Tak Selaras Petani Sejahtera, Muhammadiyah soal Harga Beras Naik
Pasca Pemilu, masyarakat dikejutkan dengan fakta yang tak sedap: kenaikan harga beras. Di sejumlah pasar pembeli beras antre mengular untuk mendapatkan beras kualitas medium Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP) dengan harga Rp 10.600 per kilogram atau Rp 53.000 per satu kantong beras berisi 5 kilogram.
Setiap orang hanya bisa membeli tidak boleh lebih dari 2 kantong yaitu 10 kg dengan harga Rp.106 ribu. Kalau di pasar harga beras tersebut adalah Rp.75 ribu per 5 kg. Jadi sebenarnya selisih yang diharapkan oleh orang yang antri tersebut hanya Rp.22 ribu per 5 kg dan atau Rp.44 ribu per 10 kg.
Di mata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Anwar Abbas melalui keterangan tertulis Selasa 27 Februari 2024.
Dari fenomena naiknya harga beras tersebut menurut Abbas membuka fakta rendahnya ekonomi masyarakat Indonesia.
“Jadi kesimpulannya uang sebesar Rp.22 ribu dan atau Rp.44 ribu itu bagi masyarakat lapis bawah ternyata sangat-sangat berarti, sehingga untuk mendapatkan hal tersebut mereka rela berpanas-panas dan antri berjam-jam bahkan ada diantara mereka yang pingsan,” ungkapnya.
Kenaikan Dipertanyakan
Selain itu, Abbas juga mempertanyakan kenaikan harga beras di pasaran tidak sebanding dengan kenaikan harga gabah yang dipanen oleh petani Indonesia. Padahal menurutnya, jika beras sebagai produk petani naik, gabah juga ikut naik harganya.
Bahkan di titik yang lain, Anwar Abbas menyebut kenaikan harga beras tidak akan menjadi masalah jika harga gabah juga ikut naik, dan pendapatan masyarakat Indonesia di bidang-bidang lain juga naik. Akan tetapi faktanya, kenaikan harga beras sebagai makanan pokok tidak diimbangi dengan hal itu.
Melihat dari sisi realitas petani Indonesia yang saat ini semakin sedikit, karena kelompok muda enggan untuk melanjutkan pekerjaan petani karena berpendapatan rendah. Diharapkan jika gabah petani harganya naik, dan berdampak pada kesejahteraan petani akan menarik minat kelompok muda untuk kembali bertani.
“Logika naiknya harga beras tidak masalah karena dia akan bisa menaikkan pendapatan dari para petani, sehingga anak-anak muda yang hari ini tidak tertarik dengan dunia pertanian menjadi tertarik sehingga hal demikian diharapkan akan bisa mendorong bagi meningkatnya produksi beras secara nasional,” katanya.
Petani sebagai soko guru bangsa Indonesia nasibnya penuh nestapa, pekerjaan dengan risiko. Di mana ongkos produksi yang tinggi, namun hasil produksi terjual murah. Menurutnya mekanisme pasar, dan kebijakan pemerintah perlu untuk hadir dan lebih berpihak pada petani lokal.
“Tingkat keuntungan yang bisa mereka dapat sangat rendah sementara risiko rugi yang mereka hadapi sangat tinggi berupa gagal panen, apakah karena faktor hama, atau cuaca dan lain-lain apalagi juga ada masalah-masalah lain seperti menyangkut sulitnya mendapatkan benih yang berkualitas bagus dan pupuk yang bersubsidi,” katanya.
Masalah mendasar dari fenomena rutin ini menurut Anwar Abbas adalah tidak berhasilnya pemerintah menaikkan pendapatan masyarakat, lebih-lebih masyarakat lapis bawah. Oleh karena itu dia berpesan supaya mengingat kembali amanah konstitusi khususnya pada Pasal 33 UUD 1945.
Di pasal itu tegas disebutkan bahwa tugas negara dan pemerintah untuk menciptakan kemakmuran bagi rakyat tanpa terkecuali. Termasuk fakir dan miskin yang di Pasal 34 UUD 1945 disebutkan bahwa mereka dipelihara oleh negara.
Advertisement