Tak Tinggal Sesuai Alamat, Pemkot Surabaya Bakal Bekukan 61.750 Kartu Keluarga
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya tengah melakukan pemeriksaan ulang terhadap 61.750 kartu keluarga (KK), yang terancam dibekukan oleh Pemkot Surabaya.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Eddy Christijanto menjelaskan, jumlah KK yang akan dibekukan tersebut dapat saja berkurang dari jumlah sementara yang dihimpun.
"Kami masih melakukan pengecekan ulang terhadap data tersebut, masih dimungkinkan untuk berkurang," ujar Eddy, Rabu 12 Juni 2024.
Dirinya juga menjelaskan, saat proses verifikasi yang dilakukan Dispendukcapil telah selesai sepenuhnya dan jumlah KK yang dibekukan telah terlihat, maka sosialisasi akan dilakukan terhadap kelurahan dan kecamatan.
Tak hanya itu, petugas Dispendukcapil juga akan meminta keterangan kepada segenap masyarakat yang KK-nya terancam dibekukan sampai tanggal 1 Agustus 2024.
"Warga yang KK-nya sekian posisinya di sini, kalau tidak sama harus pindah tetapi jika tercatat dan KK-nya masih di tempat itu, harus dibuktikan dengan surat pernyataan dan ditandatangani oleh Ketua RT/RW," tegasnya.
KK yang dianggap bermasalah tersebut baru dibekukan saat masyarakat yang status kependudukan bermasalah tersebut tidak memenuhi undangan untuk klarifikasi di kelurahan ataupun kecamatan.
Eddy menjelaskan alasan Pemkot Surabaya memberlakukan aturan pembekuan KK tersebut karena pihaknya menemukan fakta bahwa satu rumah diisi oleh banyak KK.
Setelah petugas Dispendukcapil terjun langsung ke lapangan dan memeriksa, mereka tidak mendapati para pemilik KK tersebut di tinggal dan berada di alamat tersebut.
"Misalnya di Pakal Madya, setelah kami periksa ternyata dia tidak tinggal di alamat itu dan tidak melaporkannya ke RT/RW," ucap Eddy.
Sementara itu, Walikota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan, pihaknya mewajibkan satu persil rumah hanya boleh diisi maksimal tiga KK, dengan mempertimbangkan pula luasan rumahnya.
"Dengan adanya aturan 3 KK tadi, maka kami bisa konsentrasi dalam menyelesaikan masalah perkotaan, seperti kemiskinan," ujarnya.
Aturan tersebut juga akan sejalan dengan upaya memberantas kemiskinan yang sedang digencarkan oleh Pemkot Surabaya.
"Kalau sekarang satu rumah ada 50 KK terus semua menumpang dan sekolahnya pemkot yang bayar. Terus orang asli Surabaya yang tinggal di Surabaya nasibnya gimana?," ungkap Eri.