Tak Hanya Manusia, Hewan Juga Butuh Sejahtera
Sejumlah aktivis se-Asia melakukan protes di depan gerai MC Donald’s. Mereka menyuarakan penghentian pemasokan telur dari ayam yang dikurung dalam kandang baterai. Khususnya di gerai yang berada di wilayah Asia.
Sementara, melansir berbagai sumber, selain MC Donald’s, pendahulunya restoran cepat saji A&W Indonesia mendapat petisi serupa. Di tahun 2020 hingga 2021 Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Act Fot Farmed menginisiasi Selebaran dibagikan kepada taksi online dan meminta penumpangnya menandatangani petisi www.change.org/AWIndonesia.
Selain selebaran, stiker besar dengan gambar ayam di dalam kandang baterai juga ditempelkan di bagian belakang taksi online dan papan reklame yang meningkatkan kesadaran tentang masalah ini yang dipasang di beberapa titik di Jakarta dan diproyeksikan, papan reklame ini dilihat oleh 390.000 orang setiap harinya.
Abaikan Kesejahteraan Hewan
Produk yang dihasilkan dari kandang baterai dinilai mengabaikan kesejahteraan hewan. Pasalnya, ayam petelur tidak dapat melakukan perilaku alaminya, seperti berjalan bebas, melebarkan sayap sepenuhnya, mematuk, dan bersarang. Dalam kandang tersebut dua sampai empat ayam hidup dalam rangkaian bertumpuk sekat-sekat kawat besi.
Tujuannya agar bisa menampung sebanyak mungkin ayam demi memaksimalkan produksi telur dengan biaya rendah. Namun, saat sudah berusia dua tahun, produktivitasnya dianggap menurun. Ayam akan dikirim ke penjagalan karena dianggap tidak lagi menguntungkan.
Selain kandang baterai ayam, ada tindakan keji lain pembudiyaan hewan, yaitu kepiting soka. Kepiting soka atau “soft shell crab” adalah sebutan untuk kepiting yang dikonsumsi dalam keadaan kulit masih lunak karena baru berganti kulit atau moulting. Daging kepiting rendah lemak, tinggi protein, serta sumber mineral dan vitamin. Salah satunya selenium. Selenium berperan mencegah kanker dan perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri.
Berdasarkan penelitian Fisheries Research and Development Corporation di Australia menyebut dalam 100 gram daging kepiting bakau mengandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Tak heran jika kemudian minat konsumen terhadap kepiting soka tinggi. Permintaan pasar yang banyak membuat pembudidaya kepiting melakukan berbagai hal agar menghasilkan kepiting dalam jumlah besar. Salah satunya mutilasi kepiting. Yaitu dengan memotong kaki kepiting dengan menyisakan satu kaki untuk berenang saja. Dengan demikian kepiting akan stress dan berganti kulit.
Prinsip Animal Walfare
Animal welfare dapat dicapai dengan pemenuhan lima prinsip kebebasan hewan. Prinsip yang sering disebut “Five of Freedom” dicetuskan oleh OIE (World Organisation for Animal Health) di Inggris sejak tahun 1992.
Lima prinsip kebebasan tersebut terdiri atas bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan perilaku normal; bebas dari rasa stress dan tertekan.
Produk dari Kandang Baterai Berbahaya
Produk yang dihasilkan dari kandang baterei berpotensi berbahaya. Sebab, kurungan yang ekstrem membuat ayam mengalami frustrasi. Sehingga ayam lebih rentan terhadap penyakit, salah satunya osteoporosis.
Ayam yang stres berkepanjangan berpotensi kehilangan banyak bulu, terinfeksi Coryza, Salmonellosis, dan zoonosis seperti flu burung dan Covid-19. Penelitian yang dilakukan Otoritas Keamanan Pangan Uni Eropa (EFSA) juga menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Salmonella secara signifikan lebih tinggi dalam peternakan kerangkeng seperti kandang baterai
Penyakit coryza disebabkan oleh bakteri Avibacterium paragallinarum. Coryza menyerang ayam melalui media pakan, air minum, dan udara yang terkontaminasi agen penyakit, atau kontak langsung dengan ayam yang lebih dahulu terserang coryza. Bakteri Av. paragallinarum masuk melalui mulut atau hidung, kemudian memperbanyak diri di sinus hidung (sinus infraorbitalis) dengan masa inkubasi antara 1 – 3 hari. Selanjutnya ayam mengalami gejala klinis.
Gejala klinis ada antara lain adanya eksudat yang mula – mula berwarna kuning encer kemudian lambat laun berubah menjadi kental seperti nanah. Eksudat ini menyebabkan ayam bersin-bersin, sulit bernapas, dan ngorok. Selain itu, sinus infraorbitalis membengkak, keluar air mata, kelopak mata mengalami konjungtivitis, serta nafsu makan menurun. Pertumbuhan terhambat dan terjadi penurunan produksi telur.
Sementara, Salmonella sp. adalah bakteri yang dapat menyebabkan salmonellosis pada manusia dan hewan. Salmonellosis memicu diare kronis dan kematian. Berdasarkan riset yang dilakukan peneliti Universitas Airlangga pada 2020, sebanyak 16 juta kasus demam inflamasi, 1,3 miliar kasus gastroenteritis dan tiga juta kematian akibat Salmonella di seluruh dunia setiap tahun.
Unggas dapat mati tanpa menunjukkan tanda klinis, seperti kurang nafsu makan, kehausan, kelesuan, sayap terkulai, gangguan syaraf dan feses berwarna putih atau coklat kehijauan. Sementara, pada manusia, gejalanya antara lain diare, mual dan muntah, demam dan menggigil, sakit kepala, kram perut, dan terdapat darah dalam tinja.
Penjara Tiga Bulan
Pemerintah sebenarnya sudah mempunyai perangkat untuk melindungi binatang. Utamanya soal kesejahteraan hewan. Misalnya saja Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pada pasal 66A dijelaskan sebagai berikut:
“Setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif”.
Selain itu ada juga Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur soal hukuman bagi pengianiaya hewan. Isinya: “Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan”.