Taring Buaya itu Bernama David da Silva
Persebaya tampaknya belum bisa menghilangkan ketergantungannya pada David da Silva. Faktanya, ketika striker asal Brasil ini absen, Persebaya seakan tampil tanpa taring. Ya, ibarat buaya, kehilangan David membuat gigi sang penguasa rawa ini tak lagi mampu menghancurkan daging mangsanya.
Laga kontra Borneo FC di pekan ke-25 Liga 1 2018 salah satu buktinya. Hingga laga bubar, tim berjulukan Bajul Ijo tak mampu membobol gawang tim berjulukan Pesut Etam.
Padahal, tim besutan Djajang Nurdjaman itu jauh lebih dominan dibanding sang tamu. Dari catatan statistik, Persebaya melakukan total tembakan percobaan sebanyak 13 kali berbanding 2 milik Borneo FC.
Namun soal efektivitas, Borneo FC lebih baik. Hanya melakukan dua kali tembakan sepanjang laga, satu shooting menghasilkan gol, dan satu lagi off target. Sementara dari 13 tembakan yang dilakukan para pemain Persebaya, 10 kali meleset, 3 mengarah ke gawang tapi masih bisa diamankan penjaga gawang Borneo FC.
Tak hanya unggul dalam percobaan tembakan, penguasaan bola Persebaya jauh melampaui Borneo FC. Jika penguasaan bola Persebaya mencapai 68 persen, Borneo FC hanya 32 persen.
Memang di sepak bola mengenal anomali. Tim yang bermain lebih baik terkadang tak berbanding lurus dengan capaiannya. Sementara tim yang lebih banyak ditekan justru memenangi pertandingan.
Hanya saja untuk kasus Persebaya, bisa dipastikan ketergantungan terhadap David masih menjadi penyebabnya. Fakta itu tampak di setiap David absen membela Bajul Ijo.
Ketergantungan ini juga pernah diungkapkan mantan pelatih Persebaya asal Argentina, Angel Alfredo Vera, pada putaran pertama lalu. Tampaknya, sampai saat ini Persebaya belum bisa menemukan solusinya.
Betapa tidak, setiap David absen, siapa pun yang diturunkan Bajul Ijo lebih sering gagal menjaringkan bola ke gawang lawan. sama halnya di pertandingan ini, dimana Djanur menurunkan tiga pemain bertipikal menyerang sekaligus pada diri Rishadi Fauzi, Ricky Kayame, dan Osvaldo Haay. Ironisnya, ketiga pemain itu hanya sebatas memberi ancaman, tidak lebih.
Siapa yang Salah?
Perbedaan kualitas antara David dengan ketiga pemain itu tampaknya sangat timpang. Lantas siapa yang patut disalahkan atas kondisi Persebaya saat ini?
Mungkin skill David yang terlalu tinggi hingga pemain lain sulit menyamai level permainannya. Atau justru Rishadi, Ricky, Osvaldo, dan Ferinando Pahabol yang jauh di bawah David.
Yang pasti, persoalan ini sebetulnya sudah diketahui sejak putaran pertama lalu. Namun entah apa yang menjadi pertimbangan manajemen Persebaya tak mendatangkan striker berkualitas, minimal sepadan dengan David, pada bursa transfer kedua lalu.
Ya, alih-alih melakukan rekrutmen striker anyar, manajemen memilih mempertahankan ketiga pemain yang selama putaran pertama lalu kontribusinya cukup minim.
Dari keempat striker pengganti yang dimiliki Persebaya, Rishadi menjadi pengoleksi gol terbanyak dengan 3 gol, Osvaldo Haay 2 gol, Ricky Kayame 1 gol, Ferinando Pahabol 1 gol.
Namun jika dilihat dari jumlah pertandingannya (17 laga), wajar bila Rishadi mengumpulkan gol lebih banyak ketimbang dua striker penghangat bangku cadangan lainnya, Ricky (11 laga), Osvaldo (14 laga). Satu-satunya yang memiliki jumlah pertandingan sama banyaknya hanya Pahabol (1 gol).
Saat ini nasi sudah menjadi bubur. Bursa transfer sudah ditutup. Beban itu kini ada di pundak Djanur. Pelatih asal Majalengka ini wajib memaksimalkan stok yang ada agar Persebaya selamat dari zona degradasi. (Nas)