menjadi jalan keluar bagi setiap masalah-malasah kehidupan.
“Tauhid kita bukan hanya tauhid yang berdimensi ilahiyah saja tetapi juga memiliki dimensi insaniyah yang kuat. (tauhid) Ini menjadi pilar utama dari Islam sebagai dinul hadharah. Ini hal yang sangat fundamental,” ujarnya.
Nilai Paling Luhur
Sebagai nilai paling luhur, tauhid memiliki turunan berupa akhlak. Perwujudan nyata dari akhlak adalah terciptanya keadaban publik. Menurut Haedar, ketika keadaban publik telah menjadi realitas bersama maka hubungan antar manusia menjadi inklusif, moderat, dan toleran. Nabi pun banyak memberikan contoh bahwa dimensi akhlak tidak hanya persoalan baik dan buruk secara personal tapi harus teraktualisasikan menjadi etika kehidupan sosial.
“Dalam perspektif Islam Berkemajuan, akhlak harus diwujudkan menjadi keadaban publik. Kenapa? karena ketika akhlak menjadi keadaban publik ini akan menjadi inklusif dan bisa menjadi milik semua orang sebagai wujud rahmatan lil alamin,” terang Haedar, dalam acara pembukaan Musyawarah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur pada Sabtu 27 Agustgus 2022.
Turunan lain dari nilai luhur tauhid adalah aspek muamalah duniawiyah. Bagi Haedar, kehadiran alam usaha Muhammadiyah di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, dan sosial merupakan manifestasi dari Islam sebagai agama amal. Pemikiran seperti ini tidak lain berkat pemikiran jenius KH. Ahmad Dahlan yang memandang bahwa agama harus hadir dan menjadi solusi dalam setiap permasalahan sosial.
“Amal usaha adalah manifestasi dari Islam sebagai dinul amal. Saya pikir KH Ahmad Dahlan mengajarkan Al Maun dan al-Ashar sampai delapan bulan merupakan tongkat alat Kiai Dahlan membangunn perspektif muamalat duniawiyah yang jangka panjang di mana jiwa Islam selalu hadir menjadi solusi terhadap peradaban,” ujar Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.