Terpuruk Saat Pandemi, UKM di Surabaya Bertahan Karena Pelanggan
UKM di Surabaya merasakan dampak buruk akibat pandemi Covid-19. Salah satunya adalah Suwandhi, pemilik Olivia Collection. Kondisi bisnis penjual baju muslim ini sudah terseok sejak Januari 2020. Pandemi yang datang menambah jalan usahanya semakin berat sehingga tak mampu lagi membeli barang baru. Sejumlah upaya pun dilakukan agar bertahan di tengah pandemi.
“Sejak Januari kami hanya menjual sisa stok baju muslim di dekat masjid agung,” katanya pada Ngopibareng,id, Rabu 22 Juli 2020.
Ia mengaku, omzet baju baju muslimnya per hari mencapai Rp 25 juta. Ada 30 karyawan yang dihidupi setiap bulan. Baju muslim sendiri yang dijual terdiri dari tunik panjang, gamis, jubah, sarung dan peci berkarakter untuk anak-anak. Produknya bahkan dipajang di delapan stan yang tersebar di sejumlah mal di Surabaya.
Sayangnya, sejak awal tahun 2020 sisa stok yang laku terjual hasilnya kurang dari Rp 5 juta. “Di mal nggak buka karena nggak kuat bayar sewanya, pembelinya juga sepi,” katanya.
Usaha Tahu Susu Jombang
Mereka lantas memutar otak, berjualan tahu susu langsung dari Jombang. Saat itu lagi booming, terjangkau dan banyak peminatnya,” kata Suwandhi, kepada Ngopibareng.id pada Rabu, 22 Juli 2020.
Ditemani sang istri, Aldila Fitriyantri, Suwandhi mengaku memasarkan tahu susu secara online sejak Januari hingga Mei 2020. Ada pula lapak di rumahnya yang berlokasi Tambaksari Selatan. Per harinya 500 box ludes terjual.
Dua varian rasa tahu susu dibanderol dengan harga berbeda. Untuk original dibanderol RP 10 ribu, sedangkan tahu susu dengan pilihan rasa keju, pedas, balado, dan barbeque dijual seharga Rp 13-15 ribu.
Namun, pandemi pun berimbas pada usaha susunya. Sejak Juni, pembelinya mulai menurun. Suwandhi pun hanya membuka lapak tahu susu di akhir pekan saja. “Sejak Juni pembelinya menurun dan paling banyak hanya 200 box saja. Sekarang tiap Sabtu-Minggu pagi bukanya di depan Masjid Agung,” ujarnya.
Semangat dari Pelanggan
Tak ingin berharap banyak pada susu jombang, Suwandhi memutar modal dengan membuka lapak jeans dan kaos. Item ini diperolehnya dari beberapa kota besar di Indonesia. Dari hasil penjualan jeans digunakannya sebagai biaya makan sehari-hari. Setiap harinya pria berkacamata itu membuka lapak dari Selasa-Minggu di kompleks Masjid Al-Akbar Surabaya.
Pagebluk pandemi Covid-19 bukanlah cobaan pertama yang menerpa usahanya. Tahun 2018, bisnis UKM Suwandhi mengalami goncangan ekonomi. Tempat produksi konveksi baju muslim miliknya habis dilalap si jago merah dan tak meninggalkan sisa stok.
Selain itu, Suwandhi ditipu orang dalam bisnis investasi dengan jual beli truk. Untuk membayar biaya sewa stan, karyawan, listrik, cicilan motor dan tanggungan pinjaman di bank, Suwandhi menjual tiga unit mobilnya.
Kini saat pandemi, kondisi ekonominya dirasa semakin sulit. Penyakit yang bergentayangan dan menular dengan cepat membuat pembelinya menurun. Hingga kini dunia sedang menunggu obat dan vaksin Covid-19 yang sedang terus disempurnakan.
Jika tak kunjung usai, Suwandhi akan menjual aset tanah dan rumahnya untuk biaya modal ulang dan membayar tagihan yang lain. Dalam kondisi susah, Suwandhi mengaku semangatnya justru datang dari para pelanggannya. Hingga kini banyak yang menanyakan kapan garmennya kembali berproduksi.
“Jika pandemi tak selesai, kemungkinan solusi terakhir saya jualan aset. Ini juga sudah banyak pelanggan yang menanyakan kapan jualan lagi, itu menjadi semangat saya,” tutupnya.
Advertisement