Tak Harus Kader Internal, Pakde Karwo Usulan Empat Nama Cagub ke DPP Demokrat
Ketua DPD Partai Demokrat (PD) Jatim Soekarwo mengatakan siap memunculkan Calon Gubernur (Cagub) pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim tahun 2018 meskipun tak separtai dengan Demokrat.
"Saya sepakat dengan konsep faksi Jawa Timur, sehingga tak harus satu partai yang mencalonkan. Yang penting itu visi dan misi calon tentang Jatim ke depan bagaimana atau mau dibawa kemana, sehingga frekuensinya bisa sama. Sebab ngurus negoro itu tak bisa harus satu partai atau dhulur dewe," ujar Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo, Jumat (10/3).
Menurut pria yang juga menjabat Gubernur Jatim ini, calon yang akan didukung Partai Demokrat masih menunggu keputusan DPP pada September 2017. Namun pihaknya sudah menyetorkan 4 nama Bacagub yang sudah ramai dibicarakan publik ke DPP karena diminta. "Saat ini masih dilakukan survey terhadap nama-nama itu, hasilnya Insya Allah pada pertengahan atau akhir Maret ini," kata dia.
Selain nama Bacagub yang sudah populer, seperti Gus Ipul, Khofifah Indar Parawansa, Abdul Halim Iskandar dan Tri Rismaharini, Demokrat Jatim juga memasukkan dua nama dari kader internal dan dua nama birokrat dari Pemprov Jatim.
"Ngak usah disebut namanya, khawatir gede ndase (besar kepala). Yang birokrat itu masih belum pensiun dan mantan kepala daerah," kata dia. Sayangnya, orang nomor satu di lingkungan Pemprov Jatim itu enggan mengatakan mereka itu disiapkan sebagai Cagub atau Cawagub.
Ditegaskan, pertimbangan utama perlunya mendukung faksi Jatim yakni adanya perubahan berkelanjutan di Jatim. Artinya, kita perlu mempertahankan sesuatu yang sudah baik dan mengambil sesuatu yang baru dan baik untuk diterapkan. "Ini seperti kaidah ushul fiqh yang terkenal di kalangan warga NU," kata mantan Sekdapov Jatim ini.
Ia juga berharap kultur yang baik seperti itu perlu dijaga di Jatim. Bahkan Pakde mencontohkan di Singapura mantan Presiden Lee Kwan Yu dijadikan sebagai penasehat presiden penggantinya. Sebaliknya di Filipina, presiden yang lama dipenjara oleh presiden yang baru. Begitu juga di Malaysia, presiden yang lama memusuhi presiden yang baru. "Mari kita bagun Jatim dengan kultur yang baik," kata dia.
Di sisi lain, pihaknya juga tidak menginginkan para teknokrat terpecah belah saat Pilgub digelar. Alasannya, teknokrat itu harus bisa jadi agen terhadap politik, bukan malah lari kesana kemari ke parpol untuk minta dukungan. "Tak ada gunanya teknokrat ikut berpolitik, sebab yang utama itu bagaimana bisa membangun profesionalitas yakni menguasai perencanaan," kata dia. (wah)