Tanpa Listrik dan Minim Air, Kondisi Korban Gempa Memprihatinkan
Warga korban gempa Palu-Sigi-Donggala, Sulawesi Tengah sudah hampir lima malam ini tidak bisa melihat terangnya lampu penerangan.
Gelap gulita, bak hidup di sebuah ruangan tertutup tanpa penerangan lampu sedikitpun. Sesekali terdengar jeritan anak-anak menangis ketika merasakan goncangan tanah yang terus terjadi.
Seperti terisolir. Tidak bisa melihat jauh ke depan. Kadang terpapar sinar lampu kendaraan yang lalu lalang. Kadang juga sinar lampu lilin yang semakin lama meredup seiring batang lilin yang meleleh habis.
Keadaan seperti ini membuat kondisi traumatik mendalam yang diderita korban gempa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kqbupaten Donggala. Terutama anak-anak, yang tiap kali menangis ketakutan ketika goyangan itu tiba-tiba datang.
Mau lari takut karena kondisi gelap, diam juga takut tertimpa reruntuhan. Tidur tak nyenyak. Mandi pun jarang, karena tak ada air.
Listrik merupakan kebutuhan paling vital saat ini. Selain sebagai penerangan, listrik juga sebagai power. Artinya sumber energi bagi berbagai aktivitas pokok atau dasar. Seperti misalnya untuk memasak, mendapatkan air, atau berkomunikasi dengan luar.
Mereka nyaris tidak bisa beraktivitas karena tidak ada listrik. Karena tak ada listrik mereka juga tidak bisa mendapatkan air bersih. Warga Palu kebanyakan memakai sumur pompa yang bisa dihidupkan ketika dialiri listrik.
Mengandalkan PDAM juga tidak bisa lancar. "Pagi nyala, siang sudah habis. Itu pun bagi mereka yang berlangganan PDAM," kata Ichsan Loelembah, salah satu warga Palu yang berhasil dihubungi, Selasa 2 Oktober 2018 malam.
Untuk persediaan air, warga hanya mengandalkan uluran tangan dari tetangga. Itu pun seadanya, karena persediaan air bersih sangat terbatas.
Di samping itu warga tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Alat komunikasi mati.
"Nah, tidak ada listrik kita tidak bisa berkomunikasi satu sama lain. Karena alat komunikasi kita mati total. Jaringan komunikasi tidak lancar karena tidak ada listrik. Kalau tidak bisa komunikasi, maka kita tidak bisa mengabarkan kondisi kita di sini," kata mantan anggota DPD RI.
Gempa yang berkekuatan 7,4 SR yang berpusat di Kabupaten Donggala menyebabkan seluruh infrastruktur di Palu dan Donggala rusak berat. Jaringan listrik mati total. Masyarakat tidak bisa bergerak karena gelap gulita.
Begitu juga jaringan air mengalami rusak parah. Pipa PDAM yang menyuplai kebutuhan air warga Palu dan Donggala putus. Bangunan banyak yang roboh. Sampai saat ini BNPB merilis korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Palu dan Donggala mencapai 1.234 jiwa.
Di samping itu warga yang mengungsi mencapai 61.867 jiwa yang tersebar di 109 titik. "Itu masih belum semua karena warga ada yang mengungsi di depan rumahnya atau dipinggir jalan-jalan. Kalau dikalkulasi kerusakan akibat gempa ini hampir menyamai aceh," kata Ichsan.
Menanggapi bantuan, menurut Ichsan saat ini distribusi bantuan sangat lambat karena terkendala. Lewat jalur darat dan laut memakan waktu yang cukup lama.
"Ketika sampai di pelabuhan atau bandara harus didistribusi ke posko-posko. Sampai di tangan warga butuh waktu lama. Karena butuh otoritas pemerintah yang kuat untuk distribusi bantuan," katanya. (wit)