Tak Hanya Tahu, Cao Produksi Desa Tropodo Ada Juga Pakai Sampah
Pemanfaatan sampah plastik di Desa Tropodo Krian Sidoarjo sebagai bahan bakar dalam memasak sebenarnya tak hanya untuk tahu saja. Tapi ada juga produk makanan lain yang juga menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakarnya untuk memasak. Produk lain itu adalah cao.
Penggunaannya nyaris sama dengan proses produksi tahu. Proses dimulai dari kayu bakar ditambah plastik dimasukkan ke dalam dua turbin pemanas yang dimiliki. Di mana uap panas yang dihasilkan mengalir melalui pipa, tersambung ke dua panci besar. Dalam panci ini terdapat adonan bahan-bahan campuran cao.
Setelah dimasak, campuran cao ini kemudian dituangkan ke kaleng bekas. Kaleng bekas yang digunakan ini biasanya dijumpai untuk wadah minyak goreng. Cairan cao hitam yang masih mendidih itu dialirkan lewat selang plastik besar yang biasa digunakan mengalirkan air.
Proses produksi terlihat sangat sederhana, karena tidak menggunakan banyak alat. Hanya saja, alat yang digunakan sangat tidak layak. Utamanya kaleng bekas minyak goreng yang kotor. Bahkan sudah berkarat.
Proses produksi yang kurang lebih sama dengan proses pembuatan tahu ini, tak menutup cao tersebut juga mengandung cemaran dioksin. Cemaran dioksin yang dihasilkan dari asap pembakaran sampah plastik ada kemungkinan juga menempel ke cairan cao yang sudah mengental itu.
Salah satu pemilik usaha ini, Saiful Bakri mengaku, jika produksi cao ini baru ia lakukan tahun ini saat bulan puasa. "Kalau cao ini cuma coba-coba aja nambah usaha pas bulan puasa kemarin," ungkap Saiful saat ditemui di lokasi produksinya.
Terkait penggunaan sampah, ia mengaku disamakan dengan produksi tahu karena memang pipa pemanas itu menyambung dengan pemanas tahu.
Saiful mengungkapkan, jika penggunaan sampah lebih dipilih karena harganya lebih murah dan sangat efisien dalam artian api yang dihasilkan plastik lebih tahan lama daripada kayu bakar.
"Kalau pakai kayu aja gak ngatasi Mas. Soalnya harganya itu mahal. Makanya kita campur sama plastik. Terus kalau pakai plastik ini jadi lebih awet apinya. Kalau pakai kayu tok cepat habis," katanya.
Ia mengungkapkan perbedaan harga antara plastik dan kayu sangat jauh. Di mana satu pick-up plastik harganya Rp120 ribu, sedangkan satu truk kayu bakar seharga Rp1,2-1,5 juta.
Itu pun katanya pemesanan plastik dan kayu tidak menentu. Karena disesuaikan dengan kondisi. Ia mengaku, kadang satu pick up plastik bisa habis digunakan 1-2 hari, sedangkan satu truk kayu bisa 4-5 hari.
"Jadi kalau pakai kayu saja gak ngatasi karena mahalnya itu. Sedangkan, pendapatan rata-rata sebulan Rp10 juta yang itu dibuat untuk kulakan lagi sama bayar karyawan," ungkapnya.
Sebelumnya, ia mengaku pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk menggunakan bahan bakar lain seperti gas alam PT PGN. Namun, penggunaan gas itu dinilai akan menambah beban biaya para pengusaha yang setiap harinya membutuhkan panas api yang besar.