Geliat Usaha Bata Merah Kediri di Tengah Pandemi Corona
Dusun Tegalrejo Desa Badas, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri sudah setengah abad lebih dikenal sebagai penghasil bata merah. Menariknya, pagebluk yang masih melanda tidak menjadi penghalang untuk tetap produksi.
Rokhimin, salah satu warga setempat yang tetap menjalankan usahanya memproduksi bata merah. Tampak tumpukan batu bata yang baru dikeringkan di lahan sewaannya. Ada juga tumpukan bata yang mulai dibakar. Kemudian, disampingnya ada tumpukan bata yang siap dipasarkan.
Di tengah pandemi corona ini Rokhimin tetap mencetak ratusan ribu bata. Ia tak mau berhenti berproduksi, karena ini satu-satunya sumber penghidupan, setelah pekerjaan pemotong kayu libur sejak Maret 2020. Setiap hari Rokhimin dibantu istri dan anaknya.
“Penghasilan kami ya dari sini. Biasanya ada tambahan dari kerja potong kayu, tapi sudah libur dua bulan ini karena sepi order,” kata Rokhimin kepada Ngopibareng.id pada Rabu, 24 Juni 2020.
Rokhimin menggeluti usaha bata merah sejak tahun 2013. Keahlian mengolah adonan tanah ini didapatnya dari tetangganya. Perhari ia ia bisa mencetak 800 biji batu bata.
“Perhari kami hanya bisa menghasilkan 800 bata," katanya.
Bata hasil produksinya ini paling besar pembelinya dari Surabaya. Kemudian, ada juga Jombang dan Kediri.
Saat pandemi corona ini, Rokhimin mengaku tidak kesusahan mendapatkan pasokan bahan baku. Bahan baku didatangkan dari langganannya.
Begitu juga pengiriman ke Surabaya atau daerah zona merah, tidak ada kendala. Kata Rokhimin, kalau mengirim bata ke daerah zona merah biasanya dilakukan pada pagi.
Meski demikian Rokhimin mengaku, terjadi penurunan omset di masa pandemi ini. Sebelum pandemi biasanya dalam dua hari mampu menghabiskan 20 ribu bata. Tapi, sejak corona melanda bata 20 ribu butuh satu bulan habis.
“Soal bahan baku dan pengiriman sih tidak ada masalah. Masalahya itu sejak asa corona ini omset menurun. Biasanya 20 ribu batu bata merah habis dalam dua hari, sekarang habisnya sebulan,” ujarnya.
Hal yang sama juga dialami Suharyamah, pemilik usaha bata merah di dusun Tegalrejo, Badas, Kediri. Hanya saja, Sharyamah mengaku kesulitan mendapat bahan baku. Beruntung kelangkaan tersebut tidak memakan waktu lama.
“Kami masih tetap produksi walau ada covid, karena tidak ada lagi sumber pemasukan selai dari bata ini,” katanya.
Suharyamah mengaku merintis usaha batu bata ini sejak tahun 1994. Perhari, ia mampu memproduksi seribu hanya dibantu istri dan kakakknya.
Batu bata itu dijual perbiji Rp500. Pelanggan paling banyak berasal dari Surabaya dan Kediri. Sebelum corona, biasanya dalam dua hari bisa menghabiskan 40 ribu bata. Tapi, setelah pandemi ini sangat sulit seminggu menghabiskan 40 ribu bata.
“Kalau pas lagi ramai 40 ribu habis dalam waktu dua hari. Paling banyak pelanggan dari Surabaya dan Kediri. Mereka pelanggan tetap saya," katanya.