Tamu Tak Diundang Itu Sudah Datang, Vaksin Harus Jalan Terus
Awalnya, para pekerja migran Indonesia (PMI) ini sangat suka cita karena bisa mudik lebaran di kampung halaman. Rasa suka cita itu semakin bertambah saat mereka berhasil melewati screening di bandara di negara asal seperti Malaysia, Hong Kong, Singapura, dan Brunei Darussalam. Mereka pun berhasil tiba di Indonesia.
Namun, sebagai bentuk kehati-hatian pemerintah Indonesia, para pekerja migran yang mudik pulang kampung itu tak bisa langsung lolos mudik begitu saja ke kampung halaman mereka. Mereka harus menjalani karantina dan tes swab terlebih dahulu.
Nah, saat hasil test swab keluar, hasilnya mengejutkan. Sekitar lima puluhan pekerja migran Indonesia asal Jawa Timur itu, ternyata positif COVID-19. Para pekerja migran ini pulang sekitar awal Mei yang lalu. Beberapa di antara mereka kemudian menjalani karantina di Rumah Sakit Lapangan Indrapura Surabaya.
Dari lima puluhan pekerja migran yang positif COVID-19 tersebut, ternyata ada fakta yang mengejutkan. Sebanyak dua orang pekerja migran itu ternyata terinfeksi virus COVID-19 varian baru. Mereka itu adalah seorang perempuan asal Sampang yang dinyatakan terpapar mutasi virus B-117 dari Inggris dan seorang pria berasal dari Jember yang dinyatakan terpapar mutasi virus B-1351 dari Afrika Selatan. Tamu tak diundang itu ternyata sudah datang ke Jawa Timur.
Virus varian baru ini dianggap lebih mematikan. Peneliti M. Nidom dari Profesor Nidom Foundation (PNF) menyebut, atas temuan virus COVID-19 varian baru ini perlu ada kajian yang lebih mendalam tentang virologinya. Nidom mengatakan, melihat kondisi ini perlu dan sangat mendesak melakukan pengujian antibodi hasil vaksinasi dengan varian baru virus ini.
"Sementara ini memang pencegahan terbaik yang bisa dilakukan ialah mematuhi protokol kesehatan. Seperti memakai masker, jaga jarak, mencuci tangan dan jangan lupa selalu minum empon-empon," jelasnya.
Ia juga menyarankan, untuk menghentikan pelaksanaan vaksinasi terlebih dulu, untuk kemudian mengkaji kembali apakah vaksin tersebut bisa digunakan terhadap varian-varian COVID-19 yang terbaru.
"Saran saya, meski sulit diterima, moratorium program vaksinasi, hentikan dulu. Kemudian dilakukan penkajian lagi terhadap varian-varian terbaru. Kemudian hasilnya bisa ditentukan vaksin yang menimbulkan sedikit mutasi dan efek samping," katanya.
Atas pernyataan Nidom ini, ternyata ada jawabannya. Hasil studi terbaru yang dikeluarkan oleh PHE atau Public Health England, lembaga kesehatan di Inggris, pada 22 Mei kemarin menyatakan bahwa, dua dosis vaksin AstraZeneca 66 persen efektif mengurangi gejala kesakitan dari varian COVID-19 B.1.1.7 atau varian Inggris. Sementara satu dosis vaksin AstraZeneca 50 persen efektif mengurangi gejala kesakitan dari varian COVID-19 B.1.1.7 atau varian Inggris, setelah tiga minggu disuntikkan.
Penelitian yang dilakukan oleh PHE dalam rentang waktu dari 5 April hingga 16 Mei 2021 ini juga mengemukakan bahwa dua dosis vaksin AstraZeneca 60 persen efektif mengurangi gejala kesakitan dari varian COVID-19 B.1.617.2 atau varian India. Dan juga satu dosis vaksin AstraZeneca 33 persen efektif mengurangi gejala kesakitan dari varian COVID-19 B.1.617.2 atau varian India, pasca 3 minggu vaksin tersebut disuntikkan.
Pakar imunisasi, Elizabeth Jane Soepardi, mengatakan bahwa saat ini vaksin COVID-19 AstraZeneca adalah vaksin yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.
“WHO juga telah menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif untuk melindungi orang dari risiko COVID-19 yang sangat serius. Ini termasuk risiko kematian, rawat inap, dan penyakit parah. Efek samping yang jarang terjadi setelah vaksinasi, seperti kebas dan pegal pada daerah penyuntikan, hingga demam tinggi kecil artinya dibandingkan dengan risiko kematian yang akan terjadi akibat penyakit COVID- 19,” jelas kata dia.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, juga menyampaikan bahwa penggunaan vaksin AstraZeneca tetap terus berjalan karena vaksinasi COVID-19 membawa manfaat yang jauh lebih besar.
“Yang saat ini justru menjadi tantangan menurut Nadia adalah soal ketersediaan vaksin. Dengan adanya lonjakan kasus, membuat negara produsen vaksin ingin mengutamakan lebih dulu penggunaan vaksin untuk masyarakatnya sendiri,” tambah dia.
Untuk itu, pemerintah mengimbau agar masyarakat tidak memilih-milih vaksin COVID-19. “Saat ini semua negara sama-sama tengah sama-sama membutuhkan vaksin COVID-19. Jadi vaksin dengan merek apa pun memiliki manfaat yang sama,” kata Nadia.
Dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) Jawa Timur yang terpapar virus Covid-19 varian itu pun sudah dinyatakan sembuh oleh tim dokter dari Rumah Sakit Lapangan Indrapura (RSLI), Surabaya.
“Alhamdulillah ini bisa pasien mutasi virus ini bisa disembuhkan. Varian baru tidak perlu ditakuti, tidak harus gaduh dan gelisah semua bisa berjalan baik asal ikuti prosedur dengan benar,” ungkap Penanggung Jawa RSLI, Laksamana Pertama TNI Dr I Gede Dewa Nalendra kepada wartawan, Selasa 25 Mei 2021.
Nalendra menerangkan protokol perawatan yang dilakukan oleh tim perawat tidaklah berbeda dengan penanganan pasien yang bukan PMI. Hanya saja memang ruang isolasi antara PMI dan non PMI sengaja dipisah. Sesuai protokol, mereka tetap dilakukan perawatan selama 14 hari dan melakukan dua kali swab test, kemudian diberi asupan gizi yang sudah dihitung oleh ahli gizi, kemudian diberi terapi yang sesuai, serta pemberian vitamin dan obat-obatan yang disesuaikan dengan keluhan pasien.
Nalendra mencontohkan, pasien asal Jember memiliki komorbid hipertensi dan diabetes. Sehingga, perawat banyak memberikan obat-obatan yang sesuai dengan gejala yang dialami, karena sampai saat ini belum ada obat spesifik untuk menangani virus.
“Penanganan tetap menggunakan obat-obatan yang sama dengan pasien Covid-19 yang dulu, yang tanpa komorbit hanya kita beri vitamin, makanan bergizi, juga apabila ada keluhan kita beri obat yang sesuai,” kata Nalendra.
Walau sudah dipulangkan, RSLI sudah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jawa Timur untuk melakukan koordinasi dengan Dinkes Sampang dan Jember untuk melakukan pemantauan selama satu minggu ditakutkan muncul gejala.