Tas dan Sepatu Kulit Lee Choir, Produk Lokal Kualitas Jempol
Alunan mesin jahit bersahutan dengan sayup musik dangdut yang mengudara dari sebuah radio tua. Sementara, seorang laki-laki nampak serius menggarap puluhan kulit sapi,--yang dijahitnya perlahan. Pemandangan ini lazim ditemui kala singgah ke pabrik tas dan sepatu milik M. Roni Yudianto di Perum Griya Wisata, Blok C No 6, Kendensari, Tanggulangin, Sidoarjo.
Pabrik yang telah dirintis sejak 1979 dengan label Lee Choir Collection ini telah merasakan jatuh bangunnya dunia usaha. Melampaui krisis moneter pada 1997 hingga menghadapi masa ekonomi fluktuatif, membuat Roni makin kebal dengan kegagalan.
Dulu, sebelum krisis moneter melanda, Roni sempat memiliki 150 karyawan. Namun kini, hanya tersisa 15 karyawan tetap untuk pengerjaan berbagai olahan kulit sapi seperti sepatu, tas, sabuk, dompet hingga jaket kulit.
Pria yang menjadi pengusaha sejak kelas 5 Sekolah Dasar ini mengaku telah menyiapkan berbagai opsi untuk menghadapi kegagalan yang akan dia alami.
"Dari dulu, sesekali saya memilih untuk tidur teras, kadang juga tidur pos kamling hingga alun-alun. Ini sebagai antisipasi jika nanti saya gagal dan sudah siap jadi gelandangan," ujarnya sembari meneguk secangkir kopi susu.
Roni pun meniti karirnya mulai dari nol, yakni dengan belajar melalui orang lain sebagai pekerja di pabrik sepatu. Di sana, dia belajar dari awal. Mulai dari membuat pola, memotong, menjahit, hingga menghasilkan sepatu.
Kala itu, dia hanya menerima upah sebesar Rp. 18.000 setiap hari. Meskipun demikian, ia melakoni pekerjaan ini dengan suka cita dan penuh keikhlasan. Dalam hati, dirinya memiliki tekad yang kuat untuk menjadi bos sepatu suatu saat nanti.
"Merintisnya saya mulai dari nol, belajar menjahit ikut orang, sampai jadi tukang. Saya coba lakukan seperti itu demi belajar sambil melihat pasar. Karena kita modal kan tidak tersedia, istilahnya masih pas-pasan untuk dapat uang," katanya.
Kini usaha Roni semakin maju. Hal ini terlihat dari permintaan pasar yang begitu besar di Jakarta. "Ibaratnya barang kita seperti kacang goreng kalau disana," ujarnya kala mengibaratkan penjualan yang laris manis.
Dia menilai, konsumen di Ibu Kota memiliki kecerdasan dalam melihat kualitas sebuah barang. Di sana, kebanyakan konsumennya tidak terlalu peduli dengan harga yang tinggi, namun mementingkan kualitas yang utama.
Guna menarik minat konsumennya, Roni juga menawarkan garansi yang bombastis, yakni garansi selama tas tersebut digunakan. Justru hal ini tak membuatnya merugi lantaran dia percaya kualitas tasnya yang memang bagus.
"Tak perlu khawatir, tas yang saya produksi ini sudah terjamin kualitasnya, saya berani memberikan garansi selama tas itu masih digunakan," sambungnya sambil menegaskan kualitas tasnya.
Garansi yang diberikannya itu cukup terbilang nekat, lantaran merk tas lain yang terkenal sekalipun hanya berani memberikan garansi satu tahun. Meski begitu, hingga kini, Roni belum menemui keluhan konsumennya yang mengembalikan tas akibat terjadi kerusakan. Meski usaha yang digeluti Roni telah merambah ke pasar nasional. Dia mengaku ingin mengembangkan usahanya ke ranah internasional. Namun, hingga kini dirinya masih menggeluti pasar Indonesia lantaran memiliki tipe konsumen yang gemuk.
"Jadi masih fokus di dalam negeri, justru pengusaha luar negeri ingin masuk di indonesia. Karena konsumen Indonesia ini gemuk, tak gampang puas untuk berbelanja dan akan terus membeli produk keluaran terbaru," paparnya.
Dalam sebulan, Roni mengaku dapat memproduksi 100 kodi sepatu dan 1000 buah tas. Selain memiliki dua galeri di area Pasar Wisata Tanggulangin, pemasaran produk buatannya juga dilakukan secara online melalui media sosial. Dia menggunakan Instagram dengan nama pengguna @zummabags untuk merambah pasar yang lebih luas, juga mengikuti tren perkembangan zaman.
"Dalam jumlah itu tak semua produk kita dipasarkan di online. Hanya tas yang kami pasarkan online. Sepatu tidak kita pilih online, sebab tanpa jual di online barang sudah tidak dikembalikan," ucap Roni.
Menjadi UKM Binaan Semen Gresik
Berkembangnya bisnis tas dan sepatu kulitnya, Roni mengatakan semua ini tak lepas dari bantuan Semen Indonesia. Dia menilai peran Semen Indonesia yang memberikan pinjaman modal, membantunya terus melanjutkan usahanya di bidang kerajinan khas Tanggulangin. Meski tak menyebutkan jumlah pinjaman modal, Roni mengaku bantuan yang diberikan selama ini sudah sangat membantu bisnisnya.
Tak hanya mendapatkan pinjaman modal, Semen Indonesia juga rutin mengajak UKM binaanya untuk mengikuti pelatihan dan pameran yang sudah terjadwal. Dengan adanya kegiatan seperti itu, menurut Roni sangat membantu, karena dapat meningkatkan promosi usaha yang tengah dikembangkannya.
"Jadi binaan itu dengan syarat diberikan bantuan pinjaman. Kemudian kita difasilitasi pameran pelatihan. Dari situ kita mengerti, hal itu sangat berpengaruh bagi produktifitas usaha kita," lanjutnya.
Kendati demikian, Roni berharap ke depannya akan ada inovasi yang membuat produknya bisa berkembang lebih luas lagi.
"Mungkin ke depan ada tambahan modal lagi, jadi kita dapat meningkatkan produksi kita dan mendapatkan hasil yang lebih banyak lagi," katanya.
Tidak takut Ancaman Produk China
Tak dapat dipungkiri, produk Cina kini memang telah merajai industri perdagangan Indonesia. Namun hal itu tak membuat langkah Roni goyah. Meski awalnya dia pernah terpengaruh dengan mengikuti arus pasar produk China. Dia pun akhirnya sadar, meniru China hanya membuat langkahnya lebih rumit hingga berdarah-darah.
Kini, Roni pun tak gentar dengan ancaman pasar Cina yang banyak masuk ke negerinya. Menurutnya, semua memiliki segmentasi pasar yang berbeda-beda, jadi dia tak perlu khawatir.
"Awalnya kita terpengaruh dengan China, tapi setelah dipikir-pikir tak boleh kita pengusaha masuk dalam arus itu. Saya yakin segmentasi kita berbeda," kata pria yang telah memasuki usia kepala tiga ini.
Roni juga mengaku, sekarang dia menganggap produk China sebagai kompetitor. Baginya, kompetitor ini sangat penting guna membuat pelaku usaha jadi lebih kreatif.
Tak hanya itu, menurut Roni, barang yang diproduksi Cina tak memiliki kualitas yang bagus. Justru dia berani membandingkan kualitas barang buatannya dengan barang Cina. Misalnya produk Cina biasanya menggunakan bahan kulit sapi yang tidak murni.
"Contohnya saja, kita disajikan produk Cina dengan bahan sama kulit sapi, tapi China memberikannya tidak murni kulit. Jadi konsumen saat ini harus cerdas memilah mana asli mana yang tidak," tegasnya. (hrs)
Advertisement