Tarif Belum Naik, Operator Kapal Kesulitan Bayar Gaji Karyawan
Gabungan pengusaha angkutan sungai dan penyeberangan (Gapasdap) kembali mengeluhkan tertundanya penyesuaian tarif angkutan penyeberangan yang hingga saat ini belum ada kejelasan. Padahal, pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Dirjen Perhubungan Darat sudah melakukan sosialisasi di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi pada 6 Maret 2020 lalu. Gapasdap menyebut banyak perusahaan angkutan penyeberangan yang kesulitan membayar gaji karyawannya
Ketua DPD Gapasdap Provinsi Jawa Timur, Sunaryo, menyatakan, Gapasdap menyadari saat ini Indonesia sedang prihatin dengan wabah Covid-19. Gapasdap siap bersama Pemerintah memerangi wabah Covid-19. Namun di sisi lain, menurutnya pengusaha angkutan penyeberangan saat ini merasakan keprihatinan atas berlarut-larutnya proses penyesuaian tarif tersebut.
"Saat ini tarif angkutan penyeberangan di Indonesia telah mengalami ketertinggalan sebesar 30-50 persen dari biaya operasional,” kata Sunaryo yang didampingi Ketua DPC Gapasdap Banyuwangi Putu Widiana, Jumat, 20 Maret 2020.
Perhitungan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan menurutnya telah dilakukan Pemerintah dalam hal ini Kemenhub dan diketahui oleh Kemenko Maritim dan Investasi bersama Gapasdap dan PT ASDP.
"Kenaikan tarif di industri penyeberangan adalah suatu keharusan mengingat beberapa biaya terus meningkat setiap tahunnya," tegasnya.
Dia menyebut, melemahnya nilai tukar Rupiah menyebabkan kenaikan biaya spare part dan biaya perawatan kapal. Karena mayoritas komponen kapal menggunakan barang impor. Biaya lainnya, seperti kenaikan UMR dengan besaran antara 8-10 persen meningkatnya. Aturan sertifikasi ABK yang menyebabkan kenaikan biaya SDM, naiknya biaya pengedokan dan masih tingginya bunga bank di sektor maritim.
"Bertambahnya aturan-aturan pemerintah berupa sertifikasi menyebabkan munculnya biaya baru. Selain itu juga ada kenaikan biaya PNBP yang naik sekitar 100-1000 persen semakin memberatkan pengusaha," tegasnya.
Tidak hanya itu, menurutnya iklim angkutan penyeberangan tidak Kondusif. Karena banyak ijin operasi yang dikeluarkan pemerintah, tanpa melihat jumlah dermaga yang ada. Hal ini mengakibatkan utilitas kapal yang beroperasi dibawah 60 persen setiap bulannya.
Sunaryo menambahkan, mengutip pernyataan Ketua Bidang Tarif DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto, proses perhitungan tarif penyeberangan memakan waktu 1,5 tahun. Padahal, pada era sebelumnya hanya butuh waktu beberapa bulan saja. Ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengembangkan sektor maritim.
"Sedangkan untuk mengurus tarif angkutan online saja hanya dibutuhkan waktu beberapa bulan saja dan menjadi perhatian yang serius dari pemerintah," ujar Sunaryo mengutip statemen Rakhmatika Ardianto.
Dia menegaskan, angkutan penyeberangan adalah moda transportasi yang tidak tergantikan. Jika terjadi kegagalan moda tersebut, maka akan terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan pertumbuhan ekonomi daerah. Selama ini di industri penyeberangan telah diregulasi secara ketat oleh pemerintah baik dari sisi tarif, jadwal, demand, peraturan-peraturan, sertifikasi, dan lain sebagainya. Regulasi ini mengakibatkan kesulitan dalam mengoperasikan kapal.
"Saat ini sebagian besar pengusaha sudah tidak mampu membayar gaji karyawannya pada bulan ini dan pemerintah yang bertanggung jawab atas permasalahan tersebut. Pemerintah juga harus bertanggung jawab terhadap keselamatan pelayaran dan kelancaran operasional, karena terjadinya ketidakmampuan perusahaan angkutan penyeberangan," pungkasnya.