Tak Ingin Kecolongan, Polda Jatim Turunkan Tim Cek Harga Kedelai
Satgas Pangan Polda Jawa Timur (Jatim) terjunkan tim untuk merespon keluhan perajin tempe dan tahu, atas naiknya harga kedelai. Anggota tersebut bertugas melakukan pengecekan ke agen dan distributor untuk mencari penyebab naiknya harga bahan baku tempe dan tahu ini.
Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Farman mengatakan, berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan 31 Mei 2021, harga kedelai internasional mengalami penurunan dari Rp9.604 menjadi Rp9.220 per kilogram.
"Informasi dari PT. Surabaya Palentig Compeny FPC bahwa harga kedelai saat ini sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan harga waktu bulan puasa dan lebaran yang semula Rp10.150 di tingkat importir hari ini menjadi Rp9.500 per kilogram," kata Farman, Kamis, 3 Juni 2021.
Selain FPC, kata Farman, pihaknya juga sempat melakukan pengecekan ke PT. FKS. Di sana, harga kedelai juga sudah mengalami penurunan dibanding Hari Raya Idul Fitri 2021, lalu.
Saat ini, PT. FKS menjual dengan harga Rp10.100 per kilogram di gudang importir. Sedangkan CV. Jaya Tri Hutama Lumajang menjual kedelai dengan harga Rp10.300 per kilogram. "Masih ada stok kurang lebih 40 ton dan beberapa hari terakhir, permintaan kedelai turun karena harga yang masih tinggi," ucapnya.
Akan tetapi, informasi dari salah satu agen subdistributor kedelai di Tulungagung, harga kedelai di agen mencapai Rp10.500 per kilogram dalam kemasan 25 kg. Jika dijual eceran harganya Rp10.750. Kemudian CV. Polowijo menjual harga kedelai Rp10.300 per kilogram.
Menurut Farman, kenaikan harga tersebut disebabkan oleh tingginya permintaan kedelai impor di dalam negeri, kemudian harga kedelai yang diimpor dari Amerika dan Brazil mengalami kenaikan. “Harga internasional atau dari negara asalnya seperti Amerika dan Brazil sudah tinggi, sedangkan Kebutuhan kedelai untuk bahan baku tahu tempe di dalam negeri 80 persen masih bergantung pada impor,” ucapnya.
Faktor lain, kata Farman, yaitu adanya kenaikan biaya transportasi pengiriman bahan baku melalui kapal, karena dampak dari pandemi Covid-19. “Biaya transportasi dari negara asal juga mengalami kenaikan karena masih sedikitnya perusahaan perkapalan yang beroperasi akibat pandemi Covid-19,” ujarnya.
Oleh karena itu, Farman mengungkapkan, akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Disperindag Jatim untuk mengambil langkah terkait perlu atau tidaknya diadakan operasi pasar.