Tanam Pohon dan Menolak Tambang, Ini Aksi Gusdurian di Lumajang
Puluhan relawan konservasi terlihat melakukan penanaman pohon di pantai Mbah Drajid, Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Kegiatan Jumat, 1 April 2022, bertajuk "Tanam Pohon di Pantai Wotgalih" ini sebagai bentuk mitigasi bencana, mengingat pesisir selatan pulau Jawa ini memiliki potensi megathust yang bisa menyebabkan terjadinya tsunami dahsyat.
Selain menanam pohon, para relawan ini menyerukan penolakan terhadap segala bentuk perusakan pesisir selatan Lumajang khususnya penambangan pasir dan sekaligus mendesak pemerintah kabupaten Lumajang untuk segera membuat kebijakan dan mengambil tindakan tegas guna melindungi kawasan tersebut, mulai dari desa Wotgalih hingga desa Tempursari.
Sedang jenis pohon yang ditanam kali ini adalah Jambu Mente. Karena pohon ini selain mempunyai fungsi konservasi. Ia juga memiliki fungsi ekonomi. Akarnya kuat dan pohonnya kokoh. Buahnya bisa menjadi makanan satwa liar dan bisa juga diolah menjadi aneka camilan dengan harga jual yang cukup tinggi.
A'ak Abdullah Al-Kudus, inisiator dari kegiatan ini mengatakan, kegiatan ini merupakan kerja kolaboratif antara Laskar Hijau, GUSDURian Peduli, LPBI NU dan PT. Grand Zamzam Indonesia.
"Semua lembaga yang terlibat memiliki concern yang sama terhadap pengurangan resiko bencana dan perubahan iklim" kata Gus A'ak.
Kepedulian terhadap Lingkungan
Lebih lanjut Gus A'ak berharap kegiatan ini bisa diduplikasi oleh orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama mulai dari Banyuwangi di Jawa Timur hingga Ujung Kulon di Jawa Barat. "Semoga makin banyak orang yang tergerak untuk melakukan gerakan yang sama, karena Ini darurat dan harus segera dilakukan demi keselamatan kita semua" tegasnya.
Dipilihnya desa Wotgalih sebagai titik awal kegiatan ini, karena sejak tahun 2011 warga di desa ini dengan kompak menolak adanya penambangan pasir besi di desanya. Gerakan ini pula yang menginspirasi Salim Kancil pada tahun 2015 untuk melakukan penolakan penambangan pasir besi di desa Selok Awar-Awar yang hanya berjarak sekitar 10 km dari Wotgalih, hingga akhirnya ia mati syahid sebagai pahlawan pembela lingkungan.
Advertisement