Tarhib Ramadhan, Ini Perbedaan Muslim Zaman Now!
"Menyambut Ramadhan ini saya teringat jika saja sebuah perkawinan menjadi sesuatu yang dipastikan sejak dini, lalu kenapa bulan suci yang penuh barokah dan keutamaan ini seringkali terabaikan? "
Ada perbedaan mendasar antara Muslim zaman now dan para sahabat Rasulullah SAW dan salaf saleh. Para sahabat disebutkan dalam berbagai riwayat menyambut Ramadhan dengan penuh harap dan sukacita bahkan berbulan-bulan sebelumnya.
Doa yang paling masyhur yang mereka selalu panjatkan bahkan enam bulan sebelum Ramadhan tiba adalah: Allahumma balligna Ramadhan (ya Allah berikan kesempatan kepada kami untuk memasuki bulan Ramadhan ).
Rasulullah SAW sendiri bahkan mendoakan secara khusus dua bulan sebelum Ramadhan , yaitu Rajab dan Sya’ban. Dan diikuti dengan doa: waballigna Ramadhan !
Sementara kita umumnya tak acuh dengan penyambutan itu. Seringkali kita anggap Ramadhan sebagai sekedar “tradisi tahunan” yang diasambut dengan biasa saja.
Kenapa demikian? Jawabannya adalah karena pemahaman kita dan sahabat tentang “nilai” Ramadhan berbeda. Hanya dengan memahami nilainya, sesuatu itu akan disikapi secara serius.
Jika anda memberikan emas kepada segerombolan sapi maka sapi-sapi itu akan mengacuhkan emas itu. Sebab bagi mereka emas itu tidak punya nilai (value). Tapi jika anda berikan keoada sapi-sapi itu rerumputan, maka mereka akan berebut melahapnya.
Sebaliknya jika anda memberikan rerumputan kepada sekelompok orang , maka rumput itu akan dibiarkan jadi sampah. Tentu karena mereka tidak melihat bagi diri mereka nilai pada rerumputan itu. Tapi jika anda memberikan kepada mereka sekarunh emas, maka mereka pasti akan berebutan untuk mengambilnya.
Itulah perbedaan utama antara para sahabat dan salaf saleh di masa lalu dan umat Islam zaman now. Pemahaman atau bahkan keyakinan terhadap value (nilai) Ramadhan sangatlah beda. Karenanya cara menyikapinya pun sangat berbeda.
Bulan lalu (April 2018) seorang teman warga Bangladesh di kota New York menyampaikan kepada saya sebuah undangan ke perkawinan anaknya. Bahkan saya diminta untuk menjadi penghulu pernikahan anaknya itu. Ketika saya buka undangannya mata Saya tertuju ke tanggal dan bulan tanpa memperhatikan tahunnya.
“Brother, it’s already passed” saya katakan kepadanya sebab di undangan itu tertulis 24 Maret.
“Imam, look at the year”, jawabnya singkat.
Baru saya sadar bahwa undangan itu adalah undangan pernikahan di tanggal 24 Maret 2019. Saya kemudian tanya: “why the invitation now?” (Kenapa undangannya sekarang?). It’s still a long time to go” saya lanjut.
Dia kemudian memegang pundak saya dan berkata: “I know Imam you are so busy. I wanted to make sure that you have that on your calendar”.
Menyambut Ramadhan ini saya teringat jika saja sebuah perkawinan menjadi sesuatu yang dipastikan sejak dini, lalu kenapa bulan suci yang penuh barokah dan keutamaan ini seringkali terabaikan? Sungguh sebuah kegagalan mensyukuri nikmat Allah SWT yang dahsyat ini. (bersambung)