Tantra; Konsep Harmoni Dalam Karya Tiok
Oleh: Wahyu Nugroho
Pameran tunggal bagi seorang seniman merupakan peristiwa penting dalam perjalanan seninya. Sosok seniman dan karyanya akan terbaca secara lebih komprehensif, tentang pandangan dan cara dia mengekspresikan diri melalui karya seninya. Hal ini karena dalam sebuah pameran tunggal, seniman memiliki kendali penuh atas narasi visual yang ingin disampaikan. Memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi tema tertentu, teknik dan media, atau bahkan visi kreatifnya - tanpa terbatas oleh kolaborasi atau batasan tata letak yang mungkin muncul dalam pameran bersama.
Tiok, panggilan akrab Kokoh Yulistio Wahono, seorang seniman yang sangat produktif. Sudah puluhan kali ia menggelar karyanya, dalam pameran bersama maupun tunggal. Sebagai rangkaian dari perjalanan seninya, pria kelahiran Lumajang pada 3 Juli 1980 ini, akan menggelar pameran tunggalnya lagi, di K-Naya Artspace, Purwosari – Kab. Pasuruan, 11 – 25 Nopember 2023.
Sejak lahir hingga kini Tiok menjalani kehidupan dalam suatu konteks geografis dan budaya yang menonjol. Sebuah tempat yang terletak di antara dua elemen geografis yang signifikan, yaitu Gunung Semeru, gunung berapi aktif tertinggi di Pulau Jawa, dan samudera Indonesia, yang sering disebut sebagai pantai selatan Jawa. Dalam kerangka geografis ini, Tiok terkondisikan dalam lingkungan sosial dan alam yang unik.
Bentang alam yang terhampar di sekitar tempat tinggal Tiok dapat disebut sebagai eksotis, mengingat keberadaan Gunung Semeru, yang memberikan dimensi geologis yang khas dan kehadiran samudera sebagai elemen air. Elemen ini memberikan dasar bagi keragaman hayati dan kondisi ekologis yang mempengaruhi keseharian Tiok. Selain itu, keberadaan kultur masyarakat agraris di tempat dia tinggal tentu memperkaya ragam budaya dan menciptakan ikatan antar manusia dan dengan lingkungan alam.
Selama kehidupannya, Tiok terjalin erat dengan lingkungan sekitarnya yang kaya akan sumber daya alam. Tanah subur sebagai dasar produksi pertanian, mineral alam hasil letusan gunung yang memberikan nutrisi pada tanah, serta keanekaragaman sumber daya alam seperti ikan dan hasil bumi menjadi fokus kegiatan ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Dalam paradigma ini, kehidupan Tiok mencerminkan adaptasi dan interaksi manusia dengan lingkungan geofisik dan budaya yang mencirikan tempat dia bermukim.
Rekam indrawi mengenai empat unsur hidup yang terpenuhi dalam lingkungan alam Tiok, yaitu udara, tanah, air, dan api, menjadi fokus penelitian dalam pandangan visual dan konseptual seni Tiok. Keempat unsur tersebut dianggapnya sebagai komponen fundamental yang membangun dan menggerakkan energi kehidupan, sejalan dengan interpretasi dalam bahasa Sansekerta yang dikenal sebagai "Tantra". Pemaknaan ini mencerminkan pandangan filosofis yang terkait dengan hubungan antara manusia dan alam, serta peran vital keempat unsur tersebut dalam menjaga keseimbangan eksistensi.
Dalam kerangka konsep "Tantra", Tiok memandang empat unsur hidup sebagai manifestasi energi yang membentuk kehidupan itu sendiri. Udara, tanah, air, dan api dianggap sebagai entitas yang saling terkait dan memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan siklus kehidupan. Pandangan ini mencerminkan kesadaran akan ketergantungan manusia terhadap lingkungan sekitarnya dan bagaimana keempat unsur tersebut menjadi dasar dari semua aktivitas kehidupan.
Dengan menggabungkan hasil rekam indrawi dan konsep "Tantra", Tiok menciptakan representasi visual dan simbolis tentang hubungan manusia dengan alam. Pemahaman terhadap keempat unsur hidup ini menjadi inspirasi dalam karya-karya seninya, yang mencerminkan kompleksitas dan keindahan interaksi antara manusia dan lingkungan alaminya.
Karya-karya lukisan yang dihasilkan oleh Tiok mencerminkan ketertarikannya pada aspek-aspek surealis alam, lelamun impian, serta elemen gerak dan ritme. Melalui medium lukisan, Tiok mengeksplorasi dunia imajinatif dengan menangkap dan meresapi keindahan serta kompleksitas alam dalam style surealistik. Karya-karyanya sering kali menggambarkan pandangan pribadinya terhadap dunia alam lelamun impian, di mana imajinasi dan realitas berbaur dalam satu kesatuan yang menghadirkan nuansa misterius dan transformatif.
Selain itu, dalam lukisan-lukisan Tiok juga terlihat penekanannya pada gerak dan ritme, yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengungkapan dinamika kehidupan. Penggunaan dan pengolahan elemen ini bukan hanya sebagai estetika visual, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan terkait dengan harmoni dan dinamika kehidupan di tengah perubahan dalam keseharian.
Tiok juga mengeksplorasi unsur-unsur tradisi dan budaya dalam lukisannya, menciptakan gambaran tentang bagaimana lingkungan keseharian mempengaruhi karya seninya. Dalam konteks ini, penggabungan antara tradisi lokal dan pandangan pribadinya menciptakan harmoni yang unik, memperkaya nilai-nilai budaya dalam karya seni visualnya. Dengan demikian, karya-karya lukisan Tiok bukan hanya representasi visual, tetapi juga narasi kompleks yang mencerminkan perpaduan antara imajinasi pribadi, gerak dan ritme kehidupan, serta unsur-unsur tradisi dan budaya dalam konteks lingkungan sekitarnya.
Dalam perspektif Tiok, konsep hidup diartikulasikan sebagai suatu bentuk "harmonisasi" energi kehidupan yang menggambarkan esensi dari tantra itu sendiri. Dalam pandangan ini, kehidupan diibaratkan sebagai rangkaian harmoni alam semesta, di mana fenomena-fenomena seperti pergerakan awan, tarian ikan di lautan, kelucuan burung, kebahagiaan hewan, keindahan mekarnya bunga setelah hujan, dan interaksi manusia dengan alam, semuanya mengikuti irama yang selaras. Konsep ini menegaskan pemahaman Tiok terhadap keterkaitan universal antara semua unsur kehidupan, mengilustrasikan pandangan holistiknya terhadap ekosistem yang saling terhubung.
Tiok juga melibatkan dimensi spiritual dalam konsep harmonisasi kehidupan ini, manusia sebagai makhluk adalah bagian yang terhubung dengan Rabbnya melalui alam raya. Pandangan ini mencerminkan kepercayaan Tiok pada keterkaitan antara manusia dan asal usulnya, menunjukkan pemahamannya tentang peran spiritualitas dalam mencapai keselarasan dengan lingkungan dan penciptaan. Penghubungan ini memberikan dimensi transendental pada konsep harmonisasi, menciptakan perspektif yang lebih luas tentang tujuan hidup dan peran manusia dalam konteks yang lebih besar.
Dalam kultur masyarakat suku Tengger yang mendiami Ranu Pani, lereng Semeru, terdapat ungkapan lokal yang menjadi mantra hidup, yaitu "Hong ulun basuki langgeng, langgeng Basuki." Ungkapan ini mencerminkan pandangan mereka terhadap konsep keharmonisan dalam kehidupan. Dalam perspektif masyarakat ini, harmonisasi diartikan sebagai suatu rangkaian pararel yang dinamis dan selaras dengan pergerakan waktu. Ungkapan tersebut merangkum makna keberlanjutan hidup yang harmonis, yang diakui sebagai inti dari kehidupan suku Tengger.
Pandangan keharmonisan dalam masyarakat suku Tengger mencakup berbagai dimensi, termasuk hubungan antara manusia dengan alam. Mereka melihat alam sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan menjaga keseimbangan dengan cara menghormati dan hidup berdampingan dengan lingkungan. Pandangan tersebut juga mencakup hubungan sosial antar manusia, baik dalam konteks realitas sehari-hari maupun dalam menghadapi konflik sosial. Konsep ini menekankan pentingnya menjalin hubungan yang harmonis di antara sesama manusia.
Sebagai ekspresi seni dan filosofi kehidupan, konsep "TANTRA" menjadi simbol integrasi sosial dan kehidupan sehari-hari dalam pandangan Tiok. Konsep ini mencerminkan harmoni yang ada dalam hubungan antarindividu dalam masyarakatnya. Menggambarkan keberagaman dan keakraban dalam bersatu menuju kebahagiaan bersama. Dengan demikian, konsep ini mencerminkan nilai-nilai kultural dan sosial dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bagian integral dari filosofi kehidupan Tiok.
*Wahyu Nugroho, perupa yang tinggal di Purwosari – Kab. Pasuruan