Tasawuf Pandemi Virus
Pandemi virus korona di tahun 2020 ini direspon dengan berbagai bentuk usaha. Pemerintah berupaya membuat kebijakan sebaik dan seefektif mungkin, terutama untuk kesehatan, ekonomi, sosial, dan keamanan.
Para dokter dan tenaga kesehatan berjibaku, bekerja, dan berjiwa mulia menolong penderita terinfeksi virus korona dengan segala resiko yang dihadapinya. Para pendidik berusaha menemukan metode pembelajaran terbaik agar peserta didik mudah melakukan proses belajar di rumah. Profesi lain, sama. Berusaha di bidangnya masing-masing dalam suasana kedaruratan bahkan keterbatasan. Biaya, sarana prasarana, waktu, dan sebagainya tidak tersedia seperti sedia kala.
Semua bekerja keras sesuai kapasitas dan wewenangnya. Tapi dalam hingar bingar kehidupan dan pemberitaan ini, jarang terdengar ada usaha lain. "Transcendental Effort". Terkait spiritual. Atau, media memang enggan mengeksposnya? Sebenarnya itu adalah ikhtiar teramat dan sangat mulia. Suatu urusan yang menyerahkan semua ikhtiar, kerja keras dan cerdas, serta segala doa kepada Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta, Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Entah mengapa orang tak berhasrat membahasnya.
Ikhtiar transendental itu adalah tasawuf. Ada banyak maksud terkandung dalam kata itu. Secara historis, istilah tasawuf bermakna kesetiaan dan pengorbanan demi sebuah keyakinan dan kehormatan. Para sahabat nabi berkorban. Setia ikut Nabi Muhammad Saw berhijrah dari Mekkah ke Madinah dalam suasana mencekam, takut, haru, dan bahkan tangis. Mereka taat, patuh, setia, dan yakin ada kebenaran yang kelak akan didapat,. Tulus ikhlas meninggalkan segala aset keduniaannya di Mekkah. Berkorban demi sebuah kepastian.
Tasawuf juga menggambarkan aura positif jiwa dan raga . Jiwa yang tak ragu lagi untuk dikorbankan kala ada yang berduka atau bencana. Dicurahkan harta benda material untuk sebuah kemaslahatan hidup ummat manusia di muka bumi ini. Inilah sebuah makna tasawuf yang indah.
Juga ada makna lain dari tasawuf baik secara tersirat maupun tersurat. Semua dapat dipelajari dari berbagai kitab serta dalam konteks kehidupan manusia yang dinamis. Namun, ada satu makna tasawuf yang sangat menyentuh. Dilihat dari dimensi linguistik. Makna tasawuf merujuk pada attitude atau sikap dan mental. Setiap orang yang sedang "bertasawuf" senantiasa merawat atau merumuskan strategi maintenance terhadap kesucian dirinya. Menghindari segala keburukan yang merugikan dan menimbulkan dosa. Beribadah secara lisan, raga atau fisik, serta ibadah segenap jiwa, hati atau kalbu.
Sudahkah kita bertasawuf kala pandemi virus korona ini yang siapa pun tak pernah bisa tahu kapan akan berakhir? Mungkin sebagian kita sudah merasa bekerja keras, berfikir cerdas, berkontribusi nyata sesuai kemampuan. Atau bahkan sudah berdoa. Mendoakan siapa pun khususnya bagi penderita baik yang masih dirawat atau yang sudah meninggal. Juga doa untuk para dokter dan tenaga medis yang tulus ikhlas berada di garis depan perawatan. Juga doa buat bapak-bapak polisi dan tentara di garda paling depan demi menjaga keamanan dan keselamatan. Juga berdoa kepada siapa saja yang membutuhkan.
Sudahkah hati ini terpelihara untuk tidak ada niatan paling dalam membuat keresahan orang lain? Jangan lupa, apakah lisan ini juga sudah tertahan untuk tak bersilat lidah tiada ujung dan kadang bagai sembilu tajam mengiris perasaan hati orang lain? Sudahkah perbuatan kita kontributif dan konstruktif bagi masyarakat, bangsa dan negara atau bahkan dunia?
Saya dengar, para mahasiswa sudah tak sabar lagi menunggu kampus segera dibuka agar dapat belajar, konsultasi, atau apa saja kegiatan seperti kala normal. Ada pula yang mengeluh karena pendapatan atau rejekinya berkurang. Ada pula yang "menunggu" waktu, sambil membuat action plan. Berancang setelah pandemi virus ini berakhir segera tancap gas dengan segala pencapain target tujuan dan sasaran.
Ada pula yang kian merasa dekat dengan istri atau suami masing-masing beserta putra dan putri di rumah yang selama ini tampak dekat namun sesungguhnya ternyata teramat jauh.
Benar, itu semuanya manusiawi.
Namun, ada pula yang bertafakur. Merenung. Siapa sesungguhnya diri ini? Apakah betul bahwa selama ini benar-benar telah "beribadah" untuk wujudkan visi Tuhan kala Dia menciptakan jin dan manusia? Akankah diri ini sudah dan akan lebih baik lagi dalam segala hal kehidupan duniawi yang fana sebagai persiapan kelak dalam kehidupan akhirat yang abadi?
Kita bebas memilih dalam berfikir, bersikap, dan berperilaku sebagai respon terhadap fenomena pandemi virus saat ini. Namun harus tetap diingat, semua keputusan ada di tangan Allah, Tuhan Yang Kuasa.
Alangkah indah dilihat saat pemerintah bertasawuf. Dokter tenaga kesehatan. Pendidik. Bapak polisi dan tentara. Pebisnis. Pedagang kecil. Rakyat kebanyakan.
Saya mengajak diri saya bertasawuf. Siapa tahu anda juga berhasrat.
*) Jusuf Irianto adalah guru besar Universitas Airlangga