Tak Hanya Mengajarkan, Guru Longevitology Tularkan Ilmunya
Ada yang unik dari kelas Longevitology. Guru metode penyembuhan dengan menggunakan energi alam Wei Yu Feng tidak hanya mengajarkan ilmu yang dimilikinya. Tapi juga menularkannya sehingga lebih gampang dipahami dan diterapkan.
Beda mengajarkan dan menularkan. Mengajarkan hanya mentransfer ilmu secara lisan. Lebih bersifat teoritik. Sedangkan menularkan mengajarkan ilmu sekaligus memratekkan secara bersama.
Wei Yu Feng yang telah mengembangkan Longevitology sejak 27 tahun lalu ini selalu langsung menyontohkan teorinya lewat praktik. Bahkan, peserta pun diminta untuk menerapkan apa saja yang baru didengar darinya.
"Ada pepatah, apa yang kita lihat gampang lupa. Apa yang kita dengar gampang hilang. Tapi apa yang kita lakukan akan gampang kita ingat," kata pria asal Taiwan ini.
Karena itu, selama tiga jam mengajar setiap harinya, Wei Yu Feng tak hanya menyampaikan berbagai teori tentang cakra dan penyakit. Tapi juga langsung menyontohkan dengan peraga orang maupun mengajak para muridnya ikut menerapi dirinya sendiri.
Ia menularkan ilmunya secara langsung. Ketika menjelaskan tentang energi alam, misalnya. Ia sempat meminta ratusan peserta menyorongkan kedua tangannya dengan telapak terbuka. Sambil memejamkan mata. Ia pun menyalurkan energinya dan minta peserta merasakan.
Setelah itu, ia menanyakan kepada peserta apa yang dirasakan. Masing-masing mempunyai pengalaman yang berbeda. Ada yang merasa ada angin menerpa. Ada yang merasa tangannya bergoyang. Dan seterusnya.
Selama tiga jam, ia terus menyampaikan berbagai prinsip-prinsip Longevitology dan langsung mempraktikkannya. Di sesi pertama pun, peserta sudah diminta saling menerapkan terapi antar sesama peserta yang ada disampingnya.
Kelas Longevitology ini digelar secara gratis. Meski menghadirkan gurunya guru dari Taiwan. Peserta tidak ditarik bayaran. Layanan terapi longevitology selama ini juga demikian. Terapisnya para relawan.
Wei Yu Feng menyebut para peserta dan panitia penyelenggara kelas Longevitology ini sebagai orang-orang yang sangat terhormat. Menurutnya, orang yang sangat terhormat itu bukan orang yang dilayani. Tapi orang yang melayani banyak orang.
Dia meyakinkan bahwa yang gratis itu bukanlah sesuatu yang murahan. Ia bersedia mengajarkan ilmunya ke seluruh penjuru dunia karena ingin menolong orang. Sebab, ia tahu kalau orang yang sakit itu sangat menderita.
Longevitology Surabaya pun dimulai dengan dedikasi tinggi sejumlah orang. Saat itu, setelah Wei Yu Feng presentasi di kota ini, mereka ingin ada kelas. Karena jadwal guru dari Taiwan sudah penuh setahun sebelumnya, maka kelas itu tak mungkin digelar.
''Lantas saya tawarkan kalau dalam waktu dekat ada kelas di Singapura. Nah, ada belasan orang yang ikut kelas Longevitology di Singapura. Mereka selama 6 hari belajar menerapi diri sendiri dan orang lain,'' cerita guru yang sudah mengajar di 20 negara ini.
Sebelas orang yang dipimpin Ongko Digdoyo inilah yang kemudian mengembangkan metode penyembuhan Longevitology di Surabaya dan sekitarnya. Mereka mendirikan perkumpulan yang sering menggelar bakti sosial penyembuhan secara gratis.
Kini, hampir setiap tahun, kelas khusus diselenggarakan di Surabaya. Di Jakarta, tahun ini malah tidak kebagian jadwal. Setiap kelas, rata-rata diikuti 800 orang. Mereka ada yang sudah menderita sakit maupun yang tidak ada keluhan apa-apa. Namun pingin hidup lebih berkualitas.
''Sampai saat ini, sudah 7 ribu orang terdaftar sebagai anggota perkumpulan Longevitology. Tapi yang aktif menjadi relawan baru 500 orang. Kami ingin, dari kelas ini akan makin banyak yang bersedia berbuat untuk orang lain,'' kata Ketua Perkumpulan Longevitology Ongko Digdoyo.
Seperti diajarkan Guru Wei Yu Feng, manusia itu seperti handphone. Ada komponen energi yang membuat alat komunikasi itu bermanfaat. Handphone untuk bisa digunakan harus ada baterai yang terus dicharge.
Pembukaan cakra, meditasi, dan praktik terapi untuk diri sendiri dan orang lain ibarat kita mencharge handphone kita. Biar hidup ini makin bermakna. (Arif Afandi)
Advertisement