Tambrauw Branding Budaya di Festival Noken
Festival Noken menebarkan keramahannya. Even ini menjadi panggung besar bagi wilayah lain untuk memamerkan potensinya. Momentum ini pun dimanfaatkan Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, untuk mendisplay kekuatan seni dan budayanya.
Momentum terbaik diberikan oleh Festival Noken 2018. Memasang tema ‘Wonderful Papuan Traditional Bag’, Festival Noken ini mengambil venue di Auditorium Universitas Cederawasih, Jayapura, Papua, Selasa (4/12). Koordinatos Pentas Budaya Delegasi Tambrauw Roy Noris Yesnath mengatakan, parade seni dan budaya terbaik ditampilkan di Festival Noken.
“Festival Noken ini moment penting. Semua latar belakang akan berkumpul di sini. Kami menampilkan budaya yang dimiliki Tambrauw. Bukan hanya noken, tapi juga potensi budaya lainnya. Sebab, kami ini terbentuk dari banyak suku bangsa,” kata Roy.
Langkah besar dilakukan Tambrauw yang dibangun oleh 4 suku. Ada Suku Miyah, Abun, Empur, dan Ireres. Mereka memamerkan noken khasnya melalui karnaval.
Menempuh jarak 2,5 kilometer, parade ditempuh dari Museum Waena menuju Auditorium Universitas Cederawasih yang diikuti 40 duta noken. Mereka menampilkan noken apetiqor dalam banyak varian.
“Noken milik kami agak berbeda dari lainnya. Kalau yang dilain ini dirajut, maka noken apetiqor dibuat melalui dianyam. Jadi bentuknya rapat,” ujar Roy.
Memiliki kekhasan bentuk anyaman, noken Tambrauw terbuat dari kulit kayu genemo dan manduam. Konsep pewarnaannya dilakukan secara alami. Menggunakan daun tanaman viyes untuk warna merah, hingga memuncilkan warna hitam melalui buah tram. Selain itu, ada juga noken yang dibuat dari daun pandang. Jenisnya pandan duri hingga pandan air.
Sebelum dianyam menjadi sebuah noken, daun pandang mengalami beberapa treatment. Daun pandan ini dijemur lebih dulu sebelum akhirnya dianyam.
Proses anyaman memakan waktu cukup panjang dan tergantung dari ukuran hingga kerumtan motifnya. Bila sudah jadi, noken apatiqor diberi harga sekitar Rp200 Ribu. Roy menambahkan, noken dibuat untuk mengisi waktu senggang.
“Pada perinsipnya, kami membuat noken untuk mengisi waktu luang saja. Noken yang dibuat juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tapi, kalau ada yang minat, kami juga bisa jual noken tersebut dan harganya standard. Sebab, harga noken ada yang sampai Rp500 Ribu. Ini kalau terbuat dari benang kayu genemo,” lanjutnya lagi.
Selain noken, Tambrauw juga menampilkan tarian terbaiknya. Mereka menampilkan Tari Fendor dalam 2 versi. Ada Tari Fendor Laki-Laki dan Tari Fendor Perempuan. Tari Fendor Laki-Laki ini memiliki pesan bentuk perlindungan. Sikap ini untuk melindungi kaum perempuan, alam, beserta Cenderawasih yang selalu menjadi ikon Papua secara umum.
Untuk Fendor Perempuan, tarian ini menggambarkan berbagai aktivitas keseharian mereka. Selain itu, tari ini memberi pesan proses pembelajaran kaum perempuan dewasa dalam mengatur rumah tangga. Lalu, Tambrauw juga menampilkan Tari Senawon. Tari ini menggambarkan proses penjemputan seorang lelaki yang baru ditempa dalam Rumah Adat.
“Festival Noken ini sangat berwarna dengan kehadiran delegasi Tambrauw. Mereka memamerkan seni dan budayanya. Kekhasan nokennya semakin ditegaskan dengan beberapa tarian yang dibawakan. Kami tentu gembira karena festival ini mendapatkan perhatian besar dari publik,” jelas Kepala Seksi Bidang Pemasaran Area IV Regional III Kemenpar Budi Sardjono.
Ada juga Tari Srar yang mencerminkan persahabatan. Dilakukan dengan saling bergandengan, mereka ini memamerkan soliditas kekerabatan dengan seluruh umat manusia. Ada juga gerakan rotasi yang jadi gambaran energi semangat. Panggung Festival Noken 2018 ini benar-benar berbagi space dengan delegasi Tambrauw. Sebab, kostum terbaik juga ditampilkan oleh Tambrauw.
“Setiap wilayah di Papua ini memiliki kekhasan kostumnya masing-masing. Hal ini tentu jadi daya tarik wisata yang besar. Silahkan berkunjung ke setiap wilayah di Papua. Selain alamnya yang eksotis, Papua juga memiliki ragam budaya yang luar biasa,” kata Budi lagi.
Melengkapi kostum, kekhasan terlihat dari penutuh kepala yang dikenakannya. Baik lelaki maupun wanita mengenakan wehus. Wehus ini tersusun dari manik-manik warna warni. Penanda khusus lalu diberikan bagi kaum wanita dengan asesoris Cenderawasih dikepalanya. Ada juga penutup kepala rukek yang khusus dikenakan oleh kaum laki-laki.
“Semua sisi terbaik dari budaya Papua secara menyeluruh bisa dinikmati di Festival Noken ini. Setiap detail yang ditampilkan menyimpan banyak filosofi. Setiap wisatawan yang datang akan mendapatkan banyak pencerahan,” tegas Asisten Deputi Bidang Pemasaran I Regional III Kementerian Pariwisata Ricky Fauziyani.
Sebagai pelengkap, kostum para lelaki dilengkapi dengan hapan kpek. Hapan kpek berupa selempang kecil. Berumlah 2 lembar, selempang terbuat dari anyaman daun pandan dengan manik-manik sebagai asesorisnya. Hapan kpek ini dikenakan menyilang. Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan, Festival Noken sebagai fenomena budaya besar.
“Festival Noken ini fenomena budaya yang sangat besar. Melihat Papua dari satu sisi, tapi pada akhirnya menyeluruh. Ada banyak experience terbaik yang dimiliki Festival Noken ini. Selain atraksinya, Papua ini luar biasa. Sebab, amenitas dan aksesibilitasnya adalah yang terbaik,” tutupnya. (*)