Tanggapan Pakar Unair dalam Menerka Capres Pilihan Parpol
Perbincangan kaum elit politik menuju kontestasi Pemilu 2024 mulai bertebaran. Rangkaian peristiwa, seperti diumumkannya nama tokoh besar yang bakal Nyapres 2024 mendatang menambah panas panggung politik Indonesia.
Adapun nama-nama besar yang sempat diumumkan ialah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi bakal calon presiden yang diusung Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Nasdem, Jumat, 18 Juni lalu.
Hal ini pun mendapat sorotan dari Pakar politik dari Universitas Airlangga (Unair), Ali Sahab, ia pun ikut mengomentari sikap partai Nasdem. Menurut Ali, ketua umum partai Nasdem, Surya Paloh, mampu melihat sosok potensial untuk menjadi calon presiden (capres) sehingga memberanikan diri untuk mengumumkan bakal calon lebih awal dari partai lainnya.
“Surya Paloh mampu melihat peluang siapa orang-orang yang potensial untuk maju sebagai capres. Namun, pengumuman bakal capres Nasdem tidak akan berarti seperti PKS (Partai Keadilan sejahtera) yang selalu menggambar gemborkan mau mencalonkan Anies Baswedan,” ujar Ali.
Sambung Ali, Ganjar Pranowo bisa saja dicalonkan oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk oleh Golkar, PPP dan PAN beberapa waktu lalu. Anies Baswedan bisa juga tidak jadi dicalonkan.
Hal itu, lanjutnya, dikarenakan Prabowo berkeinginan duet dengan Muhaimin Iskandar sedangkan Puan akan mencari sosok selain Anies Baswedan. “Anies agak sulit berpasangan dengan Puan karena Surya Paloh sudah tidak mesra dengan Megawati, kecuali ada tokoh yang bisa menyatukan,” tegas Ali.
Pada akhir, Ali menjelaskan bahwa maju atau tidaknya seorang tokoh akan dikembalikan pada keputusan partai yang berkoalisi. Hal itu merupakan dampak dari kebijakan undang-undang pemilu yang menetapkan Presidential Threshold (PT) 20 persen.
Dosen Ilmu Politik Unair itu juga menilai bahwa PT 20 persen adalah angka yang terlalu tinggi. Menurutnya, angka tersebut harus dikurangi agar lebih banyak pilihan bagi masyarakat dalam memilih presiden. “PT sebaiknya tidak setinggi itu, misal bisa 10 persen, sehingga bisa banyak calon yang maju. Masyarakat banyak pilihannya,” tandas Ali.