Tangani Corona, Menkeu Diminta Jangan Utang IMF
Pemerintah Indonesia diminta tidak buru-buru mengajukan utang kepada Bank Dunia atau IMF, untuk menangani merebaknya virus corona (Covid-19) di negeri ini. Soalnya, masih banyak anggaran “tersembunyi” yang nilainya lumayan besar untuk penanganan Covid-19.
“Pemerintah masih mempunyai anggaran yang memadai dari Sisa Anggaran Tahun Lalu (SAL),” kata HM. Misbakhun, anggota Komisi XI DPR RI kepada Ngopibareng.id, Rabu malam, 25 Maret 2020.
Dikatakan akumulasi dari Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) dan anggaran yang selama ini disisihkan pemerintah sebagai dana abadi (endowment fund. Dana tersebut untuk keperluan cadangan seperti dana Pendidikan di LPDP, dana pungutan bea ekspor sawit (lavy) di BPDPKS.
Juga, dana Lingkungan hidup di BPDLH, Dana Riset Perguruan Tinggi, yang diinvestasikan di Surat Utang Negara. “Termasuk dana APBN yang ada BA99 yang selama ini dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara,” kata politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) II Jawa Timur.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, bahkan kalau perlu pemerintah bisa meminjam sebagian dana simpanan milik Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai Rp150 triliun lebih sebagai cadangan darurat oleh negara untuk keperluan mendadak.
Soalnya, uang tersebut tersedia dan sangat siap untuk dipinjam negara bila perlu karena posisi dana memang tidak sedang digunakan.
“Ada cadangan devisa Indonesia yang dikelola Bank Indonesia sekitar 130 billion dolar Amerika Serikat, atau setara dengan lebih Rp2.000 triliun (bila kurs saat ini Rp16.800 per dolar Amerika),” kata alumnus STAN itu.
Misbakhun menyarankan, pemerintah cukup menerbitkan open end Surat Utang Negara (SUN) yang khusus dibeli oleh Bank Sentral dan meminta Bank Indonesia membeli SUN tersebut dengan bunga di bawah 5 persen saja.
Kalau pemerintah menerbitkan SUN senilai 20 billion dolar Amerika, lanjutnya, akan setara dengan Rp336 triliun.
“Uang sebesar itu akan sangat cukup dan memadai untuk menanggulangi Covid-19 di Indonesia tanpa harus menggunakan pinjaman dana IMF dan World Bank,” tegas Misbakhun.
Dengan menjauhi menambah utang, kata Misbakhun, ada sejumlah keuntungan. Yakni, sebagai negara, Indonesia pada tahap tidak bergantung IMF dan World Bank dan ini menjadi kunci kemandirian negeri ini.
Kedua, lanjut Misbakhun, tidak terjebak pada bantuan IMF dan World Bank yang sering mengikat pada kebijakan ekonomi dan politik Indonesia di masa depan.
“Keuntungan ketiga, Bank Indonesia tidak sepenuhnya menggunakan cadangan devisa untuk operasi moneter menjaga stabilitas nilai tukar rupiah saja seperti saat ini. Sehingga operasi moneternya lebih terimbang untuk yang lain lebih urgen,” katanya.
Menurut Misbakhun, kebijakan seperti ini harus diambil karena kalau pemerintah menerbitkan global bond di saat pasar global sedang terimbas Covid-19, timbal balik atau rate return SUN yang diterbitkan oleh Indonesia akan sangat mahal biayanya.
“Ini adalah kesempatan bagi fund manager asing untuk memeras institusi negara yang sedang membutuhkan uang disaat mereka butuh likuiditas dalam jangka pendek mengatasi kebutuhan belanja negara yang mendesak,” kata mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu.
Advertisement