Taklukkan Tanjakan Horor, 6 Cyclist 'Virgin Bromo' Bagikan Resep
Selalu ada yang pertama dalam hal apapun itu. Termasuk gowes. Biasanya yang menjadi tantangan sekaligus kebanggaan adalah saat bisa lulus rute tertentu. Apalagi rute itu diakui oleh banyak cyclist sebagai rute horor.
Salah satunya adalah gowes menanjak ke Desa Wonokitri, Gunung Bromo.Tidak main-main, dari Kota Pasuruan jaraknya hanya 40 km, tapi harus gowes menanjak hingga ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.
Beberapa cyclist Surabaya mencoba tantangan ini. Meski terhitung baru serius gowes dan ini kali pertama mereka ke Desa Wonokitri, Gunung Bromo, tapi mereka lulus! Apa rahasia para 'Virgin Bromo' ini?
Cherry Poniman
Modal saya hanya nekat. Belum lama gowes, baru empat bulan. Tapi memang saya banyak melakukan latihan penunjang gowes. Seperti latihan work out functional training.
Paling utama, saya melakukan latihan penguatan core seperti plank, bridge, squat, wall sit, dan sit up. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa tanjakan sepanjang 25 km dari Pasar Pasrepan, Pasuruan itu tidak ada turunan sama sekali. Bahkan makin lama makin tinggi persentasi gradiennya.
Ternyata latihan-latihan ini sangat berguna. Sedikit latian renang membantu pernapasan saya. Tanjakan terakhir di Wonokitri, Bromo dengan gradien 18 persen membuat saya kaget. Tidak pernah saya mengalami nanjak setinggi dan sepanjang itu.
Tapi saya lega bisa menyelesaikan gowes dari Pasuruan menanjak ke Wonokitri, Bromo dalam waktu moving time 3 jam 51 menit. Dengan elapsed time 4 jam 6 menit.
Ronald Hartini Putra
Sebenarnya saya gowes ini hanya gara-gara teman. Baru tiga bulan saya beli sepeda dan serius latihan. Lantas diajak menanjak ke Wonokitri, Bromo. Karena teman yang mengajak juga belum pernah ke sana, maka saya berani ikut.
Keder juga saat tahu tanjakannya mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut. Satu minggu sebelum ke Wonokitri, Bromo itu, saya latihan gowes ke kawasan Prigen. Juga ada beberapa latihan penguatan paha di tempat fitness.
Setiap malam, saya pelajari video youtube cyclist yang pernah ke gowes ke Wonokitri, Bromo ini. Paling tidak, saya bisa tahu secara visual bagaimana rute dan tanjakannya.
Tapi paling tidak menyangka saat berada di tanjakan terakhir sebelum finis di Wonokitri, Bromo itu. Betapa tinggi dan terjal tanjakannya! Dengan catatan waktu moving time 3 jam 45 menit (elapsed time 4 jam 58 menit) sudah cukup bagus untuk saya yang sangat pemula ini.
Hoky Jayanata
Saya banyak latihan cadence (putaran kaki) dengan nge-loop di salah satu perumahan di Surabaya barat. Sejak saya serius gowes bulan Maret hingga sekarang banyak latihan putaran kaki ini.
Sekali-sekali juga gowes menanjak ke luar kota sekitaran Surabaya untuk melatih otot kaki. Tapi dengan cadence yang baik sangat banyak membantu ketika gowes menanjak.
Gowes ke Wonokitri, Bromo ini saya hanya bisa pasrah. Saya tidak tahu kapan selesainya. Juga tidak ada turunannya sama sekali. Tapi dengan pemandangan yang bagus, capeknya jadi tak terasa.
Memang gowes ke Wonokitri, Bromo ini memerlukan core (otot perut) yang kuat. Beruntung saya dulu serius di olahraga Jijitsu. Di situ diajari penguatan otot perut ini. ditambah latihan cadence. Membuat saya bisa menyelesaikan tanjakan ke Wonokitri, Bromo ini dengan moving time 3 jam 40 menit dan elapsed time 4 jam 38 menit.
Roy Anthony
Sudah dua tahun ini saya suka bersepeda. Karena berbeda dengan lari, olahraga favorit saya lainnya. Gowes bisa membawa saya ke mana-mana termasuk ke Wonokitri, Bromo.
Latihan gowes saya setiap weekend dengan rute menanjak sejauh 100 km pergi pulang cukup sebagai “modal”. Ditambah dengan sehari-hari apabila tidak latihan gowes dalam kota, saya pasti lari minimal 5 km.
Meski rute ini termasuk berat dan seram kata beberapa teman, tapi setelah saya jalani, saya menemukan kepuasan. Nanjaknya panjang dan tinggi. Ini mengetes batas limit diri saya sendiri. Dan saya suka sangat melihat pemandangan indah dari ketinggian.
Saya bisa menyelesaikan rute menanjak dari Pasuruan-Wonokitri, Bromo ini dalam waktu moving time 3 jam 57 menit (elapsed time 4 jam 11 menit).
Michael Mahendra
Saya baru gowes selama sembilan bulan. Dan setiap hari konsisten latihan. Dengan menu weekend rute long distance minimal 100 km pergi pulang. Cari rute yang ada tanjakannya.
Hari biasa tidak keluar kota tetapi mencari rute yang flat dan mengutamakan kecepatan. Bisa ke Bangkalan, Madura atau loop-ing di perumahan dan di tengah kota.
Hasilnya nyata, saya bisa finis di Wonokitri, Bromo. Saya sempat merasakan ringan di awal-awal rute menanjaknya. Sampai ke drink stop pertama di KUD Desa Puspo itu. Saya agak meremehkannya.
Tapi setelah drink stop kedua di gapura selamat datang Tosari, saya mulai merasakan beratnya menanjak ke Wonokitri, Bromo ini. Kali ini saya akui, saya harus “respect the mountain”.
Beruntung, ada teman yang memberi tips. Dia bilang, gowesnya jangan dipaksa. Diikuti ritme nafas dan jaga putaran kaki konstan saja.
Kurang 100 meter menjelang pitstop ketiga di Desa Baledono, tiba-tiba kaki kram. Saya berhenti dan turun dari sepeda. Eh, malah menjadi kaku. Coba disiram air dan streching akhirnya bisa gowes lagi.
Di sisa perjalanan 7 km menuju finis beberapa kali kaki saya kram tapi masih tetap bisa diputar. Takutnya kalau berhenti malah kaku lagi. Dan berhasil mencapai Wonokitri, Bromo dalam waktu moving time 3 jam 39 menit dan elapsed time empat jam.
Alix Sandra Siantar
Sejak dua bulan mengenal bersepeda, saya konsisten latihan gowes menanjak bersama teman-teman. Setiap weekend pasti cari rute menanjak di sekitaran Surabaya.
Dan hampir tiap minggu rute tanjakan saya adalah rute baru. Maklum barusan gowes jadi semua masih baru. Hehehe… Saya masih excited untuk menaklukkannya.Termasuk rute menuju Wonokitri, Bromo ini.
Memang saya sudah punya “modal” latihan. Sebelum gowes, saya pelari dan sering mengikuti trail run naik turun gunung dengan berlari. Sehingga pernafasan dan latihan core yang saya lakukan sangat membantu dalam gowes menanjak.
Tak saya sangka, kemarin saya bisa menyelesaikan rute 40 km itu dengan waktu 3 jam 11 menit (moving time) dengan 3 jam 26 menit (elapsed time).
Meski saya merasakan beratnya nanjak tapi dengan ngobrol bersama teman membuat terasa ringan. Terpenting saya jaga heart rate di zona nyaman karena ini perjalanan menanjak yang panjang dan makin atas makin tinggi gradiennya.
Memang beberapa cyclist ini sepakat berangkat ke Wonokitri, Bromo saat ada hari libur nasional, 31 Juli 2020. “Sengaja tidak berangkat dari Surabaya yang jaraknya 100 km. Karena ada yang pemula dan mau ‘virgin Bromo’, disepakati start dari Pasuruan sehingga jarak hanya 40 km menanjak setinggi 2.000 meter,” jelas Yimmy Kurniawan, penggagas gowes bersama ke Wonokitri, Bromo yang dibantu Yohan Hoki.
Memudahkan untuk cyclist, Yimmy dan Yohan membagi tiga titik drink stop. Di KUD Desa Puspo kilometer 25 (ketinggian 600 meter), lalu gapura Tosari kilometer 30 (ketinggian 1000 meter), dan Desa Baledono kilometer 37 (ketinggian 1400 meter).
Tidak ada kata kapok untuk para “virgin Bromo”. Setelah gowes bareng menanjak yang pertama kali ini, mereka sepakat akan mengulanginya lagi. “Untuk memperbaiki waktu. Harus bisa personal best. Kan sudah bukan yang pertama,” tutup Roy Anthony yang diamini oleh cyclist lainnya.
Catatan redaksi : Meminjam istilah Virgin Marathon yang artinya pelari yang pertama kali mengikut lari full marathon dan menyelesaikannya dengan baik. Maka redaksi memilih kata“Virgin Bromo” untuk cyclist yang pertama kali gowes menanjak ke Wonokitri, Bromo, dan lulus.
Advertisement