Taliban... Akhirnya Ngefek ke NKRI
Oleh: Djono W. Oesman
Dua efek Taliban mendebarkan Indonesia. 1) Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar: “Ada yang menggalang simpatisan atas isu Taliban.” 2) Menlu Retno Marsudi: “Pemerintah mengevakuasi 26 WNI dari Kabul.”
---------------
Komjen Boy menyampaikan itu via keterangan tertulis, Jumat 20 Agustus 2021. Menlu Retno di Twitter, pada Jumat juga.
Dua pernyataan, dari dua institusi negara itu, bisa dianggap mendebarkan masyarakat kita. Bisa juga tidak.
Tergantung, apakah pantauan BNPT atas penggalangan simpatisan itu bisa membesar, ataukah mati sebelum berkembang. Juga, tergantung afiliasi ideologi politik orang yang memandang. Spesifik, afiliasi ideologi politik, sisa-sisa kampanye Pilpres 2014.
Sedangkan, evakuasi 26 WNI, sukses. Menlu Retno menulis di Twitter: "Alhamdullilah, Pemerintah Indonesia telah berhasil mengevakuasi WNI dari Kabul, Afghanistan, dengan pesawat TNI AU."
Retno menyatakan, Jumat siang pesawat TNI AU yang mengangkut WNI itu sudah berada di Islamabad. Kemudian melanjutkan penerbangan ke Jakarta.
Retno: "Tim evakuasi membawa 26 WNI termasuk staf KBRI, 5 WN Filipina, dan 2 WN Afghanistan (suami dari WNI dan staf lokal KBRI).”
Retno tidak merinci lebih lanjut, apakah masih ada WNI di Afghanistan? Serta bagaimana operasional Kedutaan Besar RI di Kabul setelah evakuasi ini?
Evakuasi WNI, pastinya hasil kalkulasi kondisi di Afghanistan. Mayoritas negara yang selama ini punya kedutaan di sana, sudah mengevakuasi warga mereka. Sudah cabut. Kecuali China, Rusia, Pakistan.
Berita tentang situasi di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, membuat orang berdebar.
Ribuan orang Afghanistan berduyun-duyun dan menginap di sana sejak Senin (16/8/21). Dari banyak video beredar di sosmed, situasi di bandara sangat kacau.
Di sebuah video tampak ratusan orang berlari mengejar pesawat Angkatan Udara AS yang proses take off. Mereka lari sekuatnya.
Sebagian, berhasil memegang badan pesawat, meloncat naik. Sementara, pesawat terus mengudara. Melangit. Tampak orang-orang bergelantungan, menggantang angin. Lalu mereka jatuh, bagai buah pepaya. Tewas.
Bahkan, ketika ada pesawat datang, warga sudah bergerombol di dekatnya. Ini dibenarkan pihak Angkatan Udara Amerika Serikat (AS).
"Sebelum awak udara bisa menurunkan kargo, pesawat itu sudah dikepung ratusan warga sipil Afghanistan," kata juru bicara Angkatan Udara AS, Ann Stefanek kepada pers.
Sedangkan, kematian orang yang bergelantungan di pesawat, di antaranya, pesepak bola terkenal Afghanistan, Zaki Anwari. Ia anggota tim inti muda Afghanistan, terjatuh, Kamis 19 Agustus lalu saat pesawat militer AS yang ia gelantungi, sudah mengudara.
Kematian Zaki Anwari terkonfirmasi otoritas setempat. Direktorat Jenderal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Afghanistan, lembaga pemerintah yang bekerja dengan kelompok olahraga, mengkonfirmasi kematian Zaki Anwari melalui Facebook.
"Zaki Anwari, seperti ribuan pemuda Afghanistan lain, ingin meninggalkan negeri. Tetapi jatuh dari pesawat AS dan meninggal," kata lembaga itu diposting di Facebook.
Taliban Memburu Jurnalis
Berita tentang kondisi di Afghanistan, hanya dari media massa Barat. Sedangkan, media massa Barat pun memberitakan situasi secara terbatas. Sebab, di saat mereka melaporkan, kondisi mereka sendiri tidak aman.
Dilaporkan, seorang anggota keluarga jurnalis TV, DW telah ditembak mati tentara Taliban, Senin 16 Agustus 2021. Itu terjadi saat Taliban menggeledah dari rumah ke rumah. Kemudian mereka mengidentifikasi rumah jurnalis TV, DW.
Ternyata jurnalis DW (identitasnya dirahasiakan) sedang bertugas di Jerman. Maka, keluarganya diseret keluar rumah. Lalu dieksekusi. Dilaporkan seorang tewas, dan seorang lainnya lolos, melarikan diri. Tidak disebutkan identitas yang dieksekusi dan yang lolos.
Direktur Jenderal DW, Peter Limbourg di Jerman, mengecam keras aksi tersebut dan meminta pemerintah Jerman mengambil tindakan.
Peter Limbourg: "Pembunuhan kerabat dekat salah satu editor kami oleh Taliban kemarin sungguh tragis. Itu membuktikan bahaya akut mengancam semua karyawan kami dan keluarga mereka di Afganistan. Jelas bahwa Taliban sudah melakukan serangan terorganisir memburu para jurnalis, baik di Kabul maupun di provinsi-provinsi lain di sana."
Jurnalis lain, Nematullah Hemat dari stasiun televisi swasta Ghargasht TV, dilaporkan, diculik Taliban. Jurnalis lain lagi, Toofan Omar, Kepala Stasiun Radio Swasta, Paktia Ghag Radio, menurut pejabat pemerintah, sudah ditembak mati Taliban.
Sebelumnya, 2 Agustus 2021, penerjemah Amdadullah Hamdard, yang jadi kontributor surat kabar Jerman, Die Zeit, dieksekusi Taliban di kota Jalalabad, Afganistan Timur.
Mundur lagi, pertengahan Juli 2021, fotografer India terkenal dunia dan pemenang Penghargaan Pulitzer, Danish Siddiqui, tewas dieksekusi Taliban di Kandahar.
Semua berita itu disiarkan media massa Barat. Tidak ada balancing dari media massa Taliban, karena mereka belum punya.
Walau, semua media massa pasti melakukan check and balances. Pasti. Jika tidak, namanya bukan media massa. Sebab media massa dibiayai triliunan rupiah. Kalau menyiarkan berita bohong, bisnisnya bakal hancur dengan sendirinya. Yang pastinya dihindari pemilik media massa. Hukum bisnis berlaku.
Atas rentetan pembunuhan yang diberitakan itu, DW bergabung dengan Asosiasi Federal Penerbit Surat Kabar Jerman (BDZV), Die Zeit, Der Spiegel, Deutschlandradio, dpa, Reporters Without Borders, stern, Sddeutsche Zeitung, Frankfurter Allgemeine Zeitung, taz, RTL, n-tv, dan Arte meminta pemerintah Jerman membuat program visa darurat bagi jurnalis dan staf di Afganistan.
Asosiasi Jurnalis Jerman (DJV) juga menyerukan kepada pemerintah Jerman untuk mengambil tindakan cepat, mengingat wartawan lokal yang bekerja untuk media Barat kini sedang diburu.
Ketua DJV, Frank Berral: "Jerman tidak boleh berpangku tangan sementara rekan-rekan kita dianiaya, bahkan dibunuh."
Tentunya, rentetan pembunuhan itu tidak sesuai dengan janji pimpinan Taliban kepada dunia internasional. Pada konferensi pers perdananya, Selasa (17/8/21) juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid menjanjikan masyarakat internasional, bahwa Taliban akan menghormati hak-hak perempuan Afghanistan dan memaafkan orang-orang yang pernah melawan mereka.
Mujahid: "Biarkan saya mengingatkan Anda, bahwa kami memaafkan semua orang, karena ini demi perdamaian dan stabilitas di Afganistan. Semua kelompok yang menentang kami, semua dimaafkan.”
Kenyataannya, merujuk berita media Barat, Taliban membunuhi jurnalis. Pembunuhan terhadap jurnalis, menegaskan bahwa si pembunuh ogah dikontrol.
Mungkin, dengan ingkar janji Taliban itu, menakutkan warga internasional di Afghanistan. Sehingga ribuan orang berniat kabur. Sehingga, rasional jika pemerintah Indonesia mengevakuasi WNI, serta Warga Negara Afghanistan yang menikah dengan WNI.
Soal pengaruh peristiwa Taliban terhadap Indonesia, Kepala BNPT Komjen Boy sudah memantau, ada pihak di Indonesia yang memanfaatkan untuk menggalang simpatisan.
Kalimat lengkap Komjen Boy: "Tentunya kita harus hati-hati dalam menyikapi perkembangan yang terjadi di Afganistan, yang dilanda konflik berkepanjangan itu. Jangan sampai masyarakat salah bersimpati. Karena berdasarkan pemantauan kami, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha menggalang simpatisan atas isu Taliban. Ini sedang kita cermati.”
Boy meminta masyarakat Indonesia bijak dan tetap sadar, bahwa apa yang terjadi di Afghanistan merupakan persoalan dalam negeri mereka. Gerakan di Afghanistan, tidak boleh terjadi di Indonesia. Jangan sampai.
Dilanjut: "Jangan sampai masyarakat terpengaruh masuk ke dalam aksi-aksi yang tidak perlu. Karena kita adalah negara yang memiliki ideologi dan konstitusi yang mewajibkan kita untuk bela negara sendiri, bukan bela negara lain.”
Boy menyampaikan warning. Bertujuan: 1) Supaya masyarakat bijak dan tenang. 2) Warning keras kepada pihak yang berniat menggalang simpatisan, dikaitkan isu Taliban. Agar niatan mereka mati sebelum berkembang.
Meski mendebarkan, masyarakat diminta tenang. Polri-TNI kini solid menjaga keutuhan NKRI.
Advertisement