Taufiq Ismail, Sastra Memperkuat Dakwah
Taufiq Abdul Ghofar Ismail, demikian penyair yang kerap menangis ketika membacakan puisinya. Ia kemudian dikenal dengan nama Taufiq Ismail, penulis buku puisi legendaris berjudul "Tiran dan Benteng" yang merekam ketertindasan rakyat di zaman rezim Sukarno, sebelum ditumbangkan.
Sebagaimana ayahadanya, Abdul Ghofar Ismail, tokoh gaek Masyumi yang tinggal di Pekalongan. Taufiq Ismail termasuk di antara keluarga Persyarikatan Muhammadiyah.
Menurut Taufiq Ismail, sebagai organisasi dakwah Muhammadiyah menggunakan banyak metode untuk menyukseskan agenda dakwah tersebut, tidak terkecuali melalui karya sastra. Dewasa ini, sastra mengalami perkembangan yang unik.
Taufiq Ismail, melayani wawancara singkat dengan reporter muhammadiyah.or.id, saat ia berkunjung ke Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, belum lama ini.
Pesona Sastra Tak Pudar
Pria kelahiran 25 Juni 1935 ini mengatakan, pesona sastra tidak akan pudar dan berkembang sesuai dengan zamannya. Di tangan generasi milenial, sastra masih terlihat menarik melalui dipadukannya dengan teknologi digital, dan itu menjadi karya sastra yang unik dan menarik.
“Dari segi kreativitas, dari segi kemampuan untuk menulis dan lain sebagainya itu sangat menggembirakan," ujarnya.
Terkait dengan dakwah yang dijalankan oleh Muhammadiyah, penghargaan Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977) ini mengapresiasi atas capaian-capaian yang telah ditorehkan. Menurutnya, program kebangsaan dan keumatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah berjalan baik.
“Alhamdulillah organisasi kita Muhammadiyah berkembang dengan baik, dan artinya program-program yang selama ini direncanakan berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah melalui sastra menurutnya perlu untuk diakselerasi lagi, agar tidak tertinggal dari yang lain. Penguatan dakwah melalui sastra akan menguatkan pengetahuan dan muatan-muatan kemuhammadiyah akan semakin lekat dan mudah diingat. Melalui penguatan kemuhammadiyah yang memiliki pandangan moderat dalam konteks pembangunan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diharapkan menjadi benteng tangguh dalam menghalau paham-paham yang dikhawatirkan merusak kesatuan.
Taufiq Ismail berpesan kepada generasi muda Muhammadiyah untuk memahami secara mendalam esensi dari bermuhammadiyah, sebab dalam pandangannya, saat ini dengan banyaknya ideologi anti tuhan dan agama yang berkembang akan menjadi ancaman tersendiri bagi Muhammadiyah dan NKRI.
“Saya berharap Muhammadiyah waspada terhadap ini dan kemudian siap untuk menghadapi mereka,” sambung Taufiq.
Ke depan dakwah melalui sastra untuk kembali diperkuat, dengan tidak mengesampingkan perubahan zaman. Muhammadiyah harus lebih banyak melahirkan sastrawan-sastrawan mudah yang memiliki keseimbangan kemampuan dalam tulisan, serta memiliki semangat dakwah yang kuat.
“Insyaa Allah dengan karya-karya yang ditulis itu tercapai maksud dari dakwah kita,” tutur Taufiq Ismail.
Advertisement