Bukan Dokter, Tukang Cukur di Surabaya Juga Pakai APD Saat Kerja
Jika selama ini yang memakai alat pelindung diri lengkap (APD) adalah para tenaga medis, kali ini di Surabaya ada tukang cukur yang menyamai para tenaga kesehatan. Mulai dari baju hazmat, masker, face shield dan sarung tangan, semuanya lengkap terpasang pada badan Suyadi Kholiq saat memangkas rambut pelanggan.
Warga Kutisari Selatan gang 2 E ini butuh bekerja setelah diberhentikan dari hotel yang kolaps akibat pandemi covid-19. Namun, ia paham covid-19 adalah virus nyata yang berbahaya, terutama bagi dirinya yang berusia kepala lima. Ia juga punya anak balita di rumah yang rentan terinfeksi dan dengan imunitas yang lemah.
Ide untuk memakai APD tak lepas dari kebingungannya mencari nafkah ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan di Surabaya. Suyadi menyadari pentingnya menjaga kesehatan, namun ia juga butuh bekerja untuk makan keluarganya.
“Saya sampai menenggak obat pusing karena kepala saya cekot-cekot cari cara mencari nafkah. Surabaya PSBB saya nggak berani keluar dan keliling tanpa ada APD lengkap” cerita Suyadi kepada Ngopibareng.id , Senin 18 Mei 2020.
Berawal dari informasi kawannya, Suyadi kemudian menanyakan sisa baju hazmat yang dimiliki kenalan penjahitnya. Baju yang awalnya tidak dijual itu kemudian berpindah tangan secara gratis jadi milik Suyadi.
APD Cuci-Kering-Pakai
Setiap hari Suyadi bekerja rata-rata tiga hingga lima jam. Ia kini mangkal di dua tempat, yaitu di daerah Korem 034 yang lokasinya tidak jauh dengan Mal City of Tomorrow, pukul 08.00 hingga 12.00. Serta di Tropodo, tepatnya dekat pom bensin arah sedati, perumahan jalan kembar pukul 16.00 hingga 21.00. Kedua tempat ini dipilih lantaran menurutnya merupakan jalan utama yang banyak orang melintas.
Panasnya APD terkadang membuat Suyadi merasa loyo, lemas dan tidak bertenaga. Banyak keringat keluar. Namun bapak dua anak itu tetap menggunakannya sampai pandemi benar-benar usai.
Satu baju hazmat yang dimilikinya tak bisa dibuang setiap selesai pakai. Lantaran harga baju hazmat yang cukup menguras kantong, Suyadi mencuci baju tersebut dua kali sehari.
Yaitu pada malam hari setelah pukul 21.00, seusainya pulang dari Tropodo. Serta pukul 12.00 setelah kembalinya dari Korem. “Saya mencuci dua kali sehari, biasanya malam sesudah dari Tropodo. Selain itu pas sudah pulang dari Korem. Saya juga menyemprotnya dengan disinfektan” tambahnya.
Selain baju hazmat, untuk face shield nya dulu Suyadi membuatnya sendiri. Bahan yang dia gunakan dari bando rambut dan mika kado. Beruntung, Suyadi lalu mendapat sumbangan face shield dari teman di tempat kerjanya dulu. Hal ini diawali setelah rekannya melihat face shield ala kadarnya yang sudah terdapat banyak goresan.
“Saya dulu buat penutup dari bahan bando dan mika kado. Pas teman saya tahu langsung saya dimintakan di pabrik tempatnya bekerja, mika saya sudah beret-beret. Alhamdulillah saja” ungkapnya dengan penuh syukur.
Viral di Instagram
Mengenakan APD, bukan berarti pekerjaanya bakal lancar. Setelah panas, cibiran tetangga dan tatapan aneh sering diterimanya, terutama saat PSBB Surabaya jilid pertama. Banyak yang terkejut dan kaget, ada juga yang menggangapnya tak waras. Namun, semangatnya yang tinggi dalam mencari nafkah tidak membuatnya menghiraukan hal tersebut. Terlebih pengalaman itu tidak diceritakannya kepada keluarganya.
“Pas pertama kali saya keluar kampung dan keliling banyak warga yang Ndomblong. Mungkin mereka menganggap saya hantu atau orang gila, kayak beneran nggak ya. Tapi saya tidak menceritaknnya ke keluarga istri dan anak saya” tambahnya.
Karena unik, mencukur rambut menggunakan APD lengkap, seorang rekannya bernama Dhimas Poyo pun terarik merekam aksinya saat bekerja. Dhimas kemudian mengunggahnya ke media sosial.
Tak lama setelah itu video Suyadi langsung viral. Namun Suyadi menganggap keviralannya dikarenakan dirinya yang tidak mematok tarif. Ide ini didapatnya saat berkeliling ke kampung dan ada warga yang menceletuk susahnya mencari uang untuk makan.
Sejak saat itu dia berniat untuk tidak mematok biaya. Selain itu dia juga menggratiskan potong untuk orang yang sakit. Seperti sakit buta, lumpuh atau yang lainnya.
“Saya mulai viral setelah direkam teman saya dan tidak mematok biaya potong. Saya terenyuh sejak ada warga yang nggak mau potong karena susah cari uang dan untuk makan. Akhirnya saya ada ide demikian” ucapnya.
Kendati mendapat paling kecil Rp 5 ribu dan paling besar 15 ribu, Suyadi tetap bersyukur dan ikhlas. Yang terpenting baginya adalah keberkahannya. Sebelumnya dia mematok Rp 10 ribu untuk pria dewasa, Rp 12 ribu untuk wanita dan Rp 8 ribu anak-anak. “Dapat sedikit yang penting saya ikhlas dan semoga berkah” katanya.
Terasah di Penjara
Sebelum memutuskan kembali menjadi tukang potong rambut, Suyadi bekerja sebagai karyawan kontrak di salah satu hotel di Surabaya. Sejak beredarnya isu corona, dirinya akhirnya dirumahkan oleh pihak hotel.
Karena harus tetap bertahan hidup dan menafkahi keluarganya, Suyadi kembali pada kegemaran lamanya yaitu mencukur rambut. Dia pun lantas meminjam sejumlah uang kepada suadaranya untuk modal usahanya. Seperti untuk membeli gunting, clipper, shiver dan kain penutup.
Di sisi lain, keahlian Suyadi dalam memotong rambut sudah tampak sejak dirinya masih muda. Waktu itu dia paling senang menonton tukang potong rambut di daerah kelahirannya dengan mengantre sebagai pelanggan yang paling akhir.
Diam-diam, pria 49 tahun itu mencontoh teknik memotong rambut untuk segala jenis potongan. Walau awalnya sempat gagal, namun setelah itu dia berhasil. Keberhasilannya pun menjadikannya sebagai tukang potong rambut yang digemari. Suyadi pun bertahan dengan pekerjaan tersebut selama lima tahun.
Sementara itu, Suyadi yang kala itu bosan dengan memotong rambut, akhirnya mencoba peruntungan lain dengan bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia.
Beberapa tahun bakat memotongnya sempat terhenti. Namun, lantaran Suyadi bekerja melalui jalur tidak resmi, dia sering keluar masuk penjara di Perkanas, Malaysia.
Siapa sangka, bakat memotong nya kembali terasah di balik jeruji besi. Di sana ada kompetisi jika bisa memotong rambut 25 kepala, per 10 kepala akan mendapat 1 pak rokok isi 12 batang.
Suyadi yang merupakan penggila rokok mengaku tertantang. Kala itu dia memiliki rival orang Buton dan Lombok. Ternyata Suyadi keluar sebagai juara dengan selalu mendapatkan tiga bungkus rokok.
“Kemampuan mencukur saya semakin terasah pas di penjara Perkanas. Saya motongnya cepet dan mengalahkan lawan saya. Saya dapat tiga bungkus, itu sudah banyak untuk perokok seperti saya” jelasnya.
Suyadi pun sempat mengikuti kursus memotong di Jojoran sepulangnya dari Malaysia. Dia kini ingin terus belajar cara memotong rambung model tren saat ini.
Advertisement