Tak Libatkan Partisipasi Publik, Perpu Cipta Kerja Tidak Sah
Politisi Partai Demokrat Andi Alfian Malarangeng mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (UU) (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja dianggap konstitusional secara bersyarat. Karena syaratnya adalah, bahwa UU itu harus lebih dahulu dikoreksi oleh pemerintah dengan melibatkan partisipasi publik.
“Kalau sekarang ini, pembentukannya itu (Perpu) seenaknya sendiri dengan konco-konconya pemerintah dan hanya mendengarkan mereka yang sejalan," ujarnya.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era Presiden SBY itu mengatakan, bahwa dikeluarkannya Perpu Cipta Kerja ini tidak melibatkan partisipasi publik. “Tidak membuat perbincangan partisipasi publik, konsultasi publik tenang apa yang dibutuhkan masyarakat,” tandasnya dikutip dalam akun youtube Andi Malarangeng Chanel pada Selasa 10 Januari 2022.
Andi Malarangeng menyebutkan, Undang Undang Cipta Kerja Omnibus law dibatalkan oleh MK secara bersyarat. Itu maksudnya dianggap tidak konstitusional secara bersyarat. Jadi syaratnya adalah, bahwa UU itu harus dikoreksi oleh pemerintah, setidaknya dalam dua tahun sejak kemarin.
“Saya kira sampai ada waktu hingga November 2023 untuk mengoreksi UU Cipta Kerja yang dianggap oleh MK tidak konstitusional. Kalau dalam 2 tahun tidak dilakukan koreksi pemerintah, maka UU dianggap batal demi hukum atau dengan sendirinya tidak konstituonal,” imbuhnya.
Menurut Andi Malarangeng, memang pemetintah wajib untuk mengorteksi. Pertanyaannya, apa yang perlu dikorepsi” Maksudnya, yang dimaksud oleh MK adalah secara formil, yaitu pembentukannya. Sehingga yang dipermasalahkan oleh MK yang menganggap bahwa pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja itu tidak melibatkan partisipasi publik.
“Tiba-tiba Omnibus Lawa seperti buldoser. Ketika di parlemen Partai Demokrat ingin minta waktu untuk menyampaikan pendapatnya. Tapi langsung dimatikan mic-nya. Tentu Anda ya tahu siapa yang mematikan mic-nya dan dari partai mana,” ujarnya.
Jadi, lanjut Andi Malarangeng, yang dipermasalahkan Omnibus Law itu adalah bagaimana pembentukan yang tidak melibatkan publik secara bermakna. Koreksi terhadap UU Omnibus Law yang dimaksudkan MK, tentu saja harus melibatkan publik secara bermakna dan konsultasi publik. Jadi solusi yang dibuat pemerntah adalah Perpu. Padahal Perpu itu tidak ada konsultasi public dan itu kewenangan yang bisa diambil oleh Presiden.
Makanya kalau ada hal ihwal kegentingan yang memaksa, maka yang dikeluarkan adalah Perpu. Misalnya, kemarin waktu, Covid-19, proses penghitungan anggaran, lalu dibentuklah Perpu.
Tapi, lanjut Andi Malarangeng, kalau ini dimana kegentingannya, kan masih ada waktu hingga November. Kalau Perpu tidak perlu konsultasi publik. Misalnya karena alasan perang Ukraina, krisis ekonomi global, IMF sudah ada yang antre. “Kenapa ini ada badai salju, banjir bandang di Pakistan dan Prancis kalau Piala Dunia dan lainnya.
“Jadi dal ihwal kegentingan memaksa sebagai dasar membuat Perpu tidak ada. Kemudian Perpu itu sendiri, hampir tidak ada bedanya dengan, halamannya sama. Ada beberapa koreksi, salah ketik, rujukannya direfisi materinya,” papar Andi Malarangeng.
Menurut Andi, ada banyak masalah disitu. Misalnya ada pegawai kontrak, jaksa libur, pesangon kalau di PHK dan biasanya ini urusan buruh, royalty, 0 persen, skema upah, macam-macam materinya. “Ini MK belum masuk ke materinya.”
Menurut Andi Malarangeng, proses pembentukannya,yang kemudian terbitnya Perpu tentu ini tidak mengindahkan MK. Misanya ada pengamat mengatakan, sama saja Presiden membangkang terhadap konstitusi. Karena MK itu sendiri adalah turunan dari interpretasi resmi, hanya MK yang berhak dan menterjemahkan atau mengartikan. “Maka kita boleh melakukan judicial review terhadap UU dengan hubungan kausalitasnya.”
Maka, lanjutnya, dengan terbitnya Perpu, sama sekali tidak menjawab konstitusi ini. Sama saja membangkang. Ini bahkan ada yang mengatakan ini pelecehan itu. Presiden melanggar sumpah, karena presidn menjalankan apa yang diperintahkan MK. “Kalau itu terjadi dan dilakukan, maka presidan melanggar sumpah.”
Advertisement